The day before, when we never try, we will not know. Like that.
Setahun sudah kita mengarungi
tahun 2022, tak ada yang tahu pasti bagaimana nuansanya. Apakah baik-baik saja
atau diterpa ketidakmungkinan yang tidak mungkin dihindari?
Begitulah sekumpulan makna yang
tak terhempas dari yang namanya sebuah pengharapan. Kepercayaan yang dulunya
melambung tinggi belum tentu pula akan serupa di akhir tahun. Hidup adalah
sebuah jejak misteri yang akan terus berlanjut selagi napas berhembus.
Sebuah awal yang kukira adalah rumah
Ingatan ini melambung akan sebuah
pencapaian akan hendak dicapai. Jaraknya dekat, hingga rapat tanpa ada yang
mengira semuanya baik saja-saja. Itulah kali pertama saat sebuah pertanyaan
adalah sebuah perhatian kecil yang mengandalkan rasa. Gadis lugu yang tak tahu
menahu tentang cinta. Cinta yang mengajarkan pada pengorbanan, berlanjut pada
sebuah keikhlasan.
Sakit, tentu saja tak terhitung
bagaimana resonansinya. Getarannya mengajak berbicara kepada Sang Pencipta
tentang beragam hal yang telah dilalui. Tak banyak yang dipinta, hanya seikhlas
langit dan Bumi. Tanpa mengharap sedikit balasan yang tercipta.
Ia terlihat tegar, sehat, dan tak
memiliki cacat apa pun. Siapa pun yang berhadapan dengan dirinya akan
menanyakan sebuah solusi. “Apakah ini bisa tinggali? Apakah ini bisa
dilanjutkan?” Semuanya tampak segaris dengan senyuman keikhlasan bahwa iman itu
indah. Iman itu nyata, menerpa paling dasyat bak keindahan surgawi. Orang-orang
baik berkumpul menjadi satu, menurutnya.
Ketika salah memilih pundak
Sayang, dari sekian banyaknya
misteri yang tak terpecahkan. Keyakinan itu pula yang meruntuhkan benteng
pertahanan. Ia kira, semesta menjawab melalui doa-doa yang telah dilangitkan.
Saat melihat deretan amal yang telah berjejer meminta pertanggung jawab. Ia pikir
akan menjadi senjata pamungkas dalam bertindak. Nyatanya, ilusi mendatanginya.
Siap-siap menusuk relung terdalam, menjadikan penyakit misteri yang hanya
dirasakan oleh dirinya sendiri.
“Kalau begitu, mungkin inilah
takdirnya.” Ia mulai melihat garis tangan yang berbeda dari kebanyakan orang.
Mulai membandingkan diri bahwa sebenarnya dirinya yang hanya mampu melewati.
Memang benar adanya. Sayang jikalau ia lupa bahwa manusia lebih kompleks dalam
memecahkan masalah. Pengandalannya hanya satu, keyakinan pada Sang Pencipta
meskipun sendirian di tempat sepi. Seolah ada yang mengilhami, inilah tempat
yang paling nyata dalam melaksanakan misi. Bahkan semua orang yang ditemui
bukanlah tanpa sebab.
Salah mengendalikan diri
Sudah sejak lama ia merasa tak
nyaman. Lantas langsung bertanya pada orang yang ditemui. Nyatanya, tidak semua
orang memiliki pemikiran serupa. Sebagian ditempa dengan kerasnya hidup dan
hati. Sebagian lagi ditempa dengan cinta dan dia merasakan cinta yang luar
biasa menerpa diri. Merasa bisa merasakan nikmatnya cinta menjaga seseorang
tanpa merasakan kesusahan. Kali pertama dalam hidup, memang sulit dilupakan.
Seharusnya itu tidak pernah terjadi, merasa ada sesuatu yang terus mengawasi,
dan dihadapkan penuh misteri. Orang-orang di sekeliling tengah menganggapnya
tengah mengalami gangguan kejiwaan.
Tak ada yang bertanya, “mau makan
apa? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” Tak ada yang bersedia berkomunikasi
dengan dirinya, menanyakan kabar dan sebenarnya apa yang tengah disembunyikan.
Lebih tepatnya, ialah yang menutup akses pembicaraan paling dasar di antara
orang paling dekat. Ceritalah, apa yang membuatmu begitu sedih? Atau ada
sesuatu yang sangat engkau sembunyikan. Tak apa, tak ada yang marah. Meski ada
peraturannya manusia yang berhak bertanya. Barangkali keyboard boleh bertanya, menjadi pelipur lara dari hati yang paling
sendu.
Jeruji bukan besi
Oh, ini ternyata di sini. Semua
kebiasaan yang berbeda dari orang-orang dari masa lalu. Sangat berbeda. Bukan
tak mau diceritakan, barangkali lain waktu. Lain waktu kita bisa bercengkerama
dengan kewarasan dan ketenangan yang mengisi jiwa. Tentang uniknya orang-orang
yang ia temui. Semuanya tampak normal, tak ada yang bermasalah. Bahkan tak ada
yang menggila, kecuali beberapa yang mengamuk. Dia, hanya tersadar dari obat
tidur yang panjang.
Bagaimana rasanya menjadi anak kecil?
Kehilangan masa kecil, apakah
mungkin manusia langsung beranjak dewasa? Tidaklah mungkin bukan. Semuanya
memang halusinasi belaka, membawa malapetaka tak mungkin harus dituruti.
Tubuhnya memang besar, nyatanya haus kasih sayang dari orang tua yang minta
disayang. Perbedaan usia yang terlampau jauh memang membuat kejam, hingga
sering salah memaknai apa artinya lumrah.
Saat diri menyadari apa yang
telah terjadi, saat itulah tercenung. Kalbunya yang dulu baik-baik saja
mendadak nyeri, ditampik dengan beragam sugesti tidak apa-apa. Mungkin hanya
perasaan saja. Ia mulai dimaklumi banyak orang dan diperlakukan istimewah.
Hanya saja, tak sejajar di antara orang-orang pada umumnya. Bahkan bangun pagi
pun sangat susah, seberat menaklukkan dunia dan cinta.
Tersimpan misteri cinta tak kesampaian
Alergi kasih sayang, cinta, dan
pengorbanan. Mungkin semenjak ia merasa dicampakkan dari manusia paling dingin
yang tidak menanyakan kabar. Bukannya, dia sendiri adalah sosok manusia yang
paling dingin? Lantas, mengapa mengharapkan es akan mencair. “Bila dasarnya
terjal, maka kelanjutannya akan tetap terjal. Bila asalnya membeku, maka
temannya juga tetap membeku. Bukannya kutub Selatan dan kutub Utara adalah
pasangan?”
Kini sudah akhir tahun dan ia
masih mendapati diri tengah hidup. Berhasil hidup dari kisah yang dianggapnya
Putri Salju. Sebuah dongeng yang tidak berlaku untuknya di tahun 2022. Lain
kali, lain waktu, tersenyumlah. Tak apa, cinta tidaklah salah, yang salah hanya
harapannya. Ada, meski seujung kuku dan ketika menekan dada, nyeri. Satu
kalimat yang menghardik dirinya. “Bagaimana dengan dunia tanpa cinta?”
Hallo,
semuanya. Kalau ada yang mengerti ini kisah apa, coba tulis di kolom komentar
ya. Jawaban terbaik akan saya berikan sebuah planner tahun 2022. Walaupun sudah
tidak relevan lagi, tapi tetap bisa digunakan untuk mengatur waktu yang seru
untuk diajak berpetualang.
Salam Rindu, Harumpuspita.