Showing posts with label curhat. Show all posts
Showing posts with label curhat. Show all posts

Idul Fitri 1445 H Ala Diary Harumpuspita

Idul Fitri 1445 H Ala Diary Harumpuspita
Nguap sedikit udah ketinggalan zaman, untung enggak beda generasi. Mungkin kalau yang beda generasi ini nih ketika saya sudah menikah. Hahah, lucu ya. Entah kapan pun nikahnya. Besok sajalah, kalau enggak kesiangan.

Oke, lebaran pertama bertepatan 1 Syawal 1445 H. Tahu nggak apa yang terintas dalam benak? Banyak banget.

Hal-Hal yang terlintas di dalam benak ketika lebaran tiba ala Diary Harumpuspita tahun 1445 H.

1.       Dosa

Pertama kali wajib ingat dosa, sebelum diingatin sudah sadar duluan. Hmm, itu bertepatan tadi malamnya. Pas malam takbiran. Orang-orang bersuka cita meraih kemenangan sambil mengucap kalimat takbir banyak-banyak. Lah, saya malah teringat dosa yang masih bergelimpangan. Ingat dosa dan bawaannya minta ampun mulu. Emang dosa lu sebesar apa sih?

Ya, enggak tahu sih. Pokoknya kalau hati sakit enggak ketulungan, kan tandanya ada dosa tuh yang bermuara. Dosa radar budek kalau dipanggil emak bapak. Terus tentang waktu lagi, masih lalai. Enggak tepat waktu gitu kalau solat karena ketiduran. Itu rasanya sudah seperti orang kehilangan gaes. Masa iya, azan enggak dengar sama sekali. Bukannya itu pertanda kalau ada dosa yang menghampiri makanya budek atau jangan-jangan si setan yang lagi mendominasi. Ah, tuh kan. Ujung-ujungnya menyalahkan setan lagi, kan menjadi dosa karena berburuk sangka sama setan.

2.       Turunin standar kebahagiaan sampai paling rendah

Bagi saya, adik itu kayak bestie. Qadarullah, ia kecelakaan ketika malam minggu menjelang lebaran yang mengharuskan dirinya rehat di kamar. Bersamaan dengan itu kami menyusulnya dan ternyata sepeda motor mogok dikarenakan tali belting putus dan ayah saya jatuh dari kereta ketika perjalanan pulang. Alhasil, di rumah pada bersakitan. Tinggal saya dan adik saya yang paling bungsu terbilang paling waras.

Sebenarnya saya tuh masih belum siap saja dengan pertanyaan kapan dan kenapa. Takut-takut kejadian sebelumnya terulang lagi ketika bertemu dengan orang lain ketika lebaran. Kalau dulu senangnya bukan main bertemu dengan keluarga yang datang ke rumah. Tahun ini memang sebaiknya lebih sering ngendap di rumah saja deh biar lebih aman gitu. Kebetulan adik juga sedang sakit kan, kan jadi ada alasan nggak ke mena-mana. Walaupun kadang mikirnya gitu, kalau memang saya ditakdirkan untuk mengalami kejadian serupa seperti tahun-tahun yang lalu. Bukankah itu pasti terjadi? Ngapain repot, yang penting sekarang ini saya bahagia walaupun kelihatan random dan absurd sekalipun.

3.       Ngebayar hutang tugas yang belum terselesaikan

Setiap minggu, saya paling rajin untuk menulis catatan dosa yang harus saya selesaikan. Alhasil lumayan banyak jugalah kalau dihitung-hitung. Selama masanya kerja, saya tak punya banyak waktu untuk menyelesaikannya. Pagi, siang, hingga ke sore saya mendedikasikan diri ke sana. Sementara kalau malam waktunya berkhalwat kepada Allah. Jadi, liburan ini adalah cara yang paling tepat untuk menyelesaikan segala hutang tugas.

4.       Makna kesendirian yang terasa banget

Sebenarnya saya enggak sendirian, ada Allah beserta para malaikatnya. Cuma yang menjadi nyesnya ini bukan pekara kamu kapan? Tapi lebih kepada, “semoga Henny diberikan jodoh yang sholeh.” Seketika perasaan saya nyesnya engggak ketulungan, disambut lagi dengan abang yang ngegodain pasal romansa saya tidak normal dikarenakan belum pernah pacaran di umur yang setua ini. Tahu ekspresi wajah saya? Masam bukan main dong ya. Susah benar menjaga diri untuk tidak masuk ke zona perzinaan. Malah kena kompor, untung enggak meledak sih. Saya tahu dengan diri sendiri yang sebenarnya kalau urusan perasan itu ngebuat diri lemah tak berdaya. Bahkan menjadi shaleha sekalipun juga enggak menjamin diri aman dari zona mabuk asmara. Yah, daripada jatuh ke tangan yang salah mending menjaga diri sampai akhirnya dihalalin. Bunda Maryam saja bisa menjaga kehormatannya, masa kita sebagai wanita enggak bisa sih. Hmm, untungnya teman-teman yang lainnya pada shaleha, jadi radar kuat kalau digoyang dengan pernyataan abang saya bak angin tornado itu.

Mungkin selama ini saya sudah ketemu jodoh sebenarnya, cuma memang belum waktunya saja yang disatuin. Jadi, mohon banyak-banyak bersabar. Pada segmen lain bakalan saya buat deh kriteria calon pendamping Diary Harumpuspita.

5.       Apa kabar perkembangan diri?

Sebagai orang yang fleksibelitas, saya tuh suka berpikiran kalau karakter itu bisa diubah sesuai dengan maunya diri seperti apa. Walaupun butuh usaha yang luar biasa.  Enggak terpatok dengan karakteristik zodiak atau golongan darah. Ya, walaupun setelah diintip-intip juga enggak ada bedanya. Makanya saya kaget luar biasa ketika mengetahui kalau memang tingkat kepekaan perasaan itu lebih dominan dibandingkan logika. Beda sendiri soalnya sama saudara yang lain. Sampai mikirnya begini, ya Allah kenapa hamba berbeda? Cuma sebaper-baper saya kamu mengatakan nggak mood itu diusahakan jangan keluar. Ah, iya. Sikap enggak enakkan itu barangkali yang menjadi penyebabnya.

Yah, anggap sajalah punya perasaan yang lebih dominan itu sebagai kekuatan karena memang jarang banget ada, karena orang yang enggak peka dalam hidup. Paling dihidupkan saja tingkat kepekaannya pada hal-hal yang tepat, tapi yang namanya juga hidup. Capek benar, kalau hidup cuma mikirin perasaan. Ya enggak jalan-jalan. Makanya cara mengatasinya ketemu orang yang lingkarannya benar-benar positif. Mari didekati secara ugal-ugalan.

Jadi, mulai lagi dengan kebiasaan baru untuk membentuk sebuah karakter? Siapa takut.

6.       Enggak beli baju nggak buat galau kok

Sudah dewasa malah enggak beli baju. Hmm, enggak suka style ya? Kayaknya wanita yang kurang memperhatikan style dalam hidup adalah saya. Senang banget kayaknya kalau mengenakan pakaian ala sederhana. Bukanya gimana ya, enggak suka style. Saya suka style kok, bahkan kepikiran untuk menjadi designer pakaian syar’I ketika masih kecil. Masalahnya stok pakaian sudah banyak banget di rumah. Takut saja enggak bisa mempertanggung jawabkannya di akhirat gitu. Yah, walaupun pakaian yang ada di rumah kebanyakan merupakan hibah, tapi kan itu pakain layak pakai juga. Mending uangnya buat dibelikan buku atau kasih emak saya saja deh biar bisa makan enak. #plak.

7.       Waktunya berkarya ugal-ugalan

Tunggu nih, otak saya tengah berpikir pasal ini. Pada masa silam, saya punya target yang besar dalam menjalani hari. Kalau setiap hari minimal menghasilkan satu karyalah begitu. Bahkan sampai di titik puncaknya adalah estimasi satu jam satu artikel atau satu bab novel. Sampai segitu produktifnya ya kan. Sekarang ini, emang bisa melakukan hal yang serupa?

Yah, kalau dibilang serupa sih bisa. Cuma enggak instan saja, ibaratnya baru merangkak lagi, berjalan, baru bisa berlari. Hihi, kita lihat saja perkembangan nanti. Bakalan terdistrak lagi nggak ya? Bakalan goyah lagi nggak ya? Atau semangatnya sama nih seperti buntut tikus.

Oke, itu saja yang bisa saya sampaikan pada segmen kali ini. Semoga Allah Swt memberikan taufik hidayah dan bisa terus saya genggam dalam hidup. Semangat berproses. Mari bertumbuh sesuai dengan maunya Allah dan maunya hati kita, jangan maunya orang. Enggak tenang hidupnya ntar.

Muhasabah Pertama 2024

 

Cara Cepat Untuk Bertumbuh

 Cara Cepat Untuk Bertumbuh

Sejatinya kita tidak ada yang benar-benar siap.

Aku termangu dan tergugu tanpa merasa bersalah tentang kewajibanku sebagai penulis yang seharusnya memang menulis. Nyatanya­­ dalam beberapa bulan belakangan ini toh aku vakum dari dunia blog. Padahal untuk mendongkrak keuangan blog ini sungguh sangat signifikan. Minimal dua ratus ribu per bulan untuk ongkos minyak juga enggak ke mana kan.

Yang Terjadi di Bulan Januari

Bulan pertama aku mendedikasikan diri sebagai novelist. Novelku yang pertama di tahun 2024 ini selesai kutulis dan itu merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa. Pada masa itu, waktuku nyaris tersita untuk yang lain, bahkan kalau di bilang sungguh tidak memungkinkan. Hanya karena satu perkataan dari ayahku yang mendukungku, “Kamu mau menjadi penulis kan? Satu buku satu bulan.” Begitu jawaban itu keluar dari bibir ayah. Rasa hatiku girangnya bukan main dan Alhamdulillah selesai pada waktunya. Sungguh, karya itu adalah karya terbaik yang pernah kutulis. Sebab cara penulisannya pun penuh dengan penjagaan.

Milad Februari Kebahagiaan Berujung Kehanyutan

Sungguh, aku tidak tahu bagaimana caranya mengekspresikan rasa bahagia. Hal yang kutahu bagaimana mengekspresikan semua rasa sedih itu menjadi sebuah karya. Namun kebahagiaan sungguh membuatku bingung. Aku mulai mangkir dalam menulis. Jejak tulisan itu tak ada lagi. Aku sungguh sibuk menghadiahi diriku sendiri dengan kebahagiaan yang bersamaan. Satu karena karyaku selesai dan yang kedua karena Diary Harumpuspita sedang MILAD yang ke-4 tahun. Seharusnya ada sebuah tulisan yang kusajikan. Karya dibalas oleh karya. Lalu kenapa tidak ada?

Sayangnya pertanyaan itu tidaklah kulontarkan di bulan Februari yang penuh dengan musim semi. Kebahagiaan itu sungguh membutakan jalan untukku bertumbuh. Apakah kebahagiaan merupakan sebuah kesalahan? Seringkali ia melalaikan, seringkali ia begitu menipu mengajakku untuk melupakan tanggung jawab mana yang harus dipenuhi.

Terlebih lagi ada kehadiran yang tidak kusangka-sangka, yaitu Wifi di rumah. Seharusnya pertumbuhanku sungguh sangat pesat. Tidak perlu mengkhawatirkan lagi kenapa aku harus pulang lama di sekolah demi mengerjakan tugas. Bahkan ketika tiada satu pun yang tersisa di sana.

Dulu, ketika aku membayangkan memiliki banyak kuota. Hal yang kulakukan adalah bagaimana bisa menjadi seorang blogger professional dan juga konten kreator. Namun ketika saat ini fasilitas serba ada, lantas kenapa masih belum bertumbuh juga? Apa yang salah sebenarnya? Justru dalam kesempitan aku memiliki beragam cara untuk keluar dari lingkarannya, tapi kenapa dalam kelapangan justru malah melalaikan?

Bahkan target bacaan saja aku mulai mengalami kemunduran secara drastis. Tidak seperti dulu yang penuh dengan komitmen dan perjuangan. Apa yang salah? Kupandangi emosional diriku yang ternyata aku masih sungguh sangat terlarut yang namanya kebahagiaan semu. Kebahagiaan yang justru membuatku bingung, bukan kebahagiaan sesungguhnya.

Bingungnya Maret, Tercerahkan di akhir

Aku sudah menemui sebuah akhir dari segala permasalah yang ada. Kemarin, sungguh itu adalah momen paling berharga. Ketika itu bertemu dengan coach Manu yang merupakan Sutradara di kota Medan. Ia menyadarkanku seketika tentang apa yang kualami sebagai penulis. Mandeknya yang membuatku jungkir balik tidak bisa menulis juga. Ternyata jawabannya hanya satu, “jangan-jangan selama ini sedang bingung.”

Aku termangu mendengarkan coach di ruangan yang syahdu itu. Pada pemandangan paling tenang, ada nuansa tumbuhan dan suhu ruangan yang cenderung sejuk membuat kesadaranku kembali. Kata-kata bingung itu bukanlah yang pertama kali kujumpai dalam hidupku di bulan ini.

Sebelumnya sudah kudengar kalimat itu dari orang yang memiliki nama juga. Bedanya yang kemarin-kemarin itu disampaikan dengan nuansa berasa tegang urat sajanya. Bukannya membuatku tersadar akan ucapannya, malahan emosionalnya membuatku sakit tak ketulungan. Mengajakku untuk pergi bersisihan atas luka yang selama ini tidak kuobati. Jadi, wajar saja sensitifnya luar biasa. Ibarat luka yang belum kering, tersiram jeruk nipis hingga membuatku meringis.

Harapanku saat ini dan di bulan yang akan datang

Gimana, sudah baikan?

Aku berusaha bertanya pada diriku sendiri. Ada rasa ketidakyakinan yang melingkupi diri. Namun tak tahu itu apa, tapi itu lebih mendingan dibandingkan aku merasakan baik-baik saja nyatanya tidak. Sebab dewasa ini kita seringkali dihadapkan dengan sebuah kondisi berpura-pura baik saja, sampai kita lupa sedang tidak dalam baik-baik saja. Sehingga ketika terkena angin kencang justru malah ambruk seketika.

Menulis itu Self Healing

Coach Manu mengatakan bahwa ketika kita sudah menuliskan masalah kita, tandanya sudah menyelesaikan masalah sebanyak 70%. Coba perhatikan, kenapa aku enggak menulis? Apa mungkin hanya faktor Bahagia saja? Bukannya kalau orang bahagia ia justru lebih banyak bercerita dan menghasilkan karya? Jangan-jangan selama ini sedang bingung, sedang bingung tentang perasaan diri sendiri.


Obat yang paling mujarab di saat sudah jungkir balik tidak juga menemukan ide. Ya, kita memang harus keluar hidup-hidup dari lingkaran itu. Bertemu dengan orang baru dan menemukan inspirasi baru. Sebab ranah penulis itu bukanlah antara aku dan layar persegi di sebuah ruangan belaka. Namun bagaimana aku bisa merasakan rasa yang sesungguhnya dan menuliskannya di dalam tulisan itu supaya ada nuansa hidup yang sesungguhnya. Writing by experience adalah sebuah tulisan yang mampu dipertanggung jawabkan kebenarannya dibandingkan hanya menuliskan kisah Fantasi belaka. Kalau memang genrenya merupakan kisah Fantasi ya sah-sah saja dong berimajinasi sebebas mungkin. Namun tetap ada logika yang harus bisa diterima juga kan. 

Kututup dengan Lafazh Basmallah dan Doa

Bismillahirrahmanirrahiim…

Ya Rabb, mungkin selama ini aku mengandalkan diriku. Padahal di balik beratnya yang kulalui ada Engkau yang selalu bersedia mendengarkan segala keluh kesah. Ya Rabb, jangan tinggalkan hamba walau hanya sekejab. Jangan biarkan hamba merasa tinggi hati atas semua ilmu yang kau titipkan pada hamba. Iringilah langkah kaki hamba selalu menuju kebaikan dan selalu mengingat-Mu. Ya Rabb, lembutkanlah hati hamba agar hamba bisa mendeteksi kepekaan lebih dini terhadap lingkungan sekitar hamba. Ya Rabb, hamba kembalikan segala debaran, bahagia, sedih, dan luka ini pada-Mu.

Menjadi Writerpreneur Bersama KBM APP (Part 1)

Menjadi Writerpreneur Bersama KBM APP (Part 1)

Ada yang tahu nggak KBM App itu apa? Tahu nggak bentuknya seperti apa?

Salah satu start up teknologi di bidang kepenulisan ini justru saat ini mengalami Fase Masyaa Allah, Tabarakallah, alhamdulillahirrabbil alamiin. Istilah bekennya adalah naik daun.

Begitulah rasa yang terhinggap dalam diri saya menyaksikan kisah sukses banyak orang sebagai penulis KBM App. Meskipun pagi ini sebelum saya menulis ini, Ibu saya masih terus berkata kepada saya.

“Ngapain sih Ni kamu nulis?” Bahkan setelah tadi malam ia memberikan sebuah informasi dalam diri saya kalau orang yang selalu duduk saja akan mendapatkan batu ginjal. Lantas secara tak menyadari bahwa saya sedang membela diri, saya justru memberi tahu kalau obatnya adalah banyakin air putih, setelah itu sering membersihkan rumah. Kan jalan-jalan juga.

Saya mengikuti KBM App jauh sebelum namanya melintang di dunia kepenulisan. Waktu itu masih ada nama Al-Fatihnya (kalau tidak salah) di mana mereka memberikan koin emas gratis untuk akun pengguna baru. Kalau sekarang sudah tidak lagi. Walaupun sudah mengganti nama sebagai KBM App, alhamdulillahnya saya masih bisa menggunakan koin emas tersebut untuk membuka kunci bab berbayar. Kalau tidak salah jumlah koin emas gratis yang saya miliki waktu itu berkisar 100.

Kejab, maksudnya gimana nih. Saya masih belum paham apa itu KBM App. Kenapa namanya enggak seperti yang lainnya?

KBM App sendiri adalah singkatan dari KBM (Komunitas Bisa Menulis) yang berlogo pena dengan perpaduan warna hijau putih. Saat ini saya menyadari kalau KBM App sangat sensitif dengan konten pornoliterasi dan sangat memegang teguh kalau menulis itu memberikan pencerahan. Sama seperti dengan motonya FLP.

Walaupun judul novel yang sangat laris di sana bertema Drama Rumah Tangga. Saya mencoba menahan diri untuk tetap stay bersama KBM App sampai sekarang ini. Meskipun tidak memberikan janji manis seperti platform lainnya.

Loh kenapa?

Karena sampai sejauh ini reputasi KBM App dalam finansial itu sangat transparan dan amanah. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Kalau tulisannya laku ya laku, kalau enggak ya enggak. Itu datanya selalu saya terima setiap kapan mereka sempat mengirimkannya. Biasanya Pak Isa pagi dini hari menjapri saya dengan pesan broadcasting lengkap dengan data finansial bagi hasil para penulis hingga hari ini.

Maka begitu saya melihat angka yang tertulis pada peringkat teratas penulis yang bernama Bunga BTP mencapai kurang lebih sekitar dua ratus juta pada tanggal 1 Desember 2023. Masyaa Allah, tabarakallahu Fiik. Saya merasa sangat bahagia. Padahal saya tidak kecipratan apa-apa loh. Namun saya merasa sangat bahagia seolah-olah seperti apa yang dirasakan Mbak Bunga saat ini. Mungkin begitu kali ya, perasaan seorang mukmin selalu seperti mukmin lainnya. Apabila yang lainnya bahagia, kita juga turut merasakan kebahagiaan serupa. Begitu pula sebaliknya.

Perjalanan Penghasilan Para Penulis KBM App

Tepat tanggal 16 Januari 2021. Waktu masih jamannya Covid 19 pertama kali membludak di Indonesia. Saya sudah memiliki nomor pribadinya Pak Isa Alamsyah, yang merupakan CEO KBM App saat ini. Sebelumnya tidak metode japri, tapi secara via grup WhatsApp saja. Bahkan mereka waktu itu concern di Facebook. Sementara saya sudah tidak suka main di Facebook lagi. Jadi, kalau ada pun jarang sekali saya buka.

Meskipun begitu, saya sangat bersyukur kalau Pak Isa selalu mengirimkan pesan broadcasting kepada saya dengan tujuan memotivasi para penulis. Masyaa Allah, saya begitu tersentuh ketika pesan pertamanya berjudul Konsisten Membawa Momentum. Alhamdulillahnya, pesan pertama itu tidak saya hapus. Jadi, bisa saya baca ulang. Jadi saya bisa membangkitkan semangat saya untuk tetap menjadi novelis.

Barulah di tanggal 17 Juli 2021 saya mendapatkan Update rangking top 500 para penulis yang ada di KBM App. Waktu itu Mbak Majarani mendapatkan penghasilan berkisar Rp32 juta lebih. Saya spill angkanya ya. (Rp32.752.593) dan disusul pula kak Dwiindra0330 di nominal yang tidak jauh beda.

Begitulah angka-angka yang saya baca dari pesan Pak Isa secara rutin dipadukan dengan motivasi berkarya dan informasi lainnya terkait lomba menulis hingga Belajar dari Bintang secara gratis. Saya ingat sekali perjalanan kisaran angka para penulis dari mulai 30+, 50+, 80+, dan yang lebih wah hingga 200+ juta dalam sebulan. Padahal kemarin rasanya masih ngobrolin akumulasi penghasilan 200+ juta loh dalam beberapa tahun. Eh, ini sudah sebulan saja.

Kalau saya yang mendapatkannya auto ikutan naik Haji Furoda bersama Ayah saya tahun ini juga. Masyaa Allah, tabarakallah. Semoga Allah meridhoi.

Kenapa konsepnya Writerpreneur kok enggak sistem royalty saja?

Nah, inilah yang membedakan KBM App dibandingkan dengan platform lainnya. Penjualan bab berbayar di sana diibaratkan kami sedang menjual buku juga loh. Makanya sistemnya bagi hasil. Berarti angka yang tertulis itu adalah bagi hasil penjualan para penulis. Sehingga kami disuruh untuk melaporkannya ke ditjenpajak ketika sudah mendapatkan penghasilan yang dikenakan pajak. Istilahnya pajak penghasilan untuk para UMKM. Ingat, produknya adalah karya digital.

Wih, mantap dong ya. Emang kamu sudah dapat berapa dari sana?

Dulu, awal-awal saya mempromosikan KBM App kepada teman saya. Mereka mengira kalau saya sudah menghasilkan banyak digit dari sana ketika melihat karya saya yang mejeng ada beberapa. Bahkan sampai jumlah buku 17 sekalipun. Saya hanya menghasilkan pendapatan Rp0 yang artinya tidak menghasilkan apa-apa.

Lantas kenapa masih bertahan?

Nah, itu nanti saya bahas di part selanjutnya. Namun satu hal yang pasti adalah saya merasa nyaman di sana bukan lagi karena banyak pertimbangan, tapi ya memang mengikrarkan. Justru penghasilan menulis saya saat ini masih didominasi oleh blog dan pernah juga di platform lainnya. Walaupun sifatnya recehan.

Bagi saya, bayaran menulis itu enggak ada yang bisa menandingi dengan rasa kebahagiaan. Sehingga kalau ada yang menanyakan saya menulis dibayar berapa? Saya dengan semangat menjawabnya dengan kebahagiaan. Bagi saya naskah selesai, artikel selesai, apalagi berhasil diunggah itu adalah kebahagiaan dari seorang penulis.

Seni Memperibet Diri VS Keep It Simpel


Seni memperibet diri VS Keep It Simple

Pengalaman Memperibet Diri Sendiri

Sebagai seorang yang terkenal sangat keras kepala, ini kata ibu saya dulunya. Sekarang masih terkesan sangat keras kepala, terlebih lagi terhadap impian di masa depan. Sudah dibilang juga nggak usah nulis, enggak ada gunanya, masih juga tetap nulis. Entah kapanlah kau bisa maju, asyik terpuruk aja.

Ada juga ungkapan dari sahabat saya mengatakan apa yang dia pandang terhadap diri saya.

Si kocik ini payah Ma, (waktu itu dia bilangkan ibunya) dia kalau udah satu ya satu. Kau pun Ni, namanya orang tua. Dia pasti tahu apa yang terbaik buat anaknya. Jadi begitulah, kupandang udah lama kali dirimu nulis, tapi kok enggak sukses-sukses gitu ya.

Saya menuliskan ini dengan perasaan yang sedikit nyelekit, menusuk jantung tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Padahal ngakunya udah ikhlas dengan segala wahana ungkapan atau cara orang lain yang melarang saya untuk meneruskan dunia tulis menulis. Namun tak mengapa, saya harus keep it simple, bawa enjoy saja sama orang-orang yang julid.

(Masih berpikir, pengalaman apa yang memperibet diri sendiri)

Bermula ketika masa di perkuliahan. Gaya belajar saya pada waktu itu terkesan sangat lambat. Orang-orang sudah menggunakan kecanggihan teknologi dalam menyelesaikan tugas review jurnal berbahasa Inggris. Saya malahan berusaha tidak menggunakannya karena hanya merasa tidak mengerti dengan terjemahan secara digital. Berasa kurang memahami apa yang disampaikan secara bahasa Indonesia.

Apa yang terjadi?

Saking kuatnya saya mempertahan egois dalam diri untuk tidak menggunakan fasilitas canggih arahan teman saya. Alhasil apa yang saya dapatkan? Benar sekali, tugas tidak selesai tepat waktu dan saya dimarahin sama teman saya sendiri selaku pengumpul tugas. Fix, rasa nyelekitnya tak terlupakan sampai sekarang.

Pengalaman kedua cara memperibetkan diri adalah dengan mengerjakan tugas yang sebenarnya orang lain sudah mengerjakannya. Saya tetap mengerjakannya sebisa mungkin versi diri saya, walaupun sebenarnya saya itu harus menyiapkan diri bahwa hasil pekerjaan saya tidak digunakan oleh mereka. Alasannya sungguh sangat klasik. Yah, itung-itung buat latihan belajar bagaimana caranya membuat tugas itu. Sementara ada orang lain yang sedang menasehati diri saya. “Jangan begitu, kan enggak enak juga. Kalau mereka sudah buat, sementara kamu buat juga. Entah mereka mikirnya sebagai perbandingan jatuhnya. Enggak enakan jadinya.”

Waktu itu posisinya saya sudah mengerjakan separuh. Walaupun saya mengetahui tugas itu memang sudah dibuat orang lain. Entah mengapa saya merasa harus menutup mata atau pura-pura tidak tahu saja. Astaghfirullah, saya berusaha untuk melihat diri yang ternyata masih terbesit rasa keegoan tinggi. Enggak mau mengomunikasikan hal ini. Terlebih lagi memberikan sebuah alasan bahwa saya tuh akhir-akhir ini sungguh sangat sibuk, tapi tidak mampu mengatakannya dan akan mengusahakan nanti. Hingga akhirnya menuju hari terakhir barulah saya mengerjakannya dan alhamdulillahnya sih siap dikerjakan. Walaupun tugas saya belum sempat dibacanya pada hari yang dijanjikan.

Pengalaman ketiga cara memperibetkan diri adalah dengan tidak pernah meminta uang pada ayah saya padahal saya sungguh sangat butuh hingga akhirnya terlibat situasi gelap. Alasannya sungguh sangat klasik, saya berpikir ayah tidak punya uang karena setiap hari Ibu selalu mengatakan hal ini. Padahal aslinya, uang Ayah saya banyak tuh dan bahkan dihambur-hamburkan ke orang lain yang tidak tepat. Saya berharap orang sekeliling saya itu peka. Kalau saya sudah mengatakan tidak punya uang untuk ongkos ke kampus atau ke mana gitu ya dikasih. Nyatanya enggak ada yang peka :D. Nggak ada yang mau memberikannya kepada saya. Sampai pada akhirnya ini pengalaman yang menyedihkan. Saya tidak jadi ikutan daftar PPG Prajabatan hanya karena enggak punya uang  200 ribu untuk biaya ujiannya. Padahal saya tuh sudah mati-matian mengeluarkan energi untuk menjawab pertanyaan esai yang membuat kepala mendidih. Namun ya sudahlah, itu kan sudah menjadi masa lalu. Hal yang jelas setelah beranjak dari situ kalau saya bilang saya enggak punya ongkos buat kerja atau enggak punya paket internet auto ditawarkan pinjaman oleh keluarga saya.

Belajar Keep It Simple

Arti dari keep it simple  itu adalah menyederhanakan sesuatu yang berarti jangan memperibet diri loh. Misalnya ada pekerjaan rumah yang berantakan. Kita sudah lelah banget karena habis pulang kerja, terus lihat yang lain asyik sibuk sendiri sama kegiatan have funnya. Pasti bakalan menyuruhnya untuk membantu membereskan kan. Cara mengatasinya adalah dengan menyuruh secara baik-baik. Kalau enggak dikerjai, ya kerjai sendiri. Kok ribet, kan yang ingin suasana hidup rapi tuh diri sendiri bukan dia yang sedang have fun.

Kalau ketemu orang terdekat, khususnya keluarga. Dia enggak punya uang buat ongkos untuk perjalanan menimba ilmu. Sementara kitanya ada rezeki yang lebih. Berikan sedikit, tanpa perlu diminta. Kan simple, cara berbuat baik tanpa harus menurunkan ego.

Untuk pengalaman ini sebenarnya saya masih sangat minim sekali pengalamannya, tapi ada satu rekomendasi pembahasan tentang keep itsimple dalam hubungan yang mungkin bisa dipelajari. Kebetulan saya baru belajar dari acara Hajatan yang diadakan oleh Kemenkeulibrary.

Itu saja kali ya cerita pada awal pagi kali ini. Semoga menjadi perenungan bersama bahwa jangan mengambil pusing sesuatu yang sebenarnya masih bisa nggak perlu dipusingin, sebagai gantinya ya harus cari solusi untuk menurunkan rasa egois di dalam diri. Kalau masih sulit juga. Banyakin saja istighfarnya. Supaya Allah Swt melembutkan hati kita.

Sadari Backup Data Sejak Dini

Sadari Backup Data Sejak Dini

Apakah kamu merupakan seorang penulis platform?

Bagaimana kamu menuliskannya selama ini?

Well, saya adalah seorang penulis yang kebanyakan karyanya tersebar di mana-mana. Alhasil, saking percayanya dan asyik loncat sana dan sini saya kehilangan database.

Loh, kok bisa? Gimana caranya tuh?

Warning

Walau sebenarnya saya paling anti yang namanya ghibah, tapi demi pembelajaran bersama. Ya, enggak apalah.

Beberapa kali saya mempercayakan kepada platform, beberapa kali pula saya kecewa berat. Walaupun sebenarnya ada beberapa platform juga yang memang kasusnya serupa. Hanya saja, dikarenakan karya saya enggak rampung di sana dan enggak banyak jadi enggak terasa kali. Nah, di platform ini. Benar-benar saya ngerasa kecewa berat.

1.       Sudah tak menjadi bagian dari Novelme

Platform yang berhasil membayar 400 ribu sebulan pada waktu itu pada akhirnya terancam tutup juga. Yah, alhasil saya mundur, karena memang para penulisnya juga pada mundur. Bahkan editor di sana juga turut mengundurkan diri.  Merasakan kekecewaan yang serupa. Namun sebenarnya pada platform ini saya memiliki database juga karena waktu itu nulisnya emang kejar tayang banget. Nyambung enggak nyambung kualitas ceritanya saya gaskan hingga mencapai target.

2.       Cwitan bukan hanya sekedar Quotes

Cwitan adalah platform menulis yang berdasarkan kata-kata mutiara. Saya enggak tahu dulunya bahwa kata-kata mutiara meskipun jumlah katanya enggak banyak ternyata sungguh berharga. Tiada hari tanpa ada kata-kata mutiara. Kini saya baru menyadari bahwa ada masanya saya enggak bisa mengucapkan kata-kata mutiara.  Berhenti prokduksi. Hei, ada apa ini? Bahkan masalah yang banyak sekalipun berdatangan enggak membuat saya mampu berkata selain diam dan pasrah.

                Nah, pada platform ini pun juga serupa. Tidak bisa diakses sama sekali dan data pun dipastikan hilang. Kalau dihitung, ada ratuan kata mutiara yang berhasil saya tuliskan di sana.

Kini saya menyadari bahwa hanya dengan bermodalkan kata-kata mutiara doang. Ternyata juga bisa dibisniskan jugaloh dan menghasilkan uang. Contohnya dibuat tulisan yang bisa dipajang di dinding ruang tamu.

Rasanya sayang banget kalau buah pikiran hilang begitu saja tanpa jejak.

3.       Storial si pengikat hati

Dulu sebelum kedatangan banyak platform. Storial sudah launching dulu dan saya pikir sepertinya para penulis bisa naik finansialnya dari menulis. Sementara wattpad masih gitu-gitu aja, belum ada sistem royalti yang seperti sekarang ini. Sering ngadain event menulis sebulan sekali dan rata-rata saya mengambil bagian darinya. Nah, mulai dari situlah banyak karya saya seperti Renjana di Bulan Purnama, Nisa dan Aldo, Alesha (Cerpen), Assalamulaikum Motivasi Iman, dan Food In Memories.

Hal inilah yang sangat disayangkan bagi saya. Saya masih sangat ingat masa-masa tumbuh kembang kepenulisan di sana apalagi yang event cerita Rahasia Salinem  bercerita tentang kisah kehidupan seorang nenek tua yang sebatang kara. Cerita itu paling berkesan bagi saya.

Saat ini saya berusaha mencoba untuk mengakses Storial. Sungguh teramat disayangkan sudah berbulan tidak bisa diakses kembali. Meskipun mengontak CS sedang berada dalam perbaikan. Saya sudah kehilangan harapan di sana. Banyak teman saya yang punya cerita premium sudah menarik naskah dan memutuskan kontrak dan membuat ekspektasi saya sungguh mengkhawatirkan.

Terancam kehilangan data. Rasa kekecewaan itu jelas ada. Namun kan enggak mungkin saya mau ngamuk seperti apapun juga belum tentu bisa kembali. Alhasil berusaha merelakan sajalah. Seperti berada di posisi capek aja gitu. Ada enggak ada udahlah. Apa mungkin saya harus merelakannya begitu saja? Ini seumpama dengan kasus merelakan sesuatu yang disayang.

Cerita kehilangan Database serupa

Pengalaman yang terasa gelap ini pun pernah terjadi di para blogger yang ingin migrasi platform. Minggu lalu saya ikut webinar yang diadakan oleh Cabaca dan kak Refi. Nah, beliau bercerita bahwasannya ia juga pernah kehilangan ratusan artikel yang pernah dibuat juga loh. Maka dari situlah saya berpikiran bahwasannya menyelamatkan database bisa sepenting itu  dan sangat urgent.

Menulis itu bukannya sekali kedip jadi, tetapi melalui proses dan pengalaman yang panjang. Apalagi kalau awal-awal menulis. Saya masih ingat sekali memaksakan diri berjam-jam di depan laptop, tapi enggak menghasilkan target yang hendak dicapai. Bahkan dapatnya hanya satu kalimat saja malah.

Kak kapan sebaiknya database diupdate?

Ya, sebaiknya, setiap kali menulis setiap itu jika kita harus menyimpan ke databasenya, tapi kalau enggak memungkinkan minimal 3 bulan sekali lah.

Evaluasi

Ini sejujurnya menjadi pr besar bagi saya. Lebih milih bertumbuh dibandingkan merawat, maksudnya saya tuh lebih suka menghasilkan sesuatu yang lebih baru berupa tulisan atau belajar, dibandingkan sekedar merawat apa yang ada. Sebab mengkategorikan sesuatu pada tempatnya itu kan termasuk perawatan pada diri. Supaya lebih terorganisir dan enggak kebingungan ketika mencari. Alhasil, saya hanya sekedar memindahkan doang. Ini nanti bisa saya rencanakan deh pas waktunya tepat setelah menyelesaikan deadline yang rentang waktunya sungguh mengkhawatirkan.

Ada yang tahu nggak masalahnya kenapa ya?

Masalah yang paling utama adalah finansial. Pengetahuan ini saya dapatkan ketika mengambil bagian dari pembelajaran Back End Developer pada waktu itu. Pekerjaan Back End itu memang mudah, tapi harus kuat di keuangan karena mengadakan website supaya bisa tayang saja di seluruh dunia itu membutuhkan uang sewa loh. Bayar hosting istilahnya.

Platform-platform yang sudah mundur ini sudah dipastikan tidak lagi membayar hosting. Bahkan di blog yang sedang saya tulis ini pun desas-desusnya juga banyak yang khawatir tentang kan kita enggak tahu nasibnya blogger ini gimana ke depannya.

Percaya pada sesuatu itu menyakitkan, tapi yang lebih penting adalah kita harus percaya pada diri sendiri bahwa bisa meminimalisir kemungkinan yang terburuknya. Selamatkan database segera.

Sadari Backup Data Sejak Dini


Kaya Pun Tidak

kaya dengan menulis

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh …

Hari telah berganti, waktu telah berlalu. Sementara aku masih di sini, diam, dan termenung pekara waktu. Lantas, akankah aku begini terus? Membisikkan beragam impian yang terpendam dalam sebuah cerita 1000 negeri dongeng.

Hei, Negeri dongeng itu menarik bukan? Seumpama seribu impian kala mata terpejam ataupun penghantar tidur sebelum tidur sesungguhnya.

Aku kembali dari impian yang terdahulu.  Sejauh episode sebelumnya yang belum bertemu dengan kisah akhir. Sejauh itu pula, mari melanjutkan sejarah dengan mengulas beragam hal yang belum terselesaikan.

1.      Kisah Akhir Bulan

Makan dengan menu sajian lauk yang enak adalah impian semua orang. Malam itu, aku terkenang. Saat masa sulit ditinggal Bapak kawin lagi. Sajian nasi goreng dengan khas cabai rawit ditemani kerupuk terasa nikmat.

“Ingin makan enaklah,” rengekku merindukan lauk yang lain.

“Sok punya duit betingkah.” Adikku yang lelaki turut mengomel dan kali ini ia lebih mengomeliku dengan ada benarnya. Kisah akhir bulan, istilah tanggal tua.

Bukan bersebab karena menghabiskan lauk yang enak di tanggal muda, tapi memang situasinya yang hidup serba pas-pasan. Gajiku tak cukup mendongkrak kehidupan finansial keluarga kami.

“Iyalah.” Aku berpasrah, menimbang ulang dengan nafsu makanku saat ini. Sungguh berbeda dari dulu ke dulu yang diselingi rasa syukur karena masih kecil masih bisa bersekolah dan makan seadanya. Namun setelah dewasa ini, cara pandangku mulai berbeda. Tidak ingin kembali ke masa lalu dengan keluh kesah serba kekurangan.

2.      Kalau Nanti Punya Uang

Kalau nanti punya uang mau diapain?

Dialokasikan kepada orang yang tepat sembari mendambakan bisa makan direstoran tanpa melihat daftar harga.

Tidak, bukan begitu caranya. Kalau punya uang, bukan taraf hidupnya yang perlu ditingkatkan, tetapi sedekahnya diperbanyak. Bukankah berbagi jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan makan sendiri?

“Benar juga ya,” pikirku seketika.  Percuma banyak duit, tapi hati enggak tentram karena tidak berbagi. Sebab, nikmatnya hanya sampai ke perut sendirian. Sementara banyak orang yang juga berselera ingin makanan enak juga. Selain itu, kalau nanti punya uang. Niatnya ingin nabung, siapa tahu bisa digunakan untuk keperluan lainnya yang lebih penting di kemudian hari.

3.      Solusinya apa dong?

Banyak cara yang bisa dilakukan supaya menghasilkan uang. Misalnya berdagang atau bekerja sampingan yang lain. Namun juga diperlukan perjuangan supaya mendapatkan hal yang diinginkan. Termasuk keputusan dan waktu.

“Ma, aku mau jadi penulis ajalah. Supaya enggak ke mana-mana, di rumah saja aman,” curhatku pada Mama malam itu. Sembari berbicara santai tentang hal yang tidak penting lainnya. Keputusan ini sudah lama sekali aku rencanakan. Bagaimana membuat diri tidak dikhawatirkan oleh pihak lain. Apalagi bisa menyeimbangkan waktu antara pekerjaan rumah.

   Mamaku hanya terdiam, baginya aku hanyalah pembual yang suka menyia-nyiakan waktu.

“Aku tuh maunya, nulis ini sebagai pekerjaan yang menyenangkan. Mama enggak ada teman penulis gitu?”

Mama menggeleng. “Ah, kayak gitu capeklah.”

Begitulah perbedaan pendapat di antara kami. Mungkin sekarang ini Mama masih belum percaya bahwa menulis adalah pekerjaan yang menjajikan, tapi suatu hari nanti aku yakin Mama akan percaya bahwa profesi apa pun itu selagi menyenangkan dijalani. Pasti ujung-ujungnya menjanjikan. Bahkan Tere Liye saja yang terkenal saat ini sudah berkarir selama dua puluh lima tahun. Aku pun baru tahu saat acara jumpa pengarang tanggal 2 Oktober 2022 yang lalu tepatnya di Manhattan.

4.      Sadar diri aja, Kaya pun Tidak

Aku menyadari bahwa segala hayalan apa pun yang terlintas dalam benakku. Bahkan sekaya JK Rowling sekalipun, aku hanyalah seorang penulis pemula. Meski enam tahun lamanya aku berkecimpung di sana dan masih dianggap tidak menghasilkan apa-apa oleh orang lain. Setidaknya, aku masih punya jalan untuk memetakan jalan karya.

Tidak masalah jika tidak menghasilkan bagiku, setidaknya aku masih bisa mengeksplor banyak hal dari menulis. Tentang membagikan beragam hal dengan gaya tulisanku sendiri. Tentang hayalan yang terpendam dalam cerita fiksiku.

Aku memang bukan seorang pengarang sepenuhnya, adakalanya menjadi seorang penulis blog yang mengandalkan konsep berpikir lebih tepatnya. Jadi, berkarya lagi dengan tulisan siapa takut?

Kaya pun tidak, tidak masalah jika tidak kaya akan materi. Masih ada rasa syukur yang membuat kita merasa cukup dengan apa yang ada. Itu jauh lebih berharga dibandingakan dengan kekayaan yang berlimpah ruah, tetapi tidak merasa cukup sama sekali.

Sampai jumpa di lain segmen, dengan konsep kisah yang berbeda. Semoga umur kita diberkahi oleh Allah swt.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.