Curhatan di Hari Sabtu




Assasalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh ... 
Kali ini saya mau curhat kalau hati saya sakit banget. Entah kenapa enggak tahu, seperti nyeri gitu. Terasa ada yang menikam atau menusuk-nusuk. Parah banget deh. Saya mengira bahwa intensitasnya hanya malam saja. Eh, ternyata pagi juga begitu. Kalau dipikir-pikir lagi sih, mungkin sejalan kali ya sama iman yang sedang turun dan permasalahan yang dihadapi. Hanya saja saya belajar tidak  memusingkan itu dan mengalokasikan pada ambisi dan logika. Ya, mau bagaimana lagi, ulu hati yang sakit ini sudah membuat saya muak asyik membujuknya untuk tidak sakit. Sedangkan kemungkinan yang lainnya adalah rencana yang lain terancam gagal. Kan jadi sebal sendiri.

Kembali ke blog setelah bertarung di naskah novel. Hm, sepertinya enggak ada hubungannya sama sekali. Tapi bisalah disinggung sedikit. Sebenarnya menulis novel itu merupakan cara saya untuk curhat menjadi orang lain. Yap begitulah, ketika luapan hati ingin dikeluarkan namun tokoh yang bertindak bukan saya. Kalau konten ini sih sudah pasti saya.

Sederhana sih sebenarnya kenapa saya bisa menulis maraton mati-matian kejar tayang. Motivasi yang utama di tengah deadline skripsi adalah keuangan. Siapa sih yang enggak galau dan pusing jika tidak punya uang. Memang sih uang bukan segalanya. Tetapi kebutuhan. Jalan ke kampus butuh uang, beli paket butuh uang, makan pun juga butuh uang. Meskipun saya diberikan jatah oleh orang tua setiap bulan untuk ongkos. Tetap saja tidak bisa menutupi kejadian tidak terencana dan kebutuhan lainnya.

Mulailah saya mencari cara yang insyaa Allah halal dengan kemampuan saya. Namun pada akhirnya saya gagal selalu. Gagal maning deh. Punya duit hasil kerja keras atau nabung. Eh sepeda motor rusak. Terus berhutang dan enggak punya uang lagi. Sudah senang jingkrak-jingkrak karena keterima google Adsense setelah itu ganti domain. Eh iklan enggak bisa muncul lagi karena tidak ada konten. Astaghfirullah, ngeluh aja deh.

Ehem, tak terasa nyeri di dada saya berangsur reda. Mungkin ini perkara waktu aja kali ya kan. Terkadang segala sesuatu yang terjadi itu terlihat tidak masuk akal.

Tapi kali ini saya tidak ingin membahas perihal curhatan yang berujung keluhan. Melainkan sebuah kebaruan dari curhatan. Semoga saja bisa begitu. Sebab ada banyak yang terjadi dalam setiap harinya. Begitu pula dengan prinsip dan perasaan  bisa berubah dalam sekejab.

Kalau mungkin saya yang dulunya selalu suka menulis tanpa membaca. Kini akan lebih saya usahakan untuk banyak membaca sebelum menulis. Sebab membaca dan mendengarkan adalah cara saya membuka ruang kreativitas di masa depan. Kita tidak tahu inspirasi mana yang akan tetap melekat dalam ingatan.

Untung saja saya memilih membaca buku tentang The Miracle of Sabar. Jadi perkara memusingkan enggak punya duit dan takut kehidupan terancam enggak lagi bersemayam dalam hati ini deh. Intinya berusaha dan berdoa. Berikut ini saya sertakan kata mutiara yang kebetulan kepikiran sendiri setelah membaca.


Div Element
Ketika doamu tidak dikabulkan. Ia akan menjelma menjadi ladang pahala bersebab kesabaranmu dalam berdoa.

Sebuah Penguraian Hari yang Telah yang Berlalu

Entah berapa lama saya mencoba menutup diri dari khalayak publik.
Saya yang dulunya memiliki ambisi kuat kini terlihat lemah tak berdaya.
Hanya karena sebuah skripsi.

Padahal hanya sebuah skripsi bukan?
"Tidak, mungkin saja salah memprioritaskan orang lain," ungkap sahabat saya.

Awalnya saya mengira apa yang telah berlaku pada diri saya pasti ada sebuah alasan. Saya akui memang, waktu yang telah berlalu tidak saya gunakan untuk rebahan dan rebahan. Hanya semata-mata mencari jati diri. Hingga saya menyadari bahwa seharusnya tidak seperti ini. Berpusat dan muter-muter di situ saja. Tidak ada perkembangan berupa pencapaian yang bisa dibanggakan. Bahkan orang tua saya malah kesal.

Saya yang dulunya sempat ceria ketika menemukan fakta bahwa menulis adalah bagian dalam diri saya dan merupakan terapi psikologis terbaik saat kondisi murung. Kini terpaksa saya cekal atas dalih sebuah skripsi. Kenyatannya membuat saya jungkir balik dan berujung pada sesak napas. Belum lagi merasa depresi tak terjabarkan hingga saya lebih suka tidur dan tidur lagi. Saya merasakan otak tidak bisa bekerja dan bawaannya selalu sedih. Seringkali ketahuan sedang tidur dan berdalih sedang mengerjakan skripsi.

Setiap hari terlewati, seminggu, bahkan sebulan terasa sia-sia. Ah, ini sungguh merugi.
"Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran." Q.S Al-Ashr ayat 1-3. Jika saya melirik lagi kandungan surah tersebut. Rasanya saya sungguh menyesal telah lari dari kenyataan. Bahkan parahnya saya telah gagal. Kondisi di mana berhenti dan menyerah. Malahan saya berharap keesokan paginya tidak menemukan pagi lagi. Ironinya saya masih ada sampai saat ini. Kehidupan masih tetap berlangsung. Suka atau tidaknya. Waktu terus terlewati begitu saja tanpa peduli saya berada di posisi yang mana.

Terlebih lagi saya menemukan sebuah pernyataan dalam surah Al-Hijr ayat 56 bahwa tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat. Kalau begitu, keputus-asaan yang telah saya lalui merupakan kesesatan.

Pada bulan ini saya mulai berpikir kembali. Pasti ada sesuatu yang harus saya jalani. Masih ada misi yang belum diselesaikan dan saya tidak boleh pergi sebelum menyelesaikan skenario-Nya. Begitu bukan?

Saya akui memang, ilmu yang saya pelajari ketika kuliah tidak melekat dalam hati. Bahkan lima tahun telah saya lalui masih belum cukup membuat saya jatuh cinta pada jurusan sendiri. Entah bagaimana caranya saya bisa dekat. Berulang kali saya mencobanya malah berujung kesia-siaan. Sulit sekali membuka hati. Apalagi ke semua itu didorong dengan hal-hal yang tidak penting.

Ada sebuah pernyataan yang sedang booming bahwa lulusan sarjana itu tidak menjamin kesuksesan atau kesesuaian seseorang dalam jurusan dan pekerjaan. Ya misalnya seseorang yang lulusan di bidang ekonomi seharusnya bekerja sebagai pengusaha tapi malah bekerja sebagai buruh. Saya mengira itu adalah sebuah kesalahan. Sebab persepsi seperti itulah yang membuat orang akan berpikiran sama pada setiap lulusan sarjana. Tapi kenyataannya. Memang ada yang seperti itu dan tidak pula menutup kemungkinan.

Sebenarnya menurut saya bukan instansi atau universitasnya yang salah. Tetapi balik lagi kepada orang yang menjalaninya. Pada akhirnya itu tidak terlepas pada pilihan. Setiap orang berhak menentukan pilihan dalam hidupnya. Apakah tetap bertahan dengan kondisinya atau melarikan diri demi sebuah kebahagiaan? Kehidupan ini terlalu disayangkan jika dihabiskan untuk kesedihan.

"Sebaik-baiknya manusia adalah bermanfaat bagi orang lain." (HR. Ahmad, no 3289) Kini saya pun tidak menuntut seperti itu. Jika saya tak mampu dalam kondisi itu. Setidaknya saya akan memulainya dengan memanfaatkan diri saya sebagaimana mestinya. Seperti hari-hari sebagaimana mestinya. Bangun di pagi hari dan tidur di malam hari. Tidak seperti kehidupan saya sebelumnya. Tidak peduli siang maupun malam saya akan tetap tidur.

Kebiasaan baik itu perlu diulang dan diasah kembali. Bahkan semangat yang saya miliki dimulai dari nol kembali. Saya berharap ke depannya bisa menjadi pribadi yang tangguh di setiap keadaan.

Me In The Future

  • cepat tanggap
  • rajin
  • tidak baperan
  • sabar
  • tidak egois
  • idealis
  • fokus pada tujuan
  • planner


Kenangan


kenangan
membawa sukmaku berlabuh
terenyuh setiap untaian di bibir tipismu
mengalun kerinduan bercengkerama
tak ubahnya kepastian belaka
bayanganmu menyemai wajah
tersusut dalam sebuah ilusi
harmonisasi menyendiri
kuharap
kita adalah pelebur nestapa

rumah kita, 18 Maret

_Intro_
Puisi ini saya tuliskann untuk adik saya yang berada di sana
semoga kalian dalam keadaan baik-baik saja dan selalu dilindungi Allah swt.

RDH-Episode 1-Pendatang Baru


Jika ingin mendengarkan backsound musicnya bisa mendengarkannya. Song by Al-Khadijah dengan judul Syaikhona. 



Asyifa mengikuti barisan yang ada di depannya. Rela berdesak-desakan hanya ingin bersalaman secara langsung dengan tokoh idola. Orang-orang mulai sibuk dengan tujuan mereka sedangkan suasana tidak begitu sumringah. Angin yang berembus mesra menemani ruang lingkup tersebut. Ia sudah memastikan penampilannya cukup sopan kali ini dengan gamis kesukaannya.
Beberapa menit kemudian ia benar-benar menemui wajah tampan itu. Lelaki yang mampu memporak-porandakan jantungnya dan membangkitkan hormon dopaminnya. Kini di mata Asyifa lelaki itu terlihat sangat menawan dengan kemeja cokelat kehijauan yang ia kenakan. Asyifa menangkupkan telapak tangannya seraya tersenyum dan dihadiahi pula senyuman yang sama. Ia salah tingkah dan menyentuh pucuk telapak tangan yang sama-sama menangkup itu.
“Duh, dasar bodoh! Seharusnya aku bisa mencegah diriku tadi,” runtuknya. Ia merasa konyol dengan serangan yang ia lakukan. Alih-alih menjaga dirinya ala ukhti malah menelantarkannya keshalehannya. Ia tidak bisa membendung rasa sukanya. Malah terbelenggu dalam hasratnya dan orang-orang tetap tidak ada yang peduli dengan dirinya. Asyifa sendirian menyikapi hatinya yang menyatakan sedang bahagia. Tenang dan memenuhi ruang kosong dalam kalbunya.
Asyifa masuk ke ruang kelas dan menggendong beberapa buku besar di tangannya. Belajar fisika benar-benar membuatnya serabutan. Pertama, pelajaran itu rumit. Kedua ia tidak menyukai pelajaran tersebut. Entah karma mana yang harus ia tanggung atas keputusan pendeknya bertahun-tahun lalu. Hingga saat ini ia tidak mencintai ruang lingkupnya sendiri. Payah, seharusnya ia memilih memperjuangkan mimpinya.
Tapi, toh itu semua tidak akan merubah takdir yang sudah digariskan untuknya di masa lalu. Masa depannya tetap bisa Asyifa putuskan bagaimana arah dan tujuannya. Bahagia atau suramkah? Ia tidak ingin melewati masa bahagianya dengan kesuraman belaka.
Beberapa menit kemudian pria  yang Asyifa tunggu masuk ke dalam dan duduk di samping kirinya. Kedua pipinya merona hebat saat langkah pria itu mendaratkan diri di bangku. Karismatiknya sudah dapat ia deteksi saat pria itu berada di depan pintu. Asyifa merasa nyaman ketika pria itu ada di dekatnya dan membuka buku fisika juga.
“Mau belajar bersama?” pria itu menawarkan dengan santun.
Alamak, ini mimpi bukan? Asyifa benar-benar bersama pria itu. Otaknya mendadak konslet seketika dan membalikkan sakelar otomatis tentang fisika. Sedangkan ruang hati turut mendukung terang-terangan kehadiran pria itu. Apalagi pria itu memastikan mereka untuk belajar bersama. Ia memerhatikan dengan saksama apa yang diajarkan pria tersebut padanya.
Tetapi kebahagiannya tidak berlangsung lama. Pria itu dipanggil orang untuk melaksanakan sebuah tugas yang penting. Asyifa sedikit kecewa dengan keadaan yang dihadirkan saat ini. “Mana Faiz?” tanyanya pada yang lain. Teman-temannya menyuruh Asyifa mengecek sendiri keberadaan pria itu.
Asyifa melihat Faiz sedang berada di kapal memakai jeket hitam tebal dan ditemani burung-burung yang sedang terbang di atasnya. Serta ada beberapa orang-orang asing lainnya di sekitarnya melalui instagram. Beberapa bangunan kasual di belangkangnya terlihat elegan. Riakan air jernih begitu tenang membawa mereka pergi. Ia tahu ke mana prianya pergi. Tempat yang jauh untuk menimba ilmu. Asyifa hanya bisa menahan luapan kebahagiannya sejenak. Tak ada yang bisa ia lakukan selain mengikhlaskan apa yang terjadi.
Keesokan harinya Asyifa mengendarai sepedanya di pagi hari seraya menikmati nikmat sehat yang Allah berikan padanya. Udara segar yang memasuki sistem pernapasan tiada bandingnya dari udara manapun. Ia mengenakan pakaian training senyaman mungkin untuk memberikan ruangan bebas pergerakan tubuhnya. Ekor matanya menyelisik setiap halaman beberapa rumah telihat indah dengan taman-taman yang disedikan empunya sebagai ruang penyejuk pandangan. “Itu rumah Faiz Haikal,” gumam Asyifa dalam hatinya. Ia hanya punya harap-harap menjaga dalam dadanya. Tentang kebahagiannya yang lindap kembali.
Asyifa membuka matanya. Ia melihat jam dinding yang sedang berdetak dengan ritme tertentu. Serta cahaya benderang buatan yang masuk ke retina mata. “Ah, sudah jam dua ternyata,” ia menepuk jidatnya dan menyingkirkan bantal guling yang sedang dipeluknya. Ada sayup-sayup kesal di rongga dadanya. Tentang penyesalannya yang tidak bangun lebih awal tadi. Ia telah kehilangan seratus bintangnya. Menyebalkan sekali.
Ia melihat sekeliling katilnya yang tidak ada siapa-siapa selain bantal guling.
“Enggak solat Fa?” tanya Mama yang sedang mondar-mandir memecah keheningan malam.
Asyifa hanya ingin membungkam sejenak tentang keimanan dalam dirinya. Sebab perjanjian dalam dirinya mengerjakan suatu persoalan. Ia sangat bersyukur melihat mamanya seperti ini. Tapi untuk hatinya sendiri. Ah, ia perlu banyak waktu untuk menyetel ulang rasa tentram dalam dirinya. “Kalau Mama?” tanyanya balik.
“Ya udah duluanlah Fa,” ucapnya seraya bergantian merebahkan diri di atas katil Asyifa.
Ada rasa berat hati yang menggerogiti hati Asyifa. Ia tidak punya hasrat untuk bertemu Tuhan di sepertiga malam. Baginya ruang kosong yang yang kering kerontang ini masih ingin terus ia pupuk untuk sementara waktu. Ada baiknya memejamkan mata kembali. Meskipun kesadarannya masih setengah. Ia mencoba menyingkirkan perasaan lainnya ketika bangun tadi semoga saja ingatan apalah itu lenyap seketika. Bermimpi setiap kali tidur itu terasa menyebalkan. Seolah tidak ada waktu tidur yang berkualitas bagi dirinya.
Asyifa bangun lagi seraya menerka dirinya pasti bangun kesiangan. Mungkin saja pukul tujuh atau setengah delapan. Namun cahaya lampu tidak mungkin membohongi dirinya. Ia yakin sekali ini bukan jam biasa. Kedua bola matanya membulat seketika ketika melihat jarum panjang tersebut berhimpitan di angka enam. Itu tandanya ini masih setengah enam.
Setelah melihat samping kanannya, ia melihat Mama sedang memenuhi kewajiban solat subuh dengan khusyuk. Buru-buru ia bangkit dan melakukan hal yang sama. Kemudian melirik ventilasi udara ruang tamu yang mengisyaratkan suasana fajar. Asyifa segera berwudhu dan mengerjakan kewajibannya juga.
Asyifa duduk di meja belajar dan mengambil buku referensi tugas kuliahnya. Baru membuka halaman pertama, ia baru sadar bahwa solat tadi merupakan waktu yang langkah bagi dirinya. Kali pertama setelah beberapa hari yang lalu. Ia agak sedikit khusyuk mengerjakannya.
Tidak hanya satu keheranan itu yang mengendap dalam dada. Tetapi hatinya yang menyimpan bongkahan sesuatu. Ingatan tentang pria itu membuat setruman saraf motoriknya aktif. Ah, Asyifa merasa tidak percaya ia bisa memimpikannya. Ini juga kali pertama bagi dirinya setelah sekian lama ia mengikrarkan dalam diri bahwa pria itu merupakan tokoh idolanya. Pemikiran usilnya pun mengatakan ini merupakan suatu petunjuk bahwa Asyifa harus berubah. Bisa jadi sebagai isyarat bujuk membujuk menjadi pribadi yang baik sebagaimana biasanya.
“Kau kerjainlah soalmu. Kau tengok tuh yang lain udah pada tamat sedangkan kau sendiri masig gitu-gitu aja. Sudah berapa soal?” tagih Mama di belakang Asyifa.
Asyifa masih memandangi rententan huruf di hadapannya. “Delapan Ma.”
“Baru delapan. Bagus kali ya. Ngapain aja?” tanya ulang Mama lagi menegaskan ketidakbecusan Asifa.
“Yaudah Mama aja yang ngelanjuti soalnya.” Asyifa tahu benar apa yang ia perbuat. Ia telah melewati fase galau mengerjakan ini semua. Menyebalkan sekali. Entah berapa banyak waktu yang sudah ia habiskan untuk mengerjakan ini semua. Otaknya terasa dangkal ketika mendapatkan revisi yang ini.
Bila menangis pun tidak akan mengubah segalanya. Sedangkan hatinya sudah sangat kecewa setelah terombang-ambing tak tentu arah. Asyifa tidak tahu ke mana lagi ia harus membawa rasa sedih yang bercokol hanya tidak bisa mengerjakan soal. Namun mimpi tadi pagi seolah ingin mengatakan bahwa ia pasti bisa mengerjakannya. Entahlah, ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Bersambung

Rasian Dini Hari

Sebelumnya terima kasih teman-teman yang sudah mampir ke cerita ini. Sesuai dengan yang permintaan teman-teman sekalian yang akan membaca cerita ini via website. Akhirnya saya memutuskan untuk mempostingnya di sini. Yeay, ulala. Tenang, cerita ini masih fresh kok. Belum pernah dipublikasikan orang lain. Jadi, mohon sekali jangan diplagiatin ya hiks. Apalagi membuat penulis menderita. #plak. Jadi, jangan lupa dukungannya ya. Eh, kok jadi kompetisi pemilihan idol sih. Oke-oke kembali ke laptop. 

Blurb 
Rasian Dini Hari-- Tidak semua orang bisa selalu bermimpi. Namun bagaimana Asyifa Qalbi yang kerap menemukan dirinya bermimpi setiap harinya dan tak jarang menjadi sebuah jawaban tersendiri atas hari-hari yang ia lalui. Untuk pertama kalinya ia memimpikan seseorang yang sangat ingin ia impikan. Sayangnya, ia mendalihkan dirinya tengah menghayal yang bukan-bukan perihal mustahil bagi dirinya.

Oke, itu masih blurbnya ya. Kalau sinopsisnya masih rahasia sih. Pasti kalian akan mengetahuinya setelah membacanya. Hehe ... Kan tidak mungkin juga sebuah cerita tanpa sinopsis. Tenang, nanti akan saya buat sinopsisnya ketika dicetak nanti. #Plak. Ya, kalau ada yang minang nanti. Tapi lihat nanti aja deh. Mau dibawa ke mana status cerita ini. 

Cerita ini saya tuliskan dengan sepenuh hati dan niat keikhlasan dengan semata-mata saling berbagi. Kebahagian bagi saya adalah ketika kalian bisa membacanya dan bisa berkomentar pula. Selamat membaca. Akan diupdate secara berkala tiga hari sekali. Jadi dalam tiga hari sekali kalian bisalah menuangkan waktu paling lama lima belas menit untuk membaca cerita ini setiap episodenya. 


Harumpuspita

Cara Mahir Berbahasa Inggris Secara Asyik Bersama NEO Study


Mahir berbahasa Inggris adalah salah satu impian saya sebagai jembatan untuk kuliah keluar negeri. Barangkali ini juga salah satu impian teman-teman di luar sana. Selain itu bahasa Inggris ini sangat diperlukan sebagai prasyarat beasiswa, pekerjaan, dan berbagai hal lainnya. Seiring berjalannya waktu saya mulai sibuk dengan rutinitas kampus dan pekerjaan lainnya. Jadwal yang tidak tetap membuat saya nyaris melupakan tangga yang harus dilewati untuk mencapai impian.

Sekadar pengetahuan tertulis saja tidak cukup membuat seseorang bisa dikatakan mahir berbahasa Inggris. Begitupun dengan saya. Saat mencoba mengaplikasikan bahasa Inggris masih sulit melafalkan kata. Terbata-bata dan kebingungan kalimat apa yang hendak diucapkan. Padahal mendengar orang lain berbicara itu malah enak didengar dan bisa dimengerti.

Beberapa pekan lalu. Salah seorang anggota Blogsum memberikan informasi terkait kursus bahasa Inggris via aplikasi mobile. Akhir-akhir ini saya terpikiran untuk mencari tahu dan akhirnya menemukan NEO Study.

Sebuah platform aplikasi kursus berbahasa Inggris yang dapat digunakan di mana saja dan kapan saja. Sehingga dapat disesuaikan dengan waktu masing-masing. Kita bisa bebas menentukan tempat asyik untuk belajar bahkan meluangkan waktu di sela-sela menunggu. Apalagi menunggu doi. Eh ....


Setelah mendownload aplikasi tersebut kamu akan diarahkan tes terlebih dahulu untuk mengetahui berada di mana sih pengetahuan yang dimiliki saat ini. Ada lima level dalam tingkatan berbahasa Inggris di Neo study


1.      A1 level beginner atau level pemula
Pada level ini kamu bisa memahami kalimat sehari-hari, pelafalan perlahan, penulisan sederhana, dan kosakata singkat.
2.      A2 level elementary
Pada level ini kamu akan memahami kemampuan dasar, keluarga, dan bahasa dalam pekerjaan. Kecepatan berbicara rendah dan pelafalan yang jelas. Penulisan sederhana dalam kosa kata umum.
3.      B1 level Intermediate
Pada level ini kamu akan memahami topik umum lingkungan kerja, sekolah, dan liburan. Kemampuan berbicara umum dan spesifik dengan jelas. Sedangkan kemampuan penulisan sesuai minat.
4.      B2 level Upper Intermediate
Pada level ini kamu akan memahami topik utama dalam penulisan. Kemampuan berbicara dasar dan temu muka. Kemampuan kosa kata lebih lebih luas.
5.      C1 level Advance
Pada level ini kamu akan mempelajari penulisan panjang dan arti yang terkandung di dalamnya atau secara implisit. Kalimat panjang pada topik abstrak dengan orang yang dikenal dan mampu menuliskan kalimat detail pada kalimat utuh meskipun tidak sesuai bidangmu.

Setelah dites, akhirnya kemampuan saya pada level A1. Kemudian saya diarahkan untuk mendaftar terlebih dahulu di aplikasi tersebut sebagai persyaratan menjadi siswa di neo study
Setelah itu saya diarahkan untuk memasuki level A2 dengan mempelajari kegiatan sehari-hari di sebuah keluarga. Aplikasi ini dilengkapi dengan teknologi AI atau intelegensi artifisial, yaitu kemampuan dengan benar menafsirkan suatu data. Jadi, ketika saya belajar berbicara. Aplikasi tersebut akan mendeteksi kebenaran pelafalan yang saya ucapkan. Ya, walaupun terkadang sempat kesal bersebab apa yang saya ucapkan sering salah. Tapi, justru itulah yang membuat lidah saya semakin terbiasa dan tidak kaku saat mengucapkan berbahasa Inggris. Rasanya seru-seru sedap.

Sistem belajarnya menggunakan persentasi score, yaitu seberapa persen kemajuan kita dalam belajar. Sehingga saya sendiri pun bawaannya terus tertantang untuk menyelesaikan pembelajaran tersebut menuju level berikutnya. Kursus belajar bahasa Inggris ini memberikan akses kelas gratis selama empat belas hari. Setelah lewat empat belas hari. Kelas tidak bisa diakses dan kamu bisa mengambil kursus untuk melanjutkan kelas. Harganya juga terjangkau. Selain itu, setelah lulus dari kelas ini tentunya akan mendapatkan sertifikat. 

Oh iya, untuk belajar di aplikasi Neo study pastikan smarthphone kamu mendukung ya. Kalau spesifikasi yang octa core aplikasi ini cukup memumpuni. Wuah seru sekali bisa belajar bahasa Inggris bersama Neo Study. Saya tidak perlu khawatir lagi nih dengan kemampuan bahasa Inggris yang saya miliki.  #Hello Neo. Berikut ini testimoni dari kak Bintang Cahya.  




Sumber :
efset.org
hello.myneo.space dan youtube channel
Desain grafis olah sendiri di canva
Artikel ini diikutsertakan lomba blog yang diadakan oleh NEO Study. 


Setahun Silam dan Kini



Terjebak ingatan setahun silam
Berbayang reka kejadian
Mengalunkan fatamorgana terabaikan ikhlas
Kita tiada berkumandang melepas jengah
Melainkan saling menyapa tanpa peduli sisi lain
Sedang sisi lain
Ah, itu aku
Mengalun dalam kealpaan nestapa
Menjaga jarak biar tak lupa
Tentangmu yang menyapa
Sedangku mencinta
Dalam diam
Tak mampu mengubah
Bagaimana segala keadaan
Kini, rasa ini tetaplah sama
//
Meski kupinta melepaskanmu
Tak kuasa
Bila sore menjelang malam
Malam bersanding mimpi
Rupamu tak pernah alpa
Sedangku lelah, menyapamu dalam hayalan

ruang baca digital library, 28 Februari