Cara Cepat Untuk Bertumbuh
Sejatinya kita tidak ada yang benar-benar siap.
Aku termangu dan tergugu tanpa
merasa bersalah tentang kewajibanku sebagai penulis yang seharusnya memang
menulis. Nyatanya dalam beberapa bulan belakangan ini toh aku vakum dari
dunia blog. Padahal untuk mendongkrak keuangan blog ini sungguh sangat
signifikan. Minimal dua ratus ribu per bulan untuk ongkos minyak juga enggak ke
mana kan.
Yang Terjadi di Bulan Januari
Bulan pertama aku mendedikasikan
diri sebagai novelist. Novelku yang pertama di tahun 2024 ini selesai kutulis
dan itu merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa. Pada masa itu, waktuku
nyaris tersita untuk yang lain, bahkan kalau di bilang sungguh tidak memungkinkan.
Hanya karena satu perkataan dari ayahku yang mendukungku, “Kamu mau
menjadi penulis kan? Satu buku satu bulan.” Begitu jawaban itu keluar dari
bibir ayah. Rasa hatiku girangnya bukan main dan Alhamdulillah selesai pada waktunya.
Sungguh, karya itu adalah karya terbaik yang pernah kutulis. Sebab cara
penulisannya pun penuh dengan penjagaan.
Milad Februari Kebahagiaan Berujung Kehanyutan
Sungguh, aku tidak tahu bagaimana caranya mengekspresikan rasa bahagia. Hal yang kutahu bagaimana mengekspresikan semua rasa sedih itu menjadi sebuah karya. Namun kebahagiaan sungguh membuatku bingung. Aku mulai mangkir dalam menulis. Jejak tulisan itu tak ada lagi. Aku sungguh sibuk menghadiahi diriku sendiri dengan kebahagiaan yang bersamaan. Satu karena karyaku selesai dan yang kedua karena Diary Harumpuspita sedang MILAD yang ke-4 tahun. Seharusnya ada sebuah tulisan yang kusajikan. Karya dibalas oleh karya. Lalu kenapa tidak ada?
Terlebih lagi ada kehadiran yang
tidak kusangka-sangka, yaitu Wifi di rumah. Seharusnya pertumbuhanku sungguh
sangat pesat. Tidak perlu mengkhawatirkan lagi kenapa aku harus pulang lama di
sekolah demi mengerjakan tugas. Bahkan ketika tiada satu pun yang tersisa di
sana.
Dulu, ketika aku membayangkan
memiliki banyak kuota. Hal yang kulakukan adalah bagaimana bisa menjadi seorang
blogger professional dan juga konten kreator. Namun ketika saat ini fasilitas
serba ada, lantas kenapa masih belum bertumbuh juga? Apa yang salah sebenarnya?
Justru dalam kesempitan aku memiliki beragam cara untuk keluar dari
lingkarannya, tapi kenapa dalam kelapangan justru malah melalaikan?
Bahkan target bacaan saja aku mulai
mengalami kemunduran secara drastis. Tidak seperti dulu yang penuh dengan
komitmen dan perjuangan. Apa yang salah? Kupandangi emosional diriku yang
ternyata aku masih sungguh sangat terlarut yang namanya kebahagiaan semu.
Kebahagiaan yang justru membuatku bingung, bukan kebahagiaan sesungguhnya.
Bingungnya Maret, Tercerahkan di akhir
Aku sudah menemui sebuah akhir dari
segala permasalah yang ada. Kemarin, sungguh itu adalah momen paling berharga.
Ketika itu bertemu dengan coach Manu yang merupakan Sutradara di kota Medan. Ia
menyadarkanku seketika tentang apa yang kualami sebagai penulis. Mandeknya yang
membuatku jungkir balik tidak bisa menulis juga. Ternyata jawabannya hanya
satu, “jangan-jangan selama ini sedang bingung.”
Aku termangu mendengarkan coach di
ruangan yang syahdu itu. Pada pemandangan paling tenang, ada nuansa tumbuhan
dan suhu ruangan yang cenderung sejuk membuat kesadaranku kembali. Kata-kata
bingung itu bukanlah yang pertama kali kujumpai dalam hidupku di bulan ini.
Sebelumnya sudah kudengar kalimat
itu dari orang yang memiliki nama juga. Bedanya yang kemarin-kemarin itu
disampaikan dengan nuansa berasa tegang urat sajanya. Bukannya membuatku
tersadar akan ucapannya, malahan emosionalnya membuatku sakit tak ketulungan.
Mengajakku untuk pergi bersisihan atas luka yang selama ini tidak kuobati. Jadi,
wajar saja sensitifnya luar biasa. Ibarat luka yang belum kering, tersiram
jeruk nipis hingga membuatku meringis.
Harapanku saat ini dan di bulan yang akan datang
Gimana, sudah baikan?
Aku berusaha bertanya pada diriku
sendiri. Ada rasa ketidakyakinan yang melingkupi diri. Namun tak tahu itu apa,
tapi itu lebih mendingan dibandingkan aku merasakan baik-baik saja nyatanya
tidak. Sebab dewasa ini kita seringkali dihadapkan dengan sebuah kondisi
berpura-pura baik saja, sampai kita lupa sedang tidak dalam baik-baik saja.
Sehingga ketika terkena angin kencang justru malah ambruk seketika.
Menulis itu Self Healing
Coach Manu mengatakan bahwa ketika
kita sudah menuliskan masalah kita, tandanya sudah menyelesaikan masalah
sebanyak 70%. Coba perhatikan, kenapa aku enggak menulis? Apa mungkin hanya faktor
Bahagia saja? Bukannya kalau orang bahagia ia justru lebih banyak bercerita dan
menghasilkan karya? Jangan-jangan selama ini sedang bingung, sedang bingung
tentang perasaan diri sendiri.
Kututup dengan Lafazh Basmallah dan Doa
Bismillahirrahmanirrahiim…
Ya Rabb, mungkin selama ini aku
mengandalkan diriku. Padahal di balik beratnya yang kulalui ada Engkau yang selalu bersedia mendengarkan
segala keluh kesah. Ya Rabb, jangan tinggalkan hamba walau hanya sekejab.
Jangan biarkan hamba merasa tinggi hati atas semua ilmu yang kau titipkan pada
hamba. Iringilah langkah kaki hamba selalu menuju kebaikan dan selalu
mengingat-Mu. Ya Rabb, lembutkanlah hati hamba agar hamba bisa mendeteksi
kepekaan lebih dini terhadap lingkungan sekitar hamba. Ya Rabb, hamba
kembalikan segala debaran, bahagia, sedih, dan luka ini pada-Mu.