Menata Mimpi yang Tercecer Episode 1

Menata Mimpi yang tercecer episode 1

Bagaimana rasanya menjadi seorang penulis, tapi enggak menulis karena banyak kegiatan?

Serangkaian waktu telah berlalu dan selama ini kalau berbicara hanya lepas landas saja, hingga pada akhinya orang-orang menyatakan kamu ngomong apa?

Sakit sedikit nian, walaupun sebenarnya tidak terlalu mengganggu. Namun yang namanya hati selalu menyimpan perasaan itu sedikit demi sedikit hingga yang ditakutkan adalah pecah di suatu masa. Apakah itu pernah terjadi?

Tentulah reputasi di masa lalu tidak bisa dibohongi. Bahkan masa depan secerah apa pun, sebab pola kehidupan bisa terjadi lagi di masa depan. Pekara mengubah hidup itu tidaklah mudah. Bahkan ketika kita telah membangunnya hari demi hari, tapi bisa saja roboh dalam waktu sekejab.

Empat bulan telah berlalu. Saya kini telah pindah sekolah mengajar. Tidak lagi di sekolah dasar. Alih-alih ingin memiliki banyak waktu, nyatanya harus terikat waktu pergi gelap dan pulangnya pun gelap. Ibu saya mengatakan bahwa, habis dari lubang buaya, masuk ke mulut harimau. Begitulah ungkapan yang ia layangkan kepada saya.

Saat itu saya menyadari bahwa jangan mengira bahwa hijrah itu menyenangkan atau malah tenang seperti air danau, melainkan bisa saja sederas air terjun. Itu berarti semakin banyak lika-likunya dan beragam yang dilakukan. Termasuk rasa sepenuh hati dalam mengerjakan sesuatu.

Bolak-balik, saya ingin melambaikan tangan menandakan ingin menyerah, tetapi saya harus mengingat bahwa menjadi pengangguran itu lebih menyakitkan. Lebih tertekan batin, sudah tak berduit, eh malah tertekan oleh omongan sekitar. Tak tahan saja rasanya, walaupun sebenarnya sibuk menjadi seorang penulis yang entah kapan menghasilkan cuan sepadan dengan gaji kantoran.

Menulis cara jitu untuk waras

Hanya dengan menulis, saya mampu merangkai kosakata dan belajar berbicara dengan runtun. Terlebih lagi untuk mengekspresikan perasaan yang sulit dijelaskan dengan segala sesuatu yang menyesakkan dada. Namun kalau masalahnya enggak sempat menulis, perkaranya bukan di waktu, tetapi sebuah prioritas dalam kehidupan.

Penulis, semoga menjadi iya.

Sahabat kecil saya mengatakan sesuatu sewaktu saya berkunjung ke rumahnya yang ketika itu dia sedang hamil 11 minggu. Sahabat kecil selalu menjadi saksi nyata dalam memperhatikan perkembangan diri temannya selain orang tua dan orang terdekat. Saat itu ungkapannya sedikit nyelekit. “Mau sampai kapan kamu akan terus menjadi penulis? Sudah lama sekali Henny, orang tua pasti mikirnya yang terbaik.”

Saya terdiam dan menjadi perenungan dalam hidup. Apa yang dia sampaikan itu memang ada benarnya. Saya sudah mengikrarkan diri menjadi penulis sejak tahun 2018. Sejak orang-orang tidak mau bertukar pikiran dan menjadi tempat bersandar kepada hati yang sedang terombang-ambing pasal kehidupan. Namun tulisan itu pula yang selalu menuntun saya menjadi orang baik. Termasuk asupan bahan bacaan untuk menunjang peningkatan dalam hidup. Pekara itu, insyaa Allah akan saya bahas di segmen selanjutnya.

Mengapa bisa berubah?

Empat bulan lamanya bukanlah waktu yang sebentar. Terlebih lagi sudah terbangun karakter pada diri yang ketika itu motifnya banyak tidur, kecapean, pokoknya segala 5l itu bernaung pada diri saya. Hingga teman saya pun mengomel bahwa saya sajanya yang enggak bisa. Bukan yang gimana-gimana atau malah menghakimi bahwa kamu sajanya yang begitu.

Namanya kehidupan pasti tidak terlepas dari komentar orang lain. Hal yang pasti pada waktu itu saya tidak membela diri, justru menerima apa adanya. Sembari menepuk dada, gwencanayo (tidak apa-apa) kamu hebat kok sudah sejauh ini. Walaupun banyak sekali yang harus direvisi. Hal yang penting niat saja dulu untuk berubah.

Hingga pada suatu ketika saya melihat buku agenda saya yang sebelumnya, yaitu rutin sedekah setiap subuh dan tak lupa berdoa untuk dibukakan pintu hidayah. Itu saja yang diulang-ulang setiap harinya. Walaupun entah kapan terwujudnya, setidaknya ketika saya menulis cerita ini. Ada sedikit perubahan dalam diri saya, yaitu memberanikan menulis di tengah padatnya kesibukan.

Bersambung

Previous
Next Post »