Sebagai Ceo-Mentor pada kelas resensi. Saya mulai berani meresensi
suatu karya. Yeay, setelah sekian purnama hanya sekadar wacana dan angan-angan
saja. Sebenarnya sudah banyak juga buku yang sudah dibaca. Belajar tanpa
bimbingan terkadang membuat diri enggak pecaya diri. Hingga terkadang saya
bingung dengan apa yang sudah dituliskan. Ini sebenarnya review atau resensi
ya. Tuh kan, bingung sendiri. #plak Sebelumnya saya ingin berterima kasih
kepada kak Dewi Khairani yang sudah bersedia membimbing di kelas resensensi.
Kepada teman-teman yang lain juga. Merekalah yang membuat saya semakin
semangat. Asyik.
Oke ...
Jangan
lupa silahkan like, comment, dan Follow. Hehe ...
Buku
ini bisa kalian baca di aplikasi ipusnas. Nah, berhubung jumlah kata di Instagram itu
terbatas. Kan sayang enggak ada yang baca. Jadi di sini aja deh.
Judul
buku : Running For Hope
Penulis :
Dona Sikoembang
ISBN
: 978-602-7888-15-9
Penerbit
: Mizan
Tahun
terbit : 2013
Tebal/ukuran
: viii+236 halaman /20,5 cm
Setiap
orang pasti tidak menginginkan berkecimpung di dalam kemiskinan. Apalagi sudah
turun-temurun dari nenek moyang. Namun apakah miskin itu adalah keturunan?
Bukankah kehidupan bisa diubah jika mau berusaha? Monna selalu mempertanyakan
hal itu.
Kisah
Monna bercerita tentang cita-citanya yang ingin berkuliah di Universitas
Indonesia dan menjadi seorang sarjana hukum. Pada hari kelulusan SMA ia harus
menemukan fakta bahwa kehidupan perekonomiannya tidak mengizinkan ia berkuliah.
Ayah bekerja sebagai tukang ojek dan menghidupi keempat Putrinya dan istrinya
yang sakit-sakitan. Malam itu, setelah makan malam. Ia menyampaikan
keinginannya pada sang ayah. Kendati mengharapkan restu, sang ayah marah besar
dengan menjatuhkah piring kemudian pergi dari rumah.
Monna
yang kerap dipanggil Nana ini sudah pasrah dengan apa yang terjadi. Keesokan paginya
sang ayah memperbolehkannya untuk mengikuti ujian perguruan tinggi. Ayahnya
berhenti menjadi tukang ojek dan menjual kereta untuk biaya perjalanan Nana
mengikuti ujian. Betapa Monna sangat bahagia. Ia sudah mempersiapkan dirinya
jauh-jauh hari untuk mengikuti ujian tersebut. Namun pada saat ia hampir
menyelesaikan ujiannya. Lembar jawaban jatuh ke lantai dan terpijak oleh
seseorang. Akhirnya, ia pasrah pada impiannya menjadi seorang mahasiswa.
Kisah
piluh yang Nana alami mengajarkan kita tentang arti kesabaran. Nasib malangnya
belum sampai di situ. Ia menemukan fakta bahwa ia merindukan keluarga ketika ia
berada di kota. Kehidupan perkotaan justru tidak seperti apa yang ia pikirkan.
Meskipun Nana mendapatkan makanan dengan lauk ayam. Ia tidak berselera. Justru
ia rindu dengan masakan ibunya yang hanya sekadar nasi saja.
Kisah
ini bersetting Minangkabau. Hidup di desa dengan segala kekurangan. Monna hanya
ingin hidup jauh lebih baik dari kesengsaraan. “Berlama-lama meratapi kesedihan
bukanlah jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah karena aku tahu sesungguhnya
hidup bukanlah seperti cerita di layar kaca. Tidak akan ada bidadari cantik
bersayap putih memainkan tongkat ajaibnya dan mengubah semua seperti yang
kuinginkan. Inilah hidup yang sebenarnya dan akulah bidadari yang akan menyulap
kehidupanku sendiri menjadi yang kumau.” (Halaman 121)
Penulisan
dengan sudut pandang pertama ini benar-benar membuat jalan cerita terasa hidup.
Apalagi kondisi jiwa tokoh utama sendiri. Bagaimana pilu dan tegarnya ia harus
menghadapi rintangan dalam kehidupan. Bersabar dan tidak mengeluh merupakan
makna tersirat dari Monna yang selalu memikirkan jalan keluar dari setiap
permasalahan.
Kisah
ini bukan hanya tentang kesengsaraan Monna saja. Melainkan teka-teki yang harus
dijawab bersama melalui serangkaian kejadian skenario-Nya. Bumbu cinta juga
mengisi kehidupan Monna dengan si Timur. Kehidupan saudari Monna yang turut
disajikan membuat alurnya mengalir.
Memiliki
mimpi itu seakan memberikan harapan baru untuk tetap berusaha dan senang
menghadapi segala rintangan. Lalu bagaimana apabila mimpi itu tidak terwujud?
Apakah akan menjelma menjadi sebuah kegilaan atau hal yang lain? Sekali lagi
Monna menjawabnya dengan serangkaian kejadian Running for Hope yang
artinya mengejar harapan. Karena hal itulah yang membuatnya merasa selalu
hidup,
Penulisnya
sendiri berlatar belakang SMA. Seolah memberikan sebuah gambaran bahwa
kisah Running for Hope ini berdasarkan kisah nyata pengalaman
hidupnya.
Penyajian
awal dan akhir kisah sangat membuat terkesan. Hanya saja pada penyajikan kisah
cinta si Monna sedikit kurang memuaskan. Hanya berdasarkan perasaan si Monna
sehingga titik terang masih belum kelihatan meskipun cerita mendekati ending.
Buku
ini cocok kepada siapa saja memiliki harapan dalam kehidupan. Jika pun belum
menemukan harapan akan memberikan sebuah pencerahan tentang harapan itu
sendiri. Sebab harapan akan membuat diri terasa hidup.
Kira-kira
begitulah yang bisa saya resensi. Kira-kira ada yang merekomendasikan buku yang
mau diresensi nggak? Tapi, bukunya tersedia di ipusnas ya.
Terima
kasih.