Mari kita cerita tentang bagaimana romantisnya kehidupan mereka sebagai bapak
dan ibu negara. Seseorang yang memiliki otak cermerlang dan sangat
menginspirasi di dalam kehidupan. Rasanya, sungguh mengagumkan. Buku ini adalah
versi buku kedua dari Habibie karangan Makmur Makka yang saya baca. Sebuah
kisah nyata yang diambil dari berbagai sumber.
Kalau ngebahas
cerita Pak Habibie ini membuat saya begitu antusias karena memang suka banget
dari dulu dan kebetulan jurusan saya di perkulihan bersinggunggan. Yap tentang
fisika dan pasti ada hubungannya dengan penerbangan. Jadi, kalau seandainya
saya lelah dengan belajar di jurusan ini karena saking ngerasa sulitnya. Oh,
tinggal ingat Pak Hibibie dan Jerman.
Okay Fix, biar
dilanjut versi ngeresensinya.
Identitas Buku
Judul Buku : Habibie (Kecil Tapi Otak Semua 2)
Penulis : A. Makmur Makka
Penerbit :
Edelweis
Tahun Terbit : Juli 2011
Jumlah Halaman
: 175
Pada bagian
awal kita akan melihat sajian foto-foto beliau dengan sang istri tercinta.
Mulai dari beliau yang masih anak-anak, foto pernikahan, hingga pemotretan
terakhir di Jerman ketika musim semi. Kulitas kertasnya premium, bukan hitam
putih dan membuat kita seolah menyaksakin kehidupan beliau.
Meskipun jumlah
halamannya mencapai 200. Namun buku ini jelas ringan dibaca, berasa membaca
semi novel karena ada kisah perjalanan beliau dan ehem kisah cintanya dengan
ibu Ainun. Saya beneran mewek ketika membacanya, mau lanjut takut baper karena
begitu terharunya dengan sosok BJH dan sang Istri. Sungguh, sangat bisa
dicontoh bagaimana mereka menyikapi satu sama lain.
Tiada Musuh dan
Kebencian (Semua orang pada dasarnya baik). Itulah yang menjadi tagline utama
di dalam buku ini. Kita akan bisa melihat bagaimana pemikiran baiknya beliau
dan pasti akan ada rasa tenang dalam berjalan di dunia ini. BJH berkata, “Anda tidak akan pernah
dipisahkan dengan bayang-bayang. Anda tidak akan pernah bisa menghindar dari
bayang-bayang Anda dan Anda tidak perlu takut dengan bayang-bayang Anda. Jika
Anda tidak mau menyatu dengan bayang-bayang Anda, hanya ada satu kemungkinan Anda
akan hidup dalam kegelapan yang sejati.” (Halaman 43)
Intinya kita
itu tidak perlu takut dengan diri kita sendiri, takut akan kelemahan diri
sendiri dan sebaiknya tetap maju. Jadi teringat deh, kalau mau maju ya maju
aja. Enggak usah mundur-mundur. Selain itu, BJH menyatakan bahwa setiap generasi
itu selalu berkesinambungan karena tidak akan ada generasi baru jika tidak ada generasi lama. Apalagi terjadi secara tiba-tiba. Itulah mengapa kita memang
harus belajar dari para suhu.
Ada fakta
menarik yang baru diketahui di dalam buku ini bahwa pada tahun 1955 tidak ada
satu pun orang Jerman yang mau belajar insdustri pesawat terbang karena pada
waktu itu industri pesawat terbang dilarang akibat Jerman kalah perang.
Sehingga orang-orang yang belajar di sana adalah 80% berasal dari Indonesia,
sedangkan sisanya berasal dari negara lain. Itu berarti semangat orang
Indonesia dalam memajukan peradaban sudah banyak.
Hal yang
menjadi bagian romatisme dalam buku ini adalah spesial bab tentang Habibie dan
Ainun pada bagian sub bab berikutnya ketika BJH mengumpamakan lolos dari black hole atau yang sering disebut
lubang hitam sosok kegelapan dalam hidup. Jujur, ini sedih saya ngebaca sembari
jantungan saat menceritakan bagaimana ibu Ainun berhasil dilarikan ke rumah
sakit dan segera dioperasi dan alhamdulillah selamat. Dokter di situ mengatakan
Anda sudah sangat tepat sekali membawanya. (Fix, saya jadi teringat ketika
ngebawa ayah saya yang sedang sakit, tapi yah sudahlah).
“Ingat,
kamu itu bukan Superman,” ucap Ibu Ainun (Halaman 98). Sebuah kalimat
romantisme yang memberikan sebuah penegasan dan kasih sayang. Ibu Ainun rajin
sekali mengingatkan BJH supaya untuk selalu minum obat. Maka benarlah, siapa pun
yang menyaksikan kisah beliau akan memberikan pencerahan bahkan ada pembaca
Buku Habibie dan Ainun yang tidak jadi cerai dan selalu ada hikmah untuk
berbuat amal kebaikan
‘Mimpi’ BJH
terhadap anak-anak intelektualnya (Saya akan menggandakan diri saya menjadi
1.000) (halaman 118). Begitu mulialah niat beliau dalam membangun negeri ini.
Kalau dibilang, ia termasuk orang yang sukses. Namun ia memilih untuk pulang ke
Indonesia dan membangun negeri ini dibandingkan dengan berada di Jerman.
Terlebih lagi beliau sangat mengutamakan bangsa sendiri ketika beliau melihat
situasinya sedang maraknya impor dari luar negeri. “Kalau anda membeli produk dari sana, artinya
anda membeli jam kerja di sana, akhirnya gigit jari karena tidak ada
penyerapan,” ucap BJH (halaman 140). Logikanya sangat benar sekali. Fenomena saat
ini kita melihat yang katanya banyak pengangguran. Padahal itu tadi, seharusnya
kita yang bergerak menjadi tim produksi dibandingkan dengan tim komsumtif yang
mengadalkan dari produk impor.
Pada masa reformasi
ada sebuah guyonan tentang BJH bahwa Habibie disebut sebagai the right man in the wrong time.
Megawati disebut sebagai the wrrong woman
in the right time dan Gus Dur disebut
the wrong man in the wrong time. Sehingga
benarlah bahwa ini bukanlah dunia BJH yang sebenarnya. Makanya pada waktu itu
pemerintahannya hanya selama 1 tahun 5 bulan. Waktu itu saya masih baru lahir
nih.
Buku ini memang sangat mood boaster bagi saya. Selain bisa dibawa kemana-mana karena ukurannya A5 dan ringan. Kalau diselipin di buku Planner saya masih bisa nih. Pembahasannya ringan, berasa ngemil dan buat kenyang juga. Pokoknya benar-benar rekomen banget buat para calon penggerak, pemimpin bangsa, atau yang belajar perihal cinta sejati. Kalimat yang menyatakan bahwa ibu Ainun itu hanya berada di dimensi lain rasanya ngebuat hati tenang.
Mau baca, di mana kira-kira?
Buku ini bisa
dibeli sama penerbitnya, toko buku, atau di e-commerce ada kali ya. Kalau saya
mah meminjamnya di Perpustakaan Daerah Sumatera Utara di kelompok fiksi selama
dua minggu. Mungkin kalau kalian mampir bisalah, main-main di sana dengan
menjadi pembaca on the spot atau
peminjam seperti saya.
Oke, Next …
sampai jumpa di resensi topik lainnya.