Showing posts with label diskusi. Show all posts
Showing posts with label diskusi. Show all posts

Ambisius Si Pemicu Profesional

Berbicara menekuni sebuah bidang. Tingkat profesional inilah yang menjadi patokan dalam tujuan itu sendiri. Ketika seseorang memiliki keahlian di bidang tertentu.

Kita pasti pernah mendengar istilah profesor yang ada di kampus dan selalu menjadi pembicara pada acara tertentu. Tentunya gaji yang mereka dapatkan lumayanlah. Tidak seperti pemula yang kadang kerja lembur dan proses berdarah-darah, tetapi mendapatkan hasil yang sedikit. Sungguh miris sekali.

Berusaha menyabarkan hati dengan tumpang tindih dari segala proses. Perjuangan pun menjadi terasa sakit. Jika tidak tahan, beberapa di antara pejuang seperti mereka memilih mundur.

Penulis adalah sebuah profesi yang tidak dilakukan dengan mondar-mandir. Bekerja di depan laptop dengan skenario menggabungkan kreativitas di dalam pemikiran. Tempatnya juga fleksibel. Namun jangan mengira jika penulis hanya berpatokan pada laptop saja. Mereka juga butuh inspirasi dan dapat didapatkan dengan cara apa saja. Salah satunya adalah jalan-jalan dan melakukan apa saja yang mereka sukai.

Bermula ketika keinginan hadir dalam diri. Awalnya hanya sekedar mengetahui. Lama-lama merasa tertarik dan tertantang untuk menekuninya. Harapannya, hobi yang selama ini dikerjakan bisa menjadi penghasilan nantinya.

Kita tidak bisa terus-terusan mengerjakan sesuatu yang disukai tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Terlebih lagi dalam dunia metropolitan persaingan semakin ketat. Bukan lagi mereka yang bekerja lambat dan berkualitas, tetapi siapa yang cepat dan berkualitas. Mau tidak mau, jika ingin segera mencapai impian. Harus secara sigap mengerjakannya dan terus berlatih.

Jangan takut untuk memulai ketika sudah mengazamkan suatu hal. Begitulah prinsip untuk menggapai impian secepatnya. Tidak perlu menunggu orang lain untuk bertindak duluan, tetapi diri sendiri. Rasa ambisius pun akan datang dengan sendirinya. Rasanya ingin mendapatkan keinginan secepatnya. Jika tidak, akan ada banyak hal yang terbuang secara sia-sia, terutama waktu yang tidak akan bisa kembali lagi.

1.       Persempit Keinginan

Keinginan tanpa disertai dengan tindakan hanyalah menjadi angan-angan saja

Hanya sekedar keinginan, tetapi tidak disertai keberhasilan. Ujung-ujungnya akan menjadi kesia-siaan belaka. Sungguh miris sekali jika itu terjadi.

Ketika mengazamkan keinginan dalam diri. Tentulah harus disertai dengan rencana untuk menggapainya. Keinginan ini juga harus disertai dengan semangat juang untuk mewujudkannya dan seberapa besar ambisiusnya seseorang.

Ketika kita masih kecil. Ada beberapa pertanyaan yang mulai dipertanyakan oleh guru ataupun orang tua. Kalau sudah besar nanti inginnya menjadi apa? Dokter, guru, pilot, atau polisi?

Maka cara yang paling cepat untuk menggapai keinginan adalah mempersempit rasa keinginan itu. Namun berada di posisi tertinggi. Misalnya penulis profesional, petani profesional, chef profesional, dan apa pun hal itu harus bisa profesional. Termasuk dalam pekerjaan domestik sekalipun. Tugas rumah harus dikerjakan dalam tempo sesingkatnya dan tepat waktu.

Ketika berusaha mencapai tujuan. Takaran seberapa besar keinginan pula yang menjadi pendorong keberhasilan. Saat seseorang itu sudah hampir mencapai keinginannya. Maka semakin besar keinginannya juga.  

Sekilas tentang pengalaman saya dalam proses menekuni sebuah tulisan. Pertama sekali hanya sekedar iseng-iseng belaka. Lambat laun malah berujung menjadi ambisius untuk menggapai cita-cita. Penulis terkenal, mengapa tidak? Mengapa saya hanya menjadi seorang penulis buku diary yang pembacanya hanya sendiri? Kenapa saya tidak menulis dan dibaca jutaan orang dan menginspirasi? Tulisan ini seharusnya bisa lebih bermanfaat ke depannya.

Apa pun itu keinginannya. Persempitlah menjadi sebuah titik tertinggi untuk menggapainya. Jangan ragu untuk menyemai keinginan.

2.       Menargetkan waktu keberhasilan

Ketika seseorang itu mencapai tujuannya. Ia memang harus belajar banyak hal sebagai bekal perjalanannya. Cara belajar dan mengulangi inilah yang terkadang menjadi waktu yang kita punya menjadi terasa sempit. Tidak bisa dilakukan hanya sekali jalan saja, tetapi memang dilakukan dengan berulang kali berjalan. Jatuh, bangkit, jatuh, bangkit lagi. Begitulah seterusnya sampai kita menemukan titik dari tujuan itu sendiri.

Bagi saya manajemen waktu ini tidak mudah. Perlu keberanian untuk memulainya dan terkadang melalui skenario banyak drama. Saya dulunya menulis hanya beberapa waktu saja ketika dalam seminggu. Pencarian ide pun juga seminggu juga. Namun karena keinginan untuk mencapai tujuan itu besar. Saya mulai menulis dan berlatih setiap hari. Tentukan juga waktu belajarnya untuk meningkatkan kedisplinan. Mulai dari satu hingga empat jam setiap hari.

Pasanglah tenggat waktu tertentu untuk menggapai tujuan itu sendiri. Misalnya dalam waktu beberapa minggu atau bulan harus sudah menyelesaikan ini itu. Keberhasilan adalah mereka yang mampu menyelesaikan tugasnya. Kalau misalnya ada sebuah keinginan pencapain finansial. Misalnya mendapatkan uang sekian juta dari pekerjaan yang kita tekuni. Anggaplah itu sebagai bonus.

Namun ketika saya menyelesaikannya tetapi tidak menghasilkan uang dari pekerjaan menulis itu. Saya tidak perlu bersedih. Sebab saya merupakan pemenang dalam diri saya.

3.       Jaga Semangat

Ketika kita sudah memiliki keinginan dan target untuk menggapai tujuan. Prosesnya pasti ada hambatan tersendiri. Mulai dari hal-hal yang tidak diinginkan dari luar. Hingga semangat yang mulai menciut dari dalam diri sendiri. Tentunya kita tidak ingin menyerah begitu saja. apalagi membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan semangat juang itu.

Cara yang pertama untuk menjaga semangat adalah memberikan reward dan pusnishment kepada diri sendiri. Misalnya kalau sudah menyelesaikannya, kita bisa mendapatkan sesuatu. Bisa itu makan makanan lebih mahal atau melakukan hal yang membuat bahagia. Ketika tidak menyelesaikannya kita akan mendapatkan pekerjaan menumpuk dan sesuatu yang merugikan diri sendiri.

Bagi saya, reward dan punishment ini merupakan hal berbeda. Jika berhasil menyelesaikannya. Saya akan mendapatkan rasa bahagia tidak terkira dan lepas dari tanggung jawab pekerjaan itu. Hati merasa damai dan tentram. Namun ketika tidak menyelesaikannya, saya akan mendapatkan rasa penyesalan yang berlimpah dan kepercayaan diri yang menurun.

Cara yang kedua adalah mengelilingi diri kita dengan sesama profesi ditekuni. Sebab saya memilih berkecimpung di dunia tulisan. Maka pertemanan di media sosial dengan nama pena pun sengaja mengikuti para penulis lainnya. Supaya ada tantangan tersendiri dan motivasi juga dari mereka melalui postingannya. Sehingga rasa semangat itu menjadi terjaga.

                Jadilah sosok ambisius untuk menjadi sosok profesional itu sendiri.

Sumber gambar : dokumentasi penulis ketika sedang mengikuti workshop di perpustakaan daerah tahun 2019

Menulis Menjelang Deadline

 

diaryharumpuspita.com

Berbincang masalah deadline seolah tidak ada habisnya. Hal yang lebih membuat kesal adalah menuruti deadline-nya orang lain. Mau enggak mau harus siap dan dikumpul.

Kita sudah dibiasakan sejak masa sekolah sebenarnya. Mulai dari SD, SMP, SMA, bahkan kuliah. Setiap mata pelajaran pun sudah ada timeline nya sendiri. Jika tidak mengumpul pasti akan dikenakan sanksi berupa tidak ada penilaian dan hukuman lainnya. Maka sudah seharusnya deadline ini memang harus diimbangi di setiap tatanan kehidupan. Mulai dari makan, tidur, dan bahkan beribadah tepat waktu.

Menyelesaikan tugas sesuai dengan deadline ini merupakan sebuah cara seseorang untuk menempati janjinya dan membangun kualitas diri seseorang. Kepercayaan juga dibangun dengan deadline. Jika orang yang diberikan amanah mampu menyelesaikannya. Otomatis mereka akan berpikir kinerja kita itu baik dan bisa dipercaya. Terlebih lagi, tidak ada beban jika semua sudah diselesaikan. Ujung-ujungnya juga akan membawa ketenangan jiwa juga.

Saya mengambil pemisalan yang lebih dekat dengan diri saya kali ini. Ada banyak deadline belakangan ini. Mirisnya rasa dilema berupa ketakutan itulah yang menghantui, membuat saya malah terjebak tidak menyelesaikannya. Kadang-kadang berpikirnya begini.

Apa sih yang ditakuti dengan deadline sebenarnya? 
Kenapa harus deadline juga baru menyelesaikannya? 
Kenapa harus mengikuti deadline orang lain? 
Kan  menyebalkan jadinya.

Ketika bangun tidur pula dalam kondisi setelah sadar saya malah mengucapkan petuah sendiri sangking kepikirannya masalah deadline. Setelah berpikir sekali lagi. Ketika rasa dilema itu hadir. Jiwa logika dan perasaan pun muncul.

Saya mencoba merefleksi ke masa lalu. Ketika itu malah takut melihat deretan tugas yang harus diselesaikan dalam waktu dekat. Terlebih lagi deadline-nya sudah dekat. Spontan rasa percaya diri itu pun surut. Pertanyaannya sederhana. “Mampukah saya?”

Tidak ada yang bisa mengalahkan rasa takut dibandingkan kepercayaan diri sendiri. Ya, kita memang harus percaya dengan diri sendiri. Bahwa kita itu bisa melakukannya. Bukan menyerah sebelum menghadapinya. Singkirkan ketakutan dan munculkan keberanian dalam diri.

Kebiasaan menulis free writing kali ini tidak lagi hanya sekedar sepuluh menit. Tapi harus menyelesaikannya. Terlebih lagi harus diposting di blog. Hal yang pertama terpikirkan adalah menyulap artikel blog itu harus bagus. Setidaknya ketika pengunjung datang akan nyaman dengan postingan yang kita buat. Jiwa perpeksionis malah muncul di saat melihat blog sendiri.

Cara cepat untuk menulis menjelang deadline adalah dengan menuliskan segala hal apa yang ada di dalam pemikiran tanpa perlu mengedit. Biarkan saja tulisan itu berantakan tidak tentu arah begitu saja untuk sejenak, sampai tulisan itu selesai. Hal yang terpenting adalah membiarkan ide-ide brilian tertulis secara keseluruhan di tulisan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Setelah selesai, barulah dibaca ulang dan disunting kembali mana-mana saja yang masih tidak masuk akal.

Cara ini sebenarnya bukan hanya pada saat deadline saja, tetapi bisa diterapkan setiap mengetik tulisan apa pun itu. Jadi, tidak perlu takut lagi untuk menulis bukan?

Keadilan dari Beberapa Sudut Pandang

 


Berbicara tentang keadilan. Agaknya kita harus tahu sebuah takaran yang sesuai dengan porsinya. Secara sederhananya, kita bisa melihat sebuah contoh dalam sebuah keluarga di mana memiliki beberapa bersaudara. Ada seorang kakak yang sudah SMA dan ada seorang adik yang masih kelas satu sekolah dasar. Sang kakak diberikan uang sepuluh ribu sebagai bekalnya pada hari itu di sekolah. Sedangkan sang adik diberikan uang dua ribu. Jika berbicara tentang nominal. Tentulah kita bisa menilai bahwa jumlahnya tumpang tindih. Namun jika kita melihat tempatnya diberikan. Ini memang sudah adil.

Ada banyak faktor yang membuat sang kakak memang layak diberikan uang sepuluh ribu setiap harinya. Mulai dari jarak dari rumah ke sekolah. Hingga kebutuhan yang diperlukan di sekolah. Semakin besar seseorang, tentu banyak pula pengeluaran. Selain itu, kebijakan dan tanggung jawab dalam memegangnya sudah bisa dipercaya. Sehingga orang tua tidak perlu khawatir jika ada pengualaran tidak terduga dari diri sang anak. Tinggal pandai mengolah keuangan secara mandiri saja.

Lantas bagaimana jika adiknya yang diberikan takaran yang sama dengan sang kakak? Nominal sepuluh ribu cukup besar untuk porsi anak kelas satu SD. Pemikiran mereka masih terbayang dengan kata jajan dalam benaknya. Mereka masih belum memahami hal yang memang sangat diperlukan dan tidak. Jika dibiarkan terus-terusan diberikan uang yang besar. Bisa jadi mereka akan membentuk diri dengan pribadi yang boros. Namun lain halnya jika orang tua mampu mengajarkan anaknya untuk menabung.

Keadilan bukan hanya berorientasi di dalam sebuah keluarga saja. Melainkan banyak tempat, sisi, dan waktu.  Mulai dari hal yang kecil hingga besar. Konsep adil yang paling dekat adalah pada diri sendiri sendiri. Meskipun terdengar sepele. Namun hal ini bisa menjadi tolak ukur dalam keberhasilan seseorang. Bagaimana kita bisa membagi waktu yang adil untuk bekerja, istirahat, dan tidur. Semuanya harus seimbang untuk membentuk kepribadian yang ideal. Maka istilah ‘sepele’ ini bisa menjadi sudut pandang yang berbeda dan sangat penting jika kita menghendaki.

Mari kita mengambil contoh adil dalam membagi waktu. Mungkin ini merupakan sebuah fenomena yang sudah tidak asing lagi di kalangan anak muda. Waktu malam, apakah kita sudah menggunakan dengan sebaik-baiknya? Biasanya anak muda sering kali mengalami hal ini. Tidur larut malam dan bangun kesiangan. Padahal pada waktu malam di sepertiga malam adalah waktu yang paling mustajab dalam berdoa. Sungguh amat disayangkan jika terlewat begitu saja. Segalanya sudah ada takarannya. Hanya saja, terkadang manusia itu sendiri yang memilih melebihkan dan mengurangi takaran sesuai kehendak yang diinginkan. Padahal belum tentu apa yang menurut kita baik itu baik dan apa yang menurut kita buruk itu buruk. Hal ini dituangkan dalam surah Albaqarah ayat 216. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” Sayangnya, keinginan tidak bisa memberikan gambaran apakah sesuatu yang di depan mata itu baik atau sebaliknya. Hal ini hanya bisa diketahui setelah melalui serangkaian proses yang panjang dan mengambil sebuah hikmah dari pelajaran kehidupan.

Lantas, bagaimana dengan keadilan di negeri ini? Terkadang kita bertanya, apakah hidup ini sudah benar-benar adil? Apalagi pemberitaan sana-sini yang diberitakan di televisi membuat hati gusar tentang orang-orang yang mencari keadilan. Bahkan tidak segan-segan melalui jalan dengan bertindak kejahatan hanya demi keadilan.

Keadilan di Negara Indonesia tertuang pada sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun fenomena yang sering kita temui adalah ketidakadilan di Negara ini masih belum merata. Khususnya masyarakat kelas bawah. Sedangkan pada orang-orang yang berada di tingkat atas seolah dengan begitu mudahnya menetapkan keadilan sesuai dengan versi mereka. Bahkan tidak asing lagi orang-orang mulai berspekulasi bahwa keadilan di negeri ini memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku.

Bahkan ada pula yang percaya bahwa faktor penegak hukum dikendalikan oleh kekuatan keuangan di dalam proses penegak keadilan. Sehingga orang yang berkuasa akan mendapatkan keringanan hukuman sedangkan orang yang tidak berpunya akan dihukum sesuai dengan ketentuan. Bahkan lebih berat hukumannya. Hanya saja praktik suap menyuap seperti ini tidak diberitakan secara terang-terangan di media massa, Jika pun berani memberitakannya, bisa jadi pencitraan media tersebut akan terancam. Jelas, hal ini bukanlah keadilan yang sesungguhnya.

Belum lagi orang-orang kaya semakin berkuasa. Sedangkan orang miskin semakin terpuruk. Tumpang tindih di antara orang-orang yang tidak tergerak hatinya untuk saling memberi dan mengasihi satu sama lain akan membentuk ketidak seimbangan dalam tatanan kehidupan. Namun begitulah fakta yang terjadi selama ini. Bukan hanya di negara ini saja. Tetapi negara lain yang memiliki persoalan sama dalam polemik kehidupan.

Konsep keadilan juga dapat dinilai dari tatanan kehidupan di Negara ini. Faktanya, kita masih menemukan betapa banyak kasus kemiskinan, gizi buruk, dan kekerasan. Belum lagi fenomena penyimpangan sosial lainnya. Hal ini mencerminkan bahwa mereka merasakan ketidakadilan di dalam kehidupan. Sehingga mendorong diri untuk menyimpan penyakit hati yang tidak seharusnya. Semakin banyak permasalah seperti itu kita temui. Maka keadilan di Negara tersebut masuk dalam kategori krisis.

Allah swt telah menyuruh hambanya untuk berbuat adil dan melakukan kebaikan di dalam kehidupan. Hal ini tertuang dalam surah An-Nahl ayat 90. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses keadilan itu tidak didasari oleh perbuatan keji berupa menzalimi orang lain, kemungkaran dengan memberikan kesaksian palsu dan permusuhan di antara sesama manusia. Maka apabila ditetapkan akan mejadi sebuah pengajaran yang dapat diambil pelajarannya berupa hikmah kehidupan.

Berlaku adil merupakan sebuah bentuk kebajikan yang harus diterapkan dalam kehidupan. Sesuatu yang setimpal, seimbang secara nalar, dan tepat pada tempatnya. Tidak memandang apakah orang itu kaya, miskin, pejabat ataupun orang biasa. Jika seseorang itu bersalah harus mendapatkan hukuman. Hal ini juga ditegaskan dalam surah An-Nisa ayat 135. “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri ataupun terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwah) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemashalatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.” Ayat ini sudah sangat jelas menyuruh kita untuk menegakkan keadilan dan tidak mengikuti hawa nafsu untuk menyimpang dari kebenaran. Bahkan terhadap diri sendiri dan kaum kerabat. Padahal, seperti yang kita tahu bahwa kedekatan itu mendorong hati untuk selalu menyelamatkan meskipun seseorang itu bersalah.

Keadilan dan kebenaran ini merupakan paket komplit yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan tidak bisa diadobsi jika hanya satu sisi saja. Kebenaran tanpa keadilan tidak akan memberikan sebuah solusi dan menjadikan kejahatan akan terus meningkat. Sedangkan keadilan tanpa kebenaran hanya sebuah omong kosong belaka dan merupakan sebuah kebohongan yang bahkan berdampak buruk bagi kehidupan selanjutnya. Bisa jadi akan menimbulkan dendam kesumat dan kejahatan lainnya. Maka keadilan itu harus didasarkan kebenaran terlebih dahulu untuk memutuskan suatu perkara.

Jika hari ini kita masih saja mempertanyakan sebuah keadilan yang hadir dalam kehidupan ini. Maka ingatlah di akhirat nanti kita juga akan memasuki fase semuanya akan diadili baik yang tampak maupun tidak. Baik itu sesuatu yang besar maupun kecil. Tidak ada yang bisa lolos dari fase menuju alam keabadian ini. Semuanya pasti akan melaluinya.

Seseorang yang ingat akan pertanggung jawaban di akhirat pasti memiliki sikap hati-hati dalam bertindak. Konsep berpikir sebelum bertindak akan dipegang teguh dalam pedoman hidup. Ia akan memikirkan ketika seluruh anggota tubuh mengatakan kebenaran apa yang telah dilakukan selama di dunia. Mata, hati, tangan, dan kaki akan menjadi saksi. Sedangkan mulut hanya bisa terbungkam. Tidak ada yang bisa membantah. Bahkan sebesar zarah pun akan diperhitungkan.

Jangan sampai diri bersikap zalim hanya karena lupa dengan keadilan. Sebuah kebalikan dari sikap adil yang selama ini harus ditegakkan. Jika hari ini kita masih menemukan orang-orang yang bersikap zalim pada orang lain. Mari menengadahkan tangan dan berdoa semoga Allah swt membukakan pintu hati mereka yang tengah tertutup. Aamiin ya rabbal alamiin.

Ikhitiar dan doa juga sama-sama ditegakkan dalam keadilan. Agar jalannya bisa berkesinambungan dan menjadi keberkahan, Sebisa mungkin jangan hanya diam saja jika melihat orang yang tidak bisa berlaku adil. Hal yang bisa dilakukan untuk menyadarkan mereka adalah dengan menegur ataupun memberi tahu di saat waktu yang tepat. Terlebih lagi jika hati memungkinkan sudah siap untuk diberikan pencerahan.

Begitulah serangkaian pembahasan tentang keadilan yang bisa diulas kali ini. Semoga kita semua bisa berlaku adil pada diri sendiri, kerabat, saudara seiman, dan orang lain. Sehingga kehidupan yang damai dan sejahtera di kemudian hari akan datang dengan sendirinya.

Pengaruh Hormon Adrenalin Bagi Para Deadliner

 


Deadline atau yang dikenal dengan istilah batas akhir ini merupakan hal biasa di kalangan mahasiswa. Sistem kebut selamam, tugas yang semakin menumpuk, dan tanggung jawab dari sebuah amanah. Bukan hanya itu saja, deadline ini juga populer di kalangan para pekerja ataupun peserta lomba. Jika diberikan waktu yang banyak misalnya sebulan. Maka mengerjakannya sebelum pengumpulan tugas. Tiga hari, satu hari, bahkan satu malam sebelum dikumpul.

Tidak heran, jika hal ini akan memberikan dampak pekerjaan yang seadanya bagi para deadliner. Deadliner adalah istilah orang yang sering mengerjakan sesuatu di batas akhir. Sekilas, tidak ada bedanya ketika diberikan tugas langsung dikerjakan dalam waktu dekat. Siap tidak siap harus dikumpul. Meskipun hasilnya tidak sesuai dengan ekspektasi. Acak adul dan membiarkan apa yang terjadi.

Seringkali kegiatan batas akhir ini akan menciptakan drama sendiri bagi pelakunya. Unik dan memberikan cerita tersendiri. Bahkan ada yang menjadi kenangan dan tidak bisa dilupakan. Mulai dari banyak yang bersalahan, lupa dengan sesuatu, dan parahnya lagi menghalalkan segala hal hanya demi mengejar target. Sungguh sangat disayangkan, sesuatu yang baik bisa berubah menjadi ketidakbaikkan ketika memilih jalan instan.

Kebanyakan para pelaku deadline akan merasakan stress jika sedang berada di batas akhir. Ada yang mudah cepat marah, stress, bahkan tiba-tiba merasa beberapa anggota tubuh terasa sakit. Namun itu semua akan memberikan sebuah inspirasi dadakan dalam sekali kedip. Tidak heran jika tugas yang diberikan bisa saja selesai dalam satu malam. Bahkan menjadi orang yang ligat dadakan.

Terlebih lagi inspirasi tidak mudah didapatkan ketika di waktu yang senggang. Walaupun sudah melalui proses perenungan, melihat apa yang sudah dikerjakan, bahkan relaksasi sekalipun masih belum bisa mendapatkan inspirasi. Sebenarnya, mungkin saja ada. Hanya saja terlalu banyak inspirasi malah membuat bingung tidak menentu. Hingga akhirnya, proses dalam mengerjakan tugas berada di batas akhir juga. Hal ini serupa dengan galau berkepanjangan sebelum menjelang deadline. Dilemanya lebih lama daripada mengerjakannya.

Seseorang yang sering mengerjakan sesuatu di batas akhir akan mengalami hal buruk apabila selalu mengerjakannya hingga tengah malam. Bahkan sampai pagi rela tidak tidur hanya karena mengerjakan tugas tersebut hingga selesai. Padahal, pada waktu malam hari bagian terpenting di dalam tubuh sedang melakukan tugasnya berupa membuang zat beracun di dalam tubuh. Secara bergantian mulai dari sistem peredaran darah hingga sistem pencernaan. Sehingga tidak heran bahwa ketika pagi hari setelah bangun bagi kita akan menemukan air seni yang berwarna lebih pekat meskipun tidak minum apa-apa selama tidur.

Apa jadinya jika tugas mereka (para anggota paling penting dalam tubuh) selalu diganggu ketika sang pemilik tubuh sering mengerjakan sesuatu di batas akhir hingga lewat tengah malam? Konsekuensinya  adalah tubuh rentan terhadap penyakit bersebab tidak sempurna mengeluarkan zat beracun dari tubuh. Hal ini sesuai dengan pesan paling populer dari bang Haji Roma Irama. “Begadang, jangan begadang. Kalau tiada artinya. Begadang boleh saja, kalau ada perlunya.” Tapi yang namanya batas akhir juga merupakan sesuatu paling penting. Mau tidak mau, suka tidak suka, semua yang terlibat harus melewatinya.

Aktivitas mengerjakan tugas selalu di batas akhir ini merupakan sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang akan menjadi sebuah tabiat dan sulit diubah jika terlebih lagi tidak memiliki kemauan yang kuat untuk berubah. Hal ini tentunya bukan hanya berdampak pada diri sendiri tetapi juga orang lain yang berada di sekitarnya. Misalnya imbas dari kemarahan ketika menjelang batas akhir. Selain itu, deadline ini bisa menyebabkan si deadliner menjadi pelupa. Ia lupa makan, minum, bahkan tidak ingat kalau dirinya sedang sakit. Sehingga mengakibatkan si deadliner akan mengalami dehidrasi hingga sakit magg.

Bekerja di bawah tekanan akan membangkitkan hormon adrenalin, sang pembawa pesan kimiawi antar sel atau antar kelompok sel tubuh. Ia akan berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak terpengaruh pada lingkungan luar. Hormon adrenalin ini yang memicu seseorang untuk bersemangat dalam mengerjakannya. Jantung berdetak lebih cepat sehingga menimbulkan kewaspadaan yang meningkat. Tubuh akan melepaskan hormon ini ketika seseorang merasa tertekan, stress, senang, takut, atau berada dalam kondisi yang berbahaya dan menegangkan. Seperti yang diketahui bahwa detik-detik menjelang batas akhir itulah merupakan bagian drama yang paling menegangkan. Jantung berdetak dua kali lipat, napas menjadi cepat, dan rasa nyeri yang ada di tubuh tidak terasa. Produksi keringat meningkat ketika berada di bawah tekanan juga merupakan tanda bahwa tubuh sedang melepaskan hormon adrenalin.

Hal ini merupakan suatu hal yang biasa. Hanya saja, jika kadarnya terlalu berlebihan akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan seperti gangguan tidur, sakit kepala, tekanan darah tinggi, keringat berlebihan, jantung berdebar, pandangan menjadi kabur, gelisah dan mudah marah. Pengaruh  ini tentunya juga tidak asing lagi dirasakan bagi para deadliner yang berada di ujung tanduk. Sedangkan para deadliner tidak bisa berbuat apa-apa dalam situasi hal ini selain terus bertarung pada waktu dan batas akhir demi menghilangkan tekanan dalam diri. Pemikiran yang bersarang di kepala hanya sebuah ketakutan akan mendapatkan hukuman atau konsekuensi negatif bahkan terlebih lagi hilangnya sebuah kepercayaan yang sudah dipupuk selama ini.

Kekurangan hormon adrenalin juga menimbulkan dampak yang buruk jika kadarnya terlalu rendah, Orang tersebut tidak akan merasakan takut dalam tekanan dan tidak peduli apa yang terjadi meskipun berada dalam kondisi yang berbahaya. Kondisi ini sama halnya dengan para deadliner ketika tidak bisa melewati batas akhir dengan baik. Hingga akhirnya ia memilih mundur dan pasrah pada waktu. Tidak lagi terpengaruh pada waktu dan berusaha menenangkan dirinya. Kekurangan hormon adrenalin ini juga akan mengakibatkan depresi, merasa lelah, gangguan tidur, migran, gula darah rendah, dan sindrom kaki gelisah.

Salah satu cara meghindari deadline ini adalah dengan membuat deadline sendiri. Para deadliner sudah pasti memiliki manajemen yang buruk. Mereka tidak bisa menerapkan perencanaan yang baik. Bahkan sulit menentukan sesuatu yang harus dikerjakan lebih dulu. Apalagi jika para dealiner suka memutuskan suatu hal hanya berdasarkan perasaan atau sesuatu sesuai dengan keinginannya. Padahal belum tentu apa yang baik menurutnya itu baik. Begitu pula sebaliknya. Misalnya deadline-nya dua hari lagi. Berhubung ia tidak memiliki keinginan untuk mengerjakannya. Maka ditundalah dulu. Lagi pula si pelaku deadliner sedang tidak merasa tertekan. Jadi, hidupnya masih terasa santai saja pada waktu luang.

Para deadliner sudah terbiasa bekerja dalam kondisi tertekan. Sehingga ia tidak memiliki motivasi khusus untuk menuntaskannya segera. Solusi membuat deadline sendiri rasanya menjadi sulit bila memeranginya sendiri. Terlebih lagi, setiap kali mengerjakannya di siang hari malah merasa kelelahan dan rasanya ingin mengantuk dan tidur. Akhirnya tidak terselesaikan juga dan berakhir pada aktivitas rebahan.

Kopi adalah cara lain yang bisa menjadi solusi ketika si deadliner sudah berusaha mengerjakan tugasnya. Tetapi masih tertidur juga di siang hari. Kopi mengandung kafein yang bisa memicu meningkatkan hormon adrenalin. Kafein ini bisa masuk ke aliran darah dalam 15 sampai 20 menit. Namun efek yang dirasakan dapat bertahan hingga sepuluh jam. Maka tidak heran bila para penikmat kopi yang mengonsumsinya di malam hari akan mengalami kesulitan dalam tidur. Kafein juga bisa terdapat pada teh dan cokelat. Hanya saja, kadar kafein dalam kopi lebih banyak daripada teh dan cokelat.

Seperti yang dipaparkan di atas. Hormon adrenalin bekerja ketika berada posisi di batas akhir. Si deadliner akan merasa sadar dan tidak merasa mengantuk lagi. Setelah itu, hal yang bisa dilakukan adalah membebaskan pemikiran. Sesuatu yang menjebak hati dan pemikiran untuk menghambat mengerjakan tugas. Cobalah untuk melupakan segala yang menghambat. Berupa keinginan ini itu yang mengalihkan perhatian dari mengerjakan tugas. Singkirkan segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan tugas. Baik itu dalam diri maupun dari luar. Jika diperlukan bisa mencari tempat teraman dan tidak diganggu orang lain ketika mengerjakannya.

Cara selanjutnya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan tenggat waktu sama seperti ketika mengalami deadline sebenarnya. Ketika berada di jam-jam tertentu juga harus selesai dengan target yang sudah disepakati dalam diri. Jika tidak selesai juga akan mendapatkan konsekuensi. Misalnya masih banyak tugas yang masih menunggu.

Jika menerapkan deadline lebih cepat daripada deadline sebenarnya. Tentu si deadliner akan mendapatkan dampak positifnya. Hal yang paling mendasar adalah bahagia lebih lama sebab hati merasa lebih tenang. Bisa membaca ulang dan mengerjakannya secara maksimal sebelum dikumpul. Selain itu, tubuh akan tetap dalam kondisi sehat.

Semua orang pasti akan melewati masanya deadline. Tergantung deadliner-nya sendirilah yang mengatur apakah ia akan diatur oleh deadline-nya sendiri ataupun deadline orang lain. Terlebih lagi ketika si deadline bisa mengolah hormon adrenalin dalam proses melewati deadline. Bagi kalian yang mungkin hari ini masih merupakan para deadliner yang benar-benar deadlinenya orang lain. Semoga kita bisa sama-sama menafakurkan solusi menghindari deadline di ujung tanduk.


Enggak Bahagia, Mungkin Saya Bisa Melakukan Empat Hal Ini


Terkadang saya sering bermonolog dalam diri. Apakah saya bahagia? Kayaknya saya baperan deh orangnya. Sedikit-dikit ngerasa sakit hati dengan sendirinya. Bermacam-macam spekulasi mulai hadir di dalam diri saya dengan sendirinya. Parahnya sempat berpikir kalau saya nih sudah dilingkupi dengan Jin. Naudzubillah. Wallahu’alam.
Sebenarnya otak saya masih bisa membedakan mana yang seharusnya dilakukan. Entah kenapa rasa malas itu lebih cepat tanggap untuk membujuk saya untuk tidak melakukan pekerjaan yang positif. Akhirnya hanya bisa rebahan dan rebahan hanya demi menenangkan suasana hati yang buruk. Seketika saya langsung tersadar dengan sendirinya. Waktu ini sudah berjalan begitu saja tanpa ada sesuatu yang membekas. Misalnya enggak produktif gitu. Namun setelah dipikir-pikir lagi kalaulah saya kerjanya hanya rebahan saja. Saya malah enggak merasa berguna kecuali menghabiskan waktu untuk menua.
Ketika menginjakkan di usia yang 22 tahun ini. Terkadang saya malah merasa terlambat untuk mempelajari itu semua. Sedangkan tak jarang teman yang sebaya saja sudah berpenghasilan dari kemampuan dan pengetahuan yang mereka miliki. Bahkan mereka sudah membahagiakan kedua orang tuanya.
Padahal konsep berpikir seperti  itulah yang malah membuat saya celaka dan tak mampu berkembang. Kemudian sekelebat pemikiran lainnya pun hadir. Mengapa tidak mengingat nasip orang yang jauh lebih malang? Setelah memikirkan itu semua. Akhirnya saya menemukan sebuah langkah untuk menemukan kebahagiaan dalam hidup yang ujungnya mencintai diri sendiri. Ada empat hal yang bisa saya lakukan untuk mencapai kebahagian itu:
1.      Tidak Perlu Iri dengan Orang Lain
Hal mendasar yang bisa saya lakukan adalah dengan tidak perlu iri dengan orang lain. Khususnya lagi perkara fisik dan kekayaan. Hanya dengan mengirikan orang lain, hati akan menjadi sakit tidak karuan. Bahkan melakukan hal-hal yang tidak penting. Iya, rasanya buang-buang energi saja jika iri dengan orang lain.
Si A kok cantik ya orangnya?
Si A juga punya duit?

Tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain jika membuat diri sakit. Apalagi sampai bertindak hal yang tidak baik hanya untuk menjatuhkan si A. Sikap iri hati tersebut akan mengarah pada kejulitan atau dengki.
Cara mudah untuk tidak iri dengan orang lain katakanlah si A tadi adalah dengan tidak memikirkannya.
2     Syukuri Apa yang Ada
Ini kembali pada diri sendiri. Setelah enggak memikirkan si A lagi. Gimana rasanya kalau fokus melihat apa yang ada di dalam diri? Misalnya mata yang masih bisa melihat, telinga yang masih bisa mendengar, tangan yang masih bisa digunakan, dan kaki yang bisa berjalan. Apalagi nikmat kesehatan itu masih ada. Maka ingatlah dengan kandungan surah Ar-Rahman yang selalu diulang tentang Nikmat manakah yang engkau dustakan?
Kalau masih kurang bersyukur lagi. Coba lihatlah dulu orang yang enggak lengkap anggota tubuhnya atau orang yang tinggal di jalanan. Tentu kita yang sehat dan tiada cacat fisik ini merupakan orang yang beruntung. Hanya dengan begitu, hati menjadi tenang dan tentram tanpa ada beban.
3    Gali Potensi Diri
Sekadar mensyukuri apa yang ada belumlah lengkap apabila tidak menggali pontensi diri. Apalagi kita yang masih merupakan jiwa muda. Masih banyak hal-hal lainnya yang belum ditelusuri. Cobalah memahami diri sendiri terlebih dahulu. Saya itu sukanya apa ya? Atau punya bakat apa ya? Lakukanlah hal yang bisa dilakukan dan mungkin dicapai. Hanya dengan menggali potensi diri. Seiring berjalannya waktu kita akan menemukan keunggulan dalam diri dan mungkin orang lain enggak punya.
  Kelilingi Diri dengan Orang-Orang Baik
Meskipun semangat untuk tetap berjuang dari dalam diri itu memang sudah lebih hebat dari berbagai motivasi dari luar. Kita masih perlu dorongan atau pemantik untuk tetap mempertahankan motivasi ini. Apalagi motivasi seseorang itu bisa berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Kelilingilah diri dengan orang-orang yang memiliki impian sama dan baik pula. Mereka nantinya yang tanpa kita sadari akan mengarahkan diri untuk tetap mempertahankan mimpi tersebut.

Jika cara-cara tersebut masih belum meyakinkan diri untuk bisa mencintai diri sendiri.  SatuPersen bisa membantu untuk menemukan solusi dalam hidup. Mencintai diri sendiri tidak terlepas dari namanya tujuan hidup. Salah satu pilihan yan ditawarkan Satu Persen ini adalah IKIDAI yaitu alasan untuk hidup. Setidaknya hal yang dipertanyakan dalam konsep tersebut ada empat hal:
  • Apa pekerjaan yang kamu suka? 
  • Apa pekerjaan yang kamu bisa atau ahli dalam sebuah bidang?
  • Apakah pekerjaan ini dibutuhkan banyak orang?
  • Apakah pekerjaanmu dibayar?
Pertanyaan itu sukses membuat saya memikirkan kembali dan menemukannya di video Satu Persen berikut. 



Hal inilah yang mendasari saya bisa menemukan sesuatu dalam kehidupan ini. Khususnya menemukan diri sendiri dengan cara mencintai diri dan menjadi diri sendiri.
#SatuPersenBlogCompetition

Sumber :
satupersen.net
dokumen pribadi dan desain grafis di Canva

Intimate Chat #Round 4 Sch: Turkiye


Gambar sebagai background
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Hai sahabat pena!
Alhamdulillah  hari ini saya kembali lagi untuk berbagi. 
Nah, kali ini saya ingin berbagi salah satu grub sharing beasiswa yang pernah saya ikuti. Salah satunya dari program XL. Ini adalah salah satu grub yang sangat memegang komitmen yang namanya waktu dan kesepakatan. Jadi, ya saya seperti tengah merasa di luar Indonesia dengan sistem menghargai waktu. Enggak seperti saya yang sering molor #plak. 

Jadi, doakan saja semoga suatu hari nanti benar-benar bisa menjadi orang yang tepat waktu dan sangat menghargai setiap detakan jarum jam. 

Pada saat mau joint  ke grub ini sebenarnya enggak mudah loh. Sebab sistemnya lumayan panjang. Setelah submit identitas diri yang berbahasa Inggris. Wawancaranya juga menggunakan bahasa Inggris. Tapi saya malah request-nya di mix. Maklumlah saya bukan pakarnya. 

Alhamdulillah, saya diluluskan untuk memasuki grub tersebut. Rasanya seolah ingin melayang ke angkasa karena senang. 

Setelah memasukinya sudah dapat tugas membuat essai dengan mengikuti https://elearn.id/. Kemudian harus mendapatkan sertifikat. Tapi kalau saya sendiri sampai sekarang belum mendapatkannya. Mungkin karena saya masih bingung caranya bagaimana. Tapi setidaknya saya sudah memenuhi undangan untuk mengikuti kursus. 

Hal yang paling saya sukai adalah bertemu dengan orang-orang yang beragam dari berbagai kalangan. Apalagi aktivitasnya pada berbeda. Ada juga yang sedang menyusun skripsi dan penelitian. 

Oke kembali ke topik yang ingin saya bahas di sini adalah beberapa pertanyaan dan jawaban saat berdiskusi. Walaupun sebenarnya di sini juga berbagi beasiswa apa saja yang tersedia. 

Oke kita lanjut ya. Jadi, pembicara kali ini dibawakan oleh kak Mashita yang sekarang ini sedang belajar di Turkiye. (Jujur sebenarnya saya masih bingung dengan penulisan Turkey atau Turkiye, atau mungkin malah Turkish. Tapi dalam bahasa Indonesia biasanya saya tulis Turki, Oke baiklah kita lanjut ke topik awal). Dia adalah Awardee Turkiye Schoolarship (Penerima penghargaan beasiswa di Turkiye). 

Oke biar lebih ngerasa seperti di negara Turki. Maka saya ambil gambar dari google ya. 
Gambar : Masjid Biru di Istanbul


Turkiye Schoolarship adalah beasiswa yang didanai pemerintah, program beasiswa yang kompetitif, penghargaan untuk siswa yang mengejar program jangka panjang ataupun jangka pendek di Universitas yang ada di Turkey. Tujuan beasiswa Turkiye adalah membangun jaringan kepemimpinan untuk masa depan dengan dengan kekuatan kerjasama antara negara dan saling pengertian antara masyarakat. 

Hal yang membuat beasiswa Turkiye ini unik adalah tidak hanya didukung oleh finansial yang inklusif tetapi universitas juga menyediakan tempat tinggal untuk penerimaan penghargaan beasiswa di semua tingkatan jenjang pendidikan.

1. Q: Apa saja persyaratan untuk penerimaan beasiswa?
    A: Sertifikat diploma, transkip nilai, surat rekomendasi, paspor (tidak diwajibkan), sertifikat  kecakapan bahasa Inggris/bahasa Turki, sertifikat aktivitas sosial (termasuk aktivitas tidak dibatasi seperti : seminar, kompetisi, relawan, magang, dan sebagainya). Kriteria umur penerima beasiswa : di bawah umur 21 untuk program S1, di bawah umur 30 untuk program S2, dan di bawah umur 35 untuk program S3.

2. Q : Apa yang harus kita persiapkan untuk tes beasiswa?
    A : Secara fisik, kita butuh banyak penelitian tentang negara yang akan ditargetkan dengan demikian kita punya mendirikan alasan yang sangat valid kenapa memilih melamar ke beasiswa tersebut. Sebagai contoh : Rencana belajar di jurusan universitas terbaik, kualitas dan sistem pendidikan, keuntungan belajar di negara tertentu. Kita juga butuh meyakinkan misi atau nilai yang ingin dicapai beasiswa. Pastikan kita mematuhi nilai itu. Ambil waktu rencana secara detail untuk rencana ke depannya jika kita menerima beasiswa. Apa bukti yang signifikan yang dapat diberikan di masa depan. Sementara secara psikologi, sangat penting untuk santai, percaya diri, dan positif. Tidak masalah apakah keluarannya. Ingat kita tidak pernah kalah atau gagal, kita hanya mempelajari pelajaran.

3. Q : Kalau kita ambil beasiswa untuk di luar negeri bagusnya sertifikat TOEFL atau IELTS     yang dimasukkan?
    A : Tergantung negara tujuan. Menurut sepengetahuan, sebagian besar negara di Eropa dan Australia lebih suka IELTS dibanding TOEFL. Sedangkan kalau negara tujuannya Amerika atau Asia lebih suka TOEFL. Untuk Turki sendiri misalnya, sertifikat yang dibutuhkan itu TOEFL IBT.

4. Q : Berapa banyak tahap dalam pengambilan beasiswa?
    A : Itu bisa berbeda dari beasiswa yang satu ke lainnya. Untuk beasiswa Turki sendiri ada dua tahap seleksi. Administrasi dan interview.

5. Q : Kalau kursus online yang saya ikuti kemarin. Mereka menanyakan tentang kesuksesan terbesar kita, nah saya pernah coba melamar untuk satu beasiswa dan mereka menanyaka juga kepada saya tentang kegagalan. Mengapa mereka perlu tahu tentang kegagalan kita?
   A  : Kalau dilihat secara psikologi mereka menanyakan hal tersebut untuk mengetahui kedewasaan/kebijakan apa pada pemikiran kita. Bukan karena mereka ingin tahu letak kelemahan kita. Jelas sekali setiap orang pasti pernah membuat kesalahan dan kegagalan pada titik tertentu dalam kehidupan ini. Jadi, mereka ingin mengetahui cara kita bereaksi dengan kegagalan itu. Cara kita menutupi, bangkit, dan punya kemauan untuk menjadi lebih baik. Jadi, kalau ditanyakan tentang kegagalan kita, jelaskan saja secara jujur namun tetap positif.

6. Q : Saya berniat untuk mengambil beasiswa di dalam negeri karena kalau S2 psikologi, sertifikasinya akan jauh lebih mudah di dalam negeri. Kalau dari luar harus ada peraturan-peraturan yang membuat kita tambah ribet. Kalau beasiswa di dalam negeri kira-kira apakah ada persyaratan khusus? Kira-kira bagaimana peluangnya juga?
  A : Tergantung jenis beasiswa yang didaftar dan universitas dalam negeri yang dituju. Karena persyaratannya bisa berbeda untuk satu univ ke univ lainnya. Tapi, rata-rata yang dibutuhkan sama seperti beasiswa luar negeri. Pencapaian akademik yang bagus, aktif berkegiatan sosial di luar akademik, punya pengalaman organisasi, dan sebagainya.  Untuk peluangnya sama saja kompetitifnya dengan beasiswa luar negeri. Terutama kalau beasiswa dalam negeri seperti LPDP.

7. Q : Kalau tingkat master yang kita ambil tidak linear dengan keilmuwan kita di S1 apakah berpengaruh dalam mencari beasiswa?
    A : Iya, berpengaruh. Karena bisa dibilang kita harus usaha ekstra untuk meyakinkan si pemberi beasiswa mengenai alasan kenapa kita memilih jurusan yang tidak linear. Penelitiannya harus lebih dimantapkan. Tapi bukan berarti tidak diperbolehkan untuk tidak linear.

8. Q : Kira-kira negara mana yang paling bagus untuk menimba ilmu S2 dan beasiswa?
    A : Relatif, tergantung tujuan dan misi kita. Pengalaman seperti apa yang kita harapkan dari hidup di negara tertentu, kultur seperti apa yang cocok dan menarik untuk kita pelajari, apa yang ingin kita capai ke depannya. Tapi yang paling penting harus cari universitas yang berkualitas dan relevan untuk menunjang karir masa depan. Karena percuma sudah keluar jauh-jauh tapi ternyata banyak univ dalam negeri yang lebih baik kualitasnya. Jadi, untuk lebih spesifik negara mana yang terbaik. Silahkan cari dan sesuaikan dengan motivasi kita belajar di luar negeri.

Alhamdulillah selesai juga diskusi kita kali ini tentang beasiswa di Turki. Legah juga nulisnya #Plak :D.  Gimana menurut kalian? Sampai jumpa di sesi diskusi selanjutnya.

Wassalamualaykum warahmatullahi wabarakatuh.