Menggapai Tujuan dalam Perbedaan

 Mengingat sebuah perbedaan di antara manusia. Barangkali berupa ras, suku, dan agama. Namun jika menyelisik dari satu tujuan. Perbedaan tidaklah menjadi penghalang. 

Ah, ingatan itu terlintas pada kenangan bersama dengan mereka. Ya, pertemanan saya di perkuliahan dan berujung pada sebuah kerja sama yang berujung pada kedekatan dan mengharumkan nama kampus. 

Ini kisah akhir tahun 2018 yang silam. Sudah lama ya? Namun ingatan itu seolah masih dekat. Kebetulan saya yang merupakan seorang muslim menjadi satu kelompok dengan non muslim. Kalau tentang suku, jelas juga berbeda. Bahasa Indonesia yang mempersatukan dan mudah dimengerti. 

Hal yang paling menarik dalam sebuah perbedaan adalah perbedaan pengalaman. Beda tempat, beda pula logat. Selagi itu masih baik, hidup akan tetap aman-aman saja. Saya punya sahabat, ia bermarga Purba. Kebetulan menjadi orang paling berpengaruh dalam kelompok saya.  Ialah yang mengajak saya menyelusuri perjalanan hidup di luar zona rebahan. 

Tentu saja, namanya juga perjuangan. Jelas tidak digapai dengan tenang-tenang saja. Menarik sekali, rasanya seperti melihat petualangan yang seru. 

Ide ini sebenarnya berasal dari teman saya yang muslim. Kemudian ia mendiskusikannya dengan Purba dan akhirnya merekrut anggota. Termasuk saya. Ya, saya berada dalam lingkaran mereka dan melakukan banyak hal dalam waktu yang singkat. 

"Eh, kita ada inovasi baru nih. Biasalah, menggunakan sesuatu yang terbuang dan menghasilkan sesuatu bermanfaat." Kira-kira begitulah topik yang sedang kami kerjakan. Kami menyebutnya dengan MAKUGA. Ya, kalau diperpanjang dalam bahasa Inggris lumayan bisa membuat lupa. Namun arti dari inovasi itu adalah membuat masker gel dari kulit buah naga yang terbuang. 

"Oh, no! Oh, no!" Mungkin itu soundtrack yang sesuai untuk generasi milenial sekarang jika menyaksikan prosesnya. Mulai dari pengumpulan bahan hingga proses pembuatannya. Ya, saya harus melewati rasa malu ketika meminta kulit buah naga kepada penjual buah berkeliling sekitaran rumah. Kemudian membuat maskernya juga di kampus yang berbeda. Kebetulan di kampus saya sendiri tidak memiliki fasilitas yang memadai. Maka kami pun ke kampus lain. 

Setelah selesai membuat produk tersebut. Kami pun segera meluncur ke kota Bali. Wuah, sungguh tidak disangka-sangka pada waktu itu. Mulai saja dulu dan kami pun bertemu dengan orang-orang yang berbeda. Bahkan dari negara yang berbeda. Kalau yang sejauh ini saya rasakan keseruannya adalah selama berada di sana. Saya lebih mengenal mereka dan saling menghargai. 

"Baiklah, sebelum memulai. Marilah kita berdoa sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing." Begitulah yang selalu diucapkan ketika kami hendak memulai langkah maupun hendak makan. Mereka pun juga pengertian dan kami saling menghargai satu sama lain. 

Nah, ada lagi yang paling menarik dari tempat yang kami datangi. Logat bahasa Bali, rasanya adem dan santun. Sedangkan orang Medan sendiri pada tahulah gimana logatnya juga berbeda. Hal yang saya pelajari adalah makna dari itu semua. Tetap sama kok. Sama-sama memiliki maksud yang baik. Hanya penyampaiannya berbeda. 

Ada beberapa hal yang bisa pelajari dari merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman melalui pengalaman berharga itu. 

1. Tidak memandang mereka berbeda

Ya, sama saja. Mereka juga sama-sama manusia seperti saya dan memiliki tujuan positif yang sama pula perihal pemikiran. Ini lebih menarik. Sebab konteksnya berdasarkan hati dan ketulusan dalam berteman. 

2. Saling menghargai keyakinan masing-masing

Saling pengertian dan memberikan waktu salat kepada saya yang kebetulan saya merupakan seorang muslim. Begitu juga dengan mereka yang kadang juga mengingatkan. 

3. Saling mendukung perihal tujuan 

Asyiknya ketika memiliki tim adalah dukungan kuat. Saling menyemangati satu sama lain. Tujuan kami sama. Sama-sama ingin mempresentasikan yang terbaik di hadapan para juri. 

sebelum presentasi, cekrek dulu. 

Tak disangka, kami pun meraih mendali emas pada waktu itu. Saya sungguh tidak percaya, tetapi benar-benar nyata. Rasanya terharu dan tidak bisa mengatakan apa-apa. 

Inilah cara saya untuk merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman. Bagaimana cara kamu? Kabarkan/sebarkan pesan baik untuk MERAWAT kebersamaan, toleransi, dan keberagaman kamu dengan mengikuti lomba "Indonesia Baik" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini

Previous
Next Post »

8 comments

  1. wah setuju banget kak untuk merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman :D semangat kak!

    ReplyDelete
  2. Kerennn.. dari hasil bahan terbuang bisa membuat sesuatu yang bermanfaat seperti masker buah. Gak berhenti sampe situ, bahkan dapet penghargaan ya..
    Ngomong tentang merawat perbedaan, teringat pada diri sendiri yang karena sekolah menengah pertama dan atas di negeri, bahkan hingga kuliah. Jadi selalunya berhubungan dengan teman yang berbeda suku dan agama. Alhamdulillah kami selalu rukun tanpa pernah mengejek satu sama lain. Bahkan hingga kini masih sering berkomunikasi meski beda pulau

    ReplyDelete
  3. Aku dulu juga punya tetangga nasrani, sukanya dia tahu apa yang boleh dan tidak boleh dalam ajaran agama Islam. jadi kami sangat dekat tapi tetap dengan menjaga toleransi. misalnya saja, dia tidak pernah menawarkan makan dan memberi makanan buatan dia, karena tahu kami akan ragu. Jadi dia memilih kalau memberikan makanan itu yang dibeli dari luar.

    ReplyDelete
  4. Sip, semakin besar toleransi yang kita berikan semoga sebesar itu pulalah kebijaksanaan yang kita raih ya. Sukses yaa lomba blog KBR nya, semoga menang... semangat, Henny!

    ReplyDelete
  5. Jadi ingat juga pas masa kuliah dulu.
    Temen se gank juga dari berbagai macam provinsi.
    Otomatis juga berbeda agama.
    Dua orang adalah Hindu bali.
    Seru sih, jadi nambah wawasan juga.

    ReplyDelete