Salah satu ujian yang membuat saya berpasrah dengan segala keadaan adalah masa-masa ketika mengalami TB Kelenjar tahun 2023-2024. TB Kelenjar ditandai dengan adanya benjolan di leher yang tidak terasa apa-apa. Ketahuannya setelah dilihat oleh orang lain.
TB kelenjar ini termasuk akibat
dari virus Tubercolosis. Namun
bedanya TB kelenjar tidak menular sama sekali. Ia ada karena akibat imunitas
diri rendah karena memang setiap orang biasanya selalu terpapar dengan virus
ini. Ketika imunnya rendah maka TB menyerang kelenjar. Perlu diketahui bahwa TB
bisa menyerang apa saja, kecuali rambut dan kuku. Jadi, dears … kalau ada yang
terkena TB kelenjar ya jangan dijauhi ya. Kasian, makin sedih dianya.
Gimana bisa imunitas rendah?
Memang kejadian leher membesar
bukan karena alasan. Pas ketika saya tahu, saya baru tahu ditinggal nikah oleh
dia yang saya tunggu dalam diam L
dan ibu saya sakit. Yah, maksudnya ketika Ibu saya di rumah sakit, saya yang
merawatnya seorang diri menemani hari-harinya ketika di rumah sakit. Bisa jadi,
tubuh yang capek dan perasaan sakit tak karuan itu membuat imunitas saya
rendah.
Gejala yang sudah ada sejak lama
Jadi memang sebelumnya saya sudah
langganan demam. Dokter puskesmas curiga kalau saya menderita TB Kelenjar. Ia
memeriksa riwayat keluarga saya yang ternyata ayah pernah menderita TB Paru. TB
Paru itu pun sebenarnya disebabkan dari setelah pengobatan Covid 19. Saat masa
mengajar dulunya malahan dua hari sekali minumin Paracetamol saja. Minum obat bakalan
gimana. Enggak minum obat demamnya malah semakin lama nggak sembuhnya. Makanya
sekarang kalau udah ada gelaja beberapa jam nggak turun dan buat nggak tahan ya
minum obat. Bukan sedikit-sedikit minum obat sih.
Cara Indikasinya
Sang dokter puskesmas itu pun
menyuntikkan sesuatu di lengan kiri saya. Namanya sih tes Mantaux. Kemudian
melingkarinya sebagai tanda tempat suntikan. Ia berpesan untuk tidak
mengusapnya, supaya tahu apa yang terjadi selama tiga hari ke depan. Ternyata
setelah tiga hari area suntikan membesar hingga berukuran 3 cm. Setelah
mendapatkan hasil, barulah saya dirujuk ke rumah sakit yang ada spesialis
Parunya. Stase paru ya, padahal nggak ada batuk. Hiks.
Setelah di spesialis paru nggak
langsung didoktrin gitu. Kamu penyakit ini nih. Saya harus menjalani operasi
pengambilan jaringan di kelenjar saya beberapa hari kemudian. Operasi kecil ini
namanya biopsy. Ternyata setelah di sana saya tuh enggak sendirian. Ada juga yang
masih gadis seperti saya mengalami gejala yang serupa.
Tahu nggak gimana rasa sakitnya?
Sakit banget dong ya, kan enggak
dibius. Main ngambil jaringan yang ada di leher pula. Duh, sebagai pengalaman
nih ya. Walaupun kita tuh orang yang mandiri poll, tidak disarankan untuk
menjalani sendirian. Karena kalau sakit ndak ada yang menghibur gitu. Makanya
kalau ayah dan ibu yang sakit saya selalu menjadi garda terdepan menemi.
Tibanya saya yang sakit, sok jual mahal. Amannya ke RS sendiri. Nggak tahunya
mengsedih. Puk-puk-puk dari jauh.
Pengobatan yang diberikan
Pengobatannya sama dengan TB
Paru, yaitu diberikan obat OAT selama beberapa bulan tanpa putus. Kalau putus,
ya ulangi lagi dong dan itu harus diminum setiap pagi sebelum sarapan. Terus
dibarengi juga makan-makanan yang kaya akan protein seperti kacang-kacangan dan
susu.
Obat OAT yang pertama itu
warnanya merah. Bentukannya besar seperti kapsul dan saya harus meminumnya tiga
butir setiap pagi. Itu pertama kali merasakannya, lambung enggak nyaman sist.
Sakit yang membuat saya harus meringkuk di kasur. Baru setelah dua bulan
lamanya, obatnya berganti menjadi bulat kecil, tapi butirannya enggak
berkurang. Sama-sama sebanyak tiga butir juga.
Tugas dari Pengobatan
Setiap kali mengambil obat, saya
selaku pasien ya harus mengambilnya sendiri. Karena berat badan harus ditimbang
untuk mengetahui pengobatan berhasil atau tidak. Waktu itu timbangan masih 48
kg gitu. Tipe ideal gitu, masih cakep-cakepnya menurut saya. Sekarang saja yang
oversize 60 kg. Pengobatan dialihkan ke puskesmas kembali. Setelah enam bulan
kemudian baru ke RS lagi untuk melakukan biopsi ulang.
Berapa Lama Pengobatannya?
Sebenarnya pengobatannya
tergantung kondisi tubuh gitu. Saya kembali ke RS, ternyata benjolan masih ada.
Nggak kunjung mengecil gitu kan semakin galau. Jadinya yang tadinya enam bulan,
masuk ke delapan bulan, hingga akhirnya sampai sepuluh bulan lamanya
pengobatan. Sampai akhirnya saya baru menyadari kalau kondisi mood bahagia
justru, benjolannya semakin kecil. Dokter tidak menyarankan untuk biopsy ulang,
hanya menyuruh saya meneruskan obat.
Efek Samping dari Obat
Nafsu makan yang gila-gilaan. Apa
aja terasa enak. Ternyata obatnya itu termasuk dengan kategori obat yang keras
gitu. Jadinya kalau lagi sakit mau minum obat lain, kita mah harus konsultasi
dulu sama dokter puskesmas. Paling pernah demamlah dibolehin minum Paracetamol
biar reda.
Sendi berdenyut berasa kayak
nenek-nenek. Bahkan mau jalan aja susah. Ternyata ini gejala tiga bulan menuju
kesembuhan memang seperti itu.
Jadi, gimana? Ada pertanyaan?
Silakan tulis di kolom komentar ya.