Teman TB yang Pernah Diary Harumpuspita Temui

 

Teman TB yang Pernah Diary Harumpuspita Temui
Gambar 1. Teman TB yang Pernah Diary Harumpuspita Temui 

Saya percaya bahwa takdir memang sudah ada jalannya kian. Mau seberapa keras kita berusaha, dia pun akan mendatangi kita lewat mana saja. Pada sebuah pemakaman itu saya tertegun ditemani teman saya mengajar. Ingat-ingat apa yang sedang dibicarakan beberapa waktu lalu. Rasanya tidak ada sampai sebulan percakapan itu berlangsung. Tuan rumah duka pernah bercerita sedang membawa mertuanya pengobatan dan diagnosanya serupa dengan saya, yaitu TB Kelenjar.

Pada usia yang tak lagi muda. Sebagai menantu lelaki yang pengertian, ia membawa mertuanya ke Rumah Sakit dan katanya juga sudah berusaha pengobatan alternatif supaya tidak terus-terusan untuk meminum obat karena pengobatan TB memang harus dilakukan secara rutin dan bahkan berbulan-bulan lamanya.

Sempat terlintas, apakah penyakit ini semenyeramkan itu ya untuk kalangan yang lanjut usia?

Hari Terakhir Menjalani Pengobatan TB Kelenjar

Dokter puskesmas menyarankan saya kembali ke RS, memastikan lebih lanjut perkembangan dari waktu yang sudah dijanjikan harus kembali. Setelah melalui drama yang panjang bahwasannya procedural rujukan hanya berlaku 3 bulan lamanya. Kalau lewat harus kembali ke puskesmas meminta rujukan kembali.

Tidak ada yang tahu bagaimana takdir yang akan membawa kita. Apakah akan memberikan kebahagiaan lebih atau kesedihan yang tak berujung?

Ruangan stase Paru tidaklah dingin, tidak pula hangat. Saya mengamati sekitar dan memulai interaksi duluan. Pada pasien yang baru pertama kali usai bertemu sang dokter spesialis paru itu pun keluar. Seorang lelaki yang usianya masih terbilang muda. Sang perawat pun bertanya, “abang merokok nggak?”

“Nggak,” ucap lelaki itu.

Sempat terpikir, apa iya abang itu nggak merokok? Tapi kok ya harus menjadi bagian dari penyakit paru. Entahlah, kita pun tak tahu apa yang terjadi padanya. Pada hidup ini kadang hidup ya gimana. Orang lain yang menjadi pelaku, kitanya malah menjadi korban. Sama seperti saya yang harus menjadi resiko karena merawat.

Pasien kedua adalah seorang Kakek yang usianya sudah lanjut. Sang perawat pun berkata, “Selamat ya kek. Kakek sudah tidak perlu minum obat lagi. Kakek sudah dinyatakan sembuh.”

Wuah, saya yang mendengarkan ikutan senang. Tak ingin penasaran lebih lama, saya pun bertanya pada sang Kakek. “Kek, kalau boleh tahu berapa lama ya kakek minum obat dan usia kakek berapa?”

“Usia saya 79, minum obatnya hanya enam bulan,” ucapnya di balik masker.

Masih menunggu orang-orang yang sedang dalam pengobatan. Dua orang yang berada di depan saya saling memandang.

“Saya sudah biasa kemari rutin buat berobat jalan. Selama tahunan saya menjalani berobat jalan sakit gula ntah sakit apalah, tapi kok ya aman-aman saja. Nggak usah takut buat berobat. Biasanya saya sendirian kemari. Kali ini saya bawa adik saya yang tiba-tiba drop dan ada kerusakan di parunya. Padahal, badannya dulu mah gemuk seperti saya. Setelah pulang dari rumah sakit ini yang kemarin badannya habis kali,” ucap sang Ibu yang usianya seperti Ibu saya. Menjelang enam puluhan.

“Adik Ibu ini yang sakit usia berapa?” tanyaku penasaran.

“Dia masih lima delapan.”

Masih seolah tak percaya, sakit yang dideritanya ternyata membuat raut wajah terlihat lebih tua daripada usia yang disebutkan tadi. Ya Allah, aku saja yang baru sepuluh bulan ini rasanya udah ngeluh entah cemana. Sementara sang Ibu ini sudah menjalaninya selama tahunan. Sebuah proses yang enggak mudah.

Aku menghela napas kasar. Kini tinggal giliran saya yang akan berhadapan dengan dokter spesialis itu. Yap sudah tidak ada benjolan lagi dan ia hanya memberikanku vitamin C berbentuk tablet. Apakah saya sanggup untuk meminumnya kembali? Rasanya saya pun tak berniat mengingat semua makanan rasanya semua nikmat dan bahkan porsi makanku juga besar. Sebagai bukti, saya meminta sang dokter memberikan sebuah tanda bukti bahwasannya saya tidak perlu melanjutkan meminum obat kembali dan dia menuliskannya di dalam kartu berobat saya.

-------------II------------------

Previous
Next Post »