Showing posts with label blog competition. Show all posts
Showing posts with label blog competition. Show all posts

Laptop AI Terbaik 2025 Bersama ASUS Vivobook S14

Laptop AI terbaik
Gambar 1. Laptop AI Terbaik

Hari gini masih enggak dapat ide buat nulis. Duh, rasanya jumpalitan sekali untuk menggali ide yang tak kunjung dapat. Tapi kalau ada yang ngajakan ulas laptop AI 2025 ya digaskanlah jugalah. Enggak tahu kenapa akhir-akhir ini produktivitas itu menurun. Padahal sebentar lagi adalah akhir semester. Harusnya sih lebih semangatan lagi untuk banyak menulis maupun membaca. Yah, maklumlah pekerjaan saya sekarang ini kan membaca dan menulis. Masa iya, enggak bangga dengan pekerjaan itu.

Satu hal yang membuat saya tersentuh adalah ketika pekerjaan ini tuh enggak semua orang bisa ternyata. Enggak semua orang juga berminat dalam berkecimpung di dunia tulis menulis. Kebanyakan mereka lebih suka menjadi penonton dan penikmat tanpa melibatkan kinerja otak. Artinya mereka lebih suka menyerap informasi dan hiburan begitu saja.

Akhir-akhir ini saya sering melihat jumlah pengunjung blog. Meskipun banyak orang yang tertarik dengan dunia sosial media. Ternyata jumlah pengunjung blog semakin hari semakin meningkat loh sobi. Itu artinya, sepak terjang di dunia blog itu masih tetap hidup dan relevan hingga saat ini. Yah, walaupun saat ini saya sedang mageran buat konten di blog. Ternyata melalui blog, banyak hal pula yang bisa digali saat ini.

Entah kenapa, mungkin dulunya kegiatan tanpa jeda itulah yang membuat saya kini terjebak dengan fase jenuh. Kalau sudah begitu rasanya wassalam saja. Padahal kegiatan menulis ini adalah kegiatan yang paling mengasyikkan di mana kita bisa mengeksplor perasaan dan juga pengetahuan hingga membahas apa saja.

Hal paling menarik yang pernah saya rasakan selama ngeblog adalah ngeblog untuk tujuan ikutan lomba. Nah, asyiknya ini brand ASUS sering sekali mengadakannya hingga saya enggak asing dengan istilah apa saja yang ada di laptop. Jadi enggak hanya sekedar tahu fungsinya saja untuk mempermudah pekerjaan, tapi memang sampai spesifiksi detailnya. Jadi, kalau ada laptop yang diburu karena adanya fitur unggulan itu ya memang ada apadanya.

Kenapa harus ASUS Vivobook S14?

Bagi saya keluaran ASUS Itu selalu memiliki tempat sendiri di sini. Pernah, nyobain eh ujung-ujungnya merasa nyaman karena performanya emang bukan main-main. Namun ini bukan hanya sekadar performa belaka, melainkan merambah ke berbagai hal yang membuat kita nggak ingin move on dari ASUS.

1.       ASUS Vivobook S14 Terkenal Slim

 

ASUS Vivobook S14
Gambar 2. ASUS Vivobook S14

Alasan kenapa ASUS Vivobook itu menjadi primadona adalah badan tubuhnya yang emang benaran slim. Sekarang ini sudah nggak zaman kalau bawa laptop bawaannya berat banget seperti membawa beban hidup. Namun laptop yang ringan membuat kita nggak perlu khawatir kalau membawanya ke mana-mana. Nggak nyusahinlah pokoknya. Ukuran ketebalannya hanya 1,59 cm dan bobotnya hanya 1,35 kg. Betul-betul ringan sekali untuk dibawa ke mana-mana. Tanpa khawatir beban di pundak begitu berat. Sehingga laptop ini menjadi laptop idaman sekali bagi banyak kalangan. Laptop ini benar-benar ringkas banget.

2.       Warna Cool Silver dengan Gaya Elegan dan Matte Gray yang Cocok di Segala Kondisi

Saya setuju bahwa warna silver ini menjadi warna favorite. Pasalnya pemilihan warna membuat kita merasa sejuk dalam memandang laptop. Vivobook S14 didesain dengan warna cool silver untuk menciptakan efek harmonis dan sentuhan metalik dalam mewujudkan konsep gaya hidup modern. Tak hanya itu, dari luar juga terlihat begitu elegan, dan anggun. Sehingga menggunakan laptop ini membuat kita semangat dalam memulai pekerjaan kita.

Varian ASUS Vivobook S14
Gambar 3. Varian ASUS Vivobook S14

Tak hanya Cool Silver doang loh Sobi. ASUS Vivobook S14 juga tersedia yang berwarna Matt Gray. Cocok bangen bagi orang yang susah dalam ngerawat kebersihan. Sehingga enggak gampang kotor. Ini cocok banget bagi saya sebenarnya, walaupun saya lebih suka yang berwarna cool silver. Namun warna hanya sebuah persoalan selera ya sobi. Bukan sebuah hal yang harus pakem gitu.

3.       Bukan hanya Powerrfull, Tapi Performa yang Tiada Banding dengan Bantuan AI

Performa ASUS Vivobook S14
Gambar 4. Performa ASUS Vivobook S14

Banyak yang sepakat kalau kehadiran AI ini sungguh sangat membantu karena memang kontennya yang original punya. Bahkan AI ini sangat ramah sekali bagi manusia. Yah, AI ini memang bagian dari pemrogramannya. Namun yang jelas kehadirannya harus didukung dengan software yang memumpuni, yaitu dengan prosesor Snapdgaron ® X dan NPU Tops hingga 45. Itu berarti laptop ASUS S14 ini ditangani oleh NPU yang membantu menangani hal-hal yang terkait dengan kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin. Bayangin dong, kalau pembuatan konten, laptop ini menjadi laptop yang paling rekomendasi anti lelet. Apalagi hanya sekedar menjelajah doang, ittu mah gampang y.

4.       RAM 16 GB serta Penyimpanan 512 GB SSD

Bagi saya RAM 4GB saja sudah cepat dirasa, tapi yang ini tuh sudah mencapai 16GB. Itu artinya kecepatan aksesnya begitu cepat dan sangat cocok digunakan untuk yang suka dengan sat set set. Apa enggak semangat terus ya kan berlama-lama di depan laptop. Ibaratnya nih kalau mau diajak apapun itu rasanya ayok aja. Selain itu series ASUS Vivobook ada ASUS Vivobook S14 S2407QA (Qualcomm), ASUS VivobookS14 S3407CA (Intel), dan ASUS Vivobook S14 M3407HA (AMD). Jadi kita bisa milih nih mau yang prosesor keluaran siapa.

5.       Fast Charging dan Mampu Hidup Mencapai 30,5 Jam

Fast charging dan daya tahan lama
Gambar 5. Fast Charging dan daya tahan lama

Pasal daya baterai yang mencapai tiga puluh jam ini sungguh sangat menarik sekali. Kita bisa bekerja di coffe shop atau di mana saja dari pai hingga malam pun, tanpa kahwatir sedikit-sedikit mencolokkan daya baterai. Apalagi kalau sedang fasenya mati lampu. Saya nggak perlu khawatir ketika nulis novel enggak kelar. Soalnya juga enggak ada alasa juga ya. Sudahlah, ASUS Vivobook S14 ini memang laptop impian banget. Bisa dibawa ke mana saja, tanpa perlu kahwatir pekerjaan kita akan terganggu sebab yang penting kitanya yang fokus saja. Kapasitas baterainya hanya 70 Wh saja. Wow, benar-benar teknologi yang enggak boros.

Perjalanan Diary Harumpuspita Hingga Tahun 2025

Perjalanan Diary Harumpuspita Hingga Tahun 2025
Gambar 1. Perjalanan Ngeblog

Saya percaya bahwa siapa saja yang berpendirian kokoh, maka akan lulus.

Begitulah perjalanan hidup ini. Menegaskan serangkaian jatuh bangun seorang insan dalam menapaki dunia.

Perjalanan di dunia blog, tentu lika-likunya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ia juga tidak bisa dibentuk dalam sehari, melainkan dalam waktu berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun lamanya.

Sepak terjang yang tengah menjadi perbincangan hangat bagi Gandjel Rel dan Diary Harumpuspita adalah kilas balik sepuluh tahun yang lalu.

Bagaimana perjalannya hingga sampai menuju tahun 2025. Sepuluh tahun yang lalu adalah diri saya yang tidak tahu tentang dunia literasi. Jejak-jejak langkah yang gelap dalam menapaki dunia kehidupan di awal tahun 2015. Saya memang gemar menulis sejak kelas enam dasar.

Tahun 2015 menurut saya adalah angka yang sangat indah. Entah kenapa angka keindahan itu justru tak sepenuh indah, ketika saya lulus jalur undangan dalam perasaan sedih. Saya menangis, ketika banyak orang terharu atas kelulusan diterima di Perguruan Tinggi Negeri.

Salah Jurusan yang Mempertemukan Kepenulisan

Entah sejak kapan saya menjadi orang yang people pleasure, yaitu orang yang suka membuat orang lain senang. Hal yang saya ingat sebelumnya saya merupakan orang yang sangat patuh kepada Ibu Bapak saya. Namun tahun 2015 adalah awal saya mengubah stir dalam hidup dan mulai menghabiskan jatah gagal. Saya tidak lagi mengindahkan arahannya. Sebab saya pikir, saya memiliki andil bagaimana masa depan saya menanti. Saya yang menjalani hidup ini. Bukanlah orang lain.

Tanpa sadar kepedihan yang saya alami dan tidak mampu mengungkapkannya membuat saya kenal dengan tulisan. Tulisan yang tidak akan mencela penulisnya dan selalu mengarahkan kepada kebaikan. Mula-mula di kertas buku harian. Lama-lama membuat sendiri buku harian yang bisa dibawa ke mana-mana. Mulai dari yang kecil dan masuk di kantong. Hingga yang besar sebagai buku agenda. Rekam jejak saya dalam menemui siapa saja setiap harinya. Bahkan asisten pribadi yang menyenangkan. Saya menuliskan daftar apa saja yang ingin dikerjakan dan tidak hanya mengandalkan ingatan belaka.

Menulis Sebagai Hadiah

Bagi saya, tiada pelipur lara yang paling baik selain menulis. Salah jurusan justru mempertemukan saya dengan kepenulisan ini. Saya senang sekali dan Allah Swt sangat baik sekali memperkenalkan posisi ini pada saya. Tepat di hari kesedihan saya, saya pun menulis dengan bebas tentang apa yang dirasakan. Bebas pula menjadi apa saja dan berprasangka apa-apa saja. Terlebih lagi selalu berprasangka baik.

Menulis di Blog Sejak Tahun 2018

Rekam jejak, begitulah yang saya ulik pasal tulis menulis secara digital. Walaupun sejak tahun 2016 saya mulai menjadi seorang pengarang. Ternyata saya mulai menulis sejak tahun 2018. Yah, kalau tulisan awal itu tak seindah yang dibayangkan adalah hal yag wajar bukan? Saya mulai menulis puisi dan tanpa sadar juga menyelisipkan curhat di dalam cerita. Alias curcol (curhat colongan).

Pengenalan Blogger Sejak tahun 2019

Peran komunitas blogger
Gambar 2. Peran Komunitas Blogger

Tepatnya di akhir tahun 2019 saya bertemu dengan seorang lelaki yang tidak jadi masuk ke dalam FLP Medan, tetapi ia merupakan bagian dari Founder Komunitas blog di Sumatera Utara. Ternyata ia merupakan seorang blogger dan memperkenalkan saya pada sebuah komunitas Blogger. Di situlah saya baru menyadari arti dari blogger itu sendiri. Seseorang yang memang bisa dipercaya ucapan dan performannya dalam menyampaikan gagasan.

Blogger memiliki keberartian dan memiliki tempat di banyak orang. Ia bisa bekerjasama dalam memperkanalkan usaha orang lain. Tugas blogger bukan hanya sebagai penulis belaka, tapi beragam. Terlebih lagi kepada personal branding. Semakin banyak jam terbangnya, maka tawaran kerjasama juga akan semakin berdatangan.

Terlebih lagi teman-teman blogger itu rata-rata pada loyalitas banget. Dedikasinya ke sesama blogger yang lain juga enggak tanggung-tanggung. Rasanya seperti keluarga sendiri. Apalagi setelah berkunjung ke blog mereka, kita mendalami bagian dalam diri mereka yang tak terucap secara lisan.

Top Level Domain Diary Harumpuspita Lahir di tahun 2020

Lima tahun sudah blog saya berdiri sebagai Top Level Domain. Tahun yang sangat cukup dikatakan sebagai blogger dan memang bukan blogger pemula lagi. Ya, lagi-lagi usia hanyalah angka saya pun terjebak kembali lagi ngeblog dengan serius setelah awal-awal saya ngeblog dengan top level domain.

“Biar enggak lupa dengan perpanjang domain, gunakan saja tanggal lahir. Soalnya itu merupakan tanggal penting.”

Jangan lupa perpanjang domain
Gambar 3. Jangan lupa perpanjang domain

Yap bagi saya itu adalah sebuah kebenaran. Bahwa perpanjang domain ini jangan  sampai kelupaan. Soalnya bahaya banget kalau blog lupa perpanjang, Resikonya kita harus mengulang dari awal bahwa blog kita memiliki tempat di mesin pencarian. Selain itu, blog yang lupa perpanjang biasanya akan diambil provider lain dan dijadikan sebagai situs yang bukan-bukan. Bahaya banget ya kan.

Review Buku Blog At First Sight

Ada sebuah buku yang bagi saya itu merupakan sebua harta karun. Bagaimana saya bisa belajar dari para blogger yang berpengalaman atau paling tidak semangatnya dalam menekuni blog bisa menular. Namanya buku yang berjudul Blog At First Sight, sayangnya buku ini tidak menjadi daya kertetarikan bagi teman-teman saya yang tidak berkecimpung di blog. Padahal saya tahu bagaimana keindahan tulisan pada blogger terdahulu yang membuat dewan juri pada jatuh hati. Saya bersyukur buku tersebut tidak ada yang ingin meminjamnya.

Blog at First Sight
Gambar 4. Blog at First Sight

Lama saya perhatikan, lama juga saya belajar memahami apa sih rahasia mereka supaya bisa menarik perhatian dewan juri. Jawabannya adalah keseriusan dan kekonsistenan. Waktu itu sering banget ada lomba blog. Saya yang punya pemahaman seadanya pun memberanikan diri untuk mengikuti lomba blog tersebut. Menang nggak  menang, yang penting ikut. Tanpa saya sadari saya sendiri sebenarnya merupakan pemenangnya karena berhasil menulis. Kan menang nggak menang dalam pandangan dunia itu mah bonus ya kan Tugas kita mah berusaha dan berdoa. Semoga hasilnya benar-benar memuaskan.

2022-2023 Sempat Dilarang Menulis karena Masuk Rumah Sakit Jiwa

Bagi saya, menulis sebuah penyembuhan hati. Tentang hati yang kian tersakiti dengan beragam misteri dalam kehidupan. Padahal, faktanya kata Coach Manu yang merupakan seorang sutradara di kota Medan. Ia mengatakan sesuatu pada saya. “Apabila kita berhasil menuliskan masalah kita, tandanya kita sudah menyelesaikannya sebanyak 70%, angka itu merupakan angka yang besar tentunya dalam hidup kita.

Sejak saat itulah, saya pelan-pelan memberanikan diri untuk konsisten dalam menulis dan sempat kalau menulis sembunyi-sembunyi. Saya sangat takut dimarahi, katanya dulu sebelum masuk rumah sakit jiwa gara-gara menulis.

Padahal faktanya, beberapa minggu sebelum dinyatakan sakit, saya tidak bisa menulis sama sekali. Saya tidak bercerita lagi tentang masalah-masalah yang saya hadapi. Saya sok tegar memendam segalanya sendirian dan tidak tahu pada waktu itu saya kenapa.

Setelah 8 bulan berlalu di tahun 2022. Hal yang terfatal bagi saya bukanlah kehilangan hal-hal benda duniawi. Saya kehilangan Allah dalam hidup saya. Sempat tidak percaya lagi pada-Nya. Selama 8 bulan itulah hidup saya sungguh terasa gelap, tak memiliki arah. Bahkan tidak makan sama sekali, saya bisa bertambah berat badan. Kata orang saya semakin makmur, padahal diri ini tengah merasakan depresi yang sesungguhnya setelah dari rumah sakit itu. Depresi sebenarnya tidak ditandai dengan kurangnya aktivitas, melainkan tidak ingin melanjutkan hidup kembali dan mood bahagia menurun.

Qadarullah, hati saya tergerak untuk membaca tulisan dari penulis yang sangat saya kagumi. Ialah kak Susan Arisanti, sang novelis. Pada tulisannya saya menemukan sesuatu, tentang alasan apa yang sebenarnya terjadi pada diri saya. Hingga saya bisa memaafkan diri sendiri dan terus mencari tahu apa yang terjadi dengan saya. Saya pikir, apa yang selama ini saya lakukan salah, ternyata saya tidak salah. Bahagianya itu luar biasa. Allah membukakan satu per satu jalan kepada saya.

bertemu tulisan Susan Arisanti
Gambar 5. Bertemu tulisan Susan Arisanti

Selain Menulis, Membaca adalah Obat Bagi Jiwa yang Terluka

Jika di tahun 2022 saya dinyatakan sakit, maka di lebaran 2023. Saya mulai mengenal Langkah Bayi. Sebuah Challenge untuk pembaca khusus bacaan islami. Di situlah saya belajar bahwa saya harus belajar dengan sungguh-sungguh tentang kehidupan ini. Membaca justru membuat saya menemukan hal-hal yang baru. Terlebih lagi membaca pada waktu itu disesuaikan dengan kebutuhan saya apa. Dulunya saya yang tidak bisa mengatur waktu. Justru saya bisa. Kalau saya lagi bersedih. Maka saya baca buku yang berhubungan dengan itu, yaitu. Laa Tahzan artinya Jangan Bersedih.

Hal yang paling saya cari jutsru Adab dalam Menuntut Ilmu pada waktu. Masyaa, Allah sungguh luar biasa dampaknya pada diri saya ketika dipraktikkan.

Catatan Ilmu, belajar Adab Sebelum Ilmu
Gambar 6. Catatan Ilmu, belajar Adab Sebelum Ilmu

Walaupun saya belum menulis tentang kebiasaan saya seperti curhat, saya mulai menulis ilmu pengetahuan. Buku agenda saya yang dulunya kosong pun sekarang terisi dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang berharga dan sewaktu-waktu bisa saya baca lagi.

Sepak terjang Diary Harumpuspita
Gambar 7. Sepak terjang Diary Harumpuspita

Alat Tempur Diary Harumpuspita

Apakah saya menulis dengan alat tempur yang canggih?

Tentu tidak dong. Lagi-lagi saya bertempur dengan alat seadanya dan tentunya semangat. Kan yang penting hasilnya terbaik, mau itu caranya bagaimana. Hal yang terpenting dalam prosedur pelaksanannya tentu secara halal, tidak pula mengambil hak orang lain. Walaupun saya terkenal dengan sosok orang yang paling ribet bawain laptop ke mana-mana. Nah, yang biki unik adalah keyboard dan mouse.

Kenapa enggak memilih betulin laptop saja?

Entah kenapa laptop yang saya pakai itu sering kali bermasalah di bagian keyboardnya. Harganya sekitar seratus lima puluh ribuan, tapi ya kok enggak sampai tiga bulan atau setahun dipakai malahan laptop saya justru rusak lagi. Kalau enggak saya yang numpahin air di atasnya. Orang lain malah yang numpahin secara enggak sengaja di atasnya. Jutsru ketika saya beli keyboard eksternal yang harganya hanya berkisar tiga puluh ribuan. Laptop saya enggak kenapa-napa. Bisa digunain malah. Yah, walaupun hanya bisa ngetik, searching-searching, dan ngedit seadanya di canva. Sementara kalau video saya menggunakan HP yang baru mulai saya tebus untuk mengedit.

Selain laptop yang seadanya, alat tempur apa lagi?

Saya biasanya ngetik dengan HP. Punya nomor WhatsApp, terus buat grup yang isinya saya sendiri. Teknik inilah yang saya gunakan untuk memudahkan dalam mengambil informasi. Punya dua nomor, satu nomor yang untuk kerja, satu lagi memang untuk pribadi. Jadi, enggak banyak yang ganggu dan fokus bisa lebih terarah. Seringnya kalau pekerjaan ini, kita mau ngerjain sesuatu eh malah terdistraksi buka ini dan itu. Jadinya, enggak kelar dikerjakan. Adanya pembatasan akses justru membuat diri jauh lebih kreatif dan produktif.

Laptop Impian Masa Depan

Tahu nggak sobi, bahwasannya ada sebuah brand ternama yang bernama ASUS sering menjadi buah bibir di kalangan banyak orang. Apalagi logonya di Merak Jingga, tempat pembetulan laptop banyak dipampang di depan toko mereka. Pernah suatu ketika, saya bertanya pada yang punya toko.

“Laptop ASUS bagus Henny, garansinya saja bisa mencapai dua tahun. Mending dirimu ganti laptop saja. Dibandingkan betuli laptop yang ini,” ucap Ibu sang pemilik toko.”

Sejak dulu, saya memang terkagum sekali dengan ASUS, di samping kualitasnya bagus. Saya belajar banyak dari ASUS karena sering mengadakan kompetisi mereview produknya. Belajar teknologi dari brand ini. ASUS keren sekali ya, selalu mendukung perjalanan komunitas Blogger di Indonesia. Eventnya tidak hanya secara online saja, tetapi juga secara offline sejak tahun 2015. Sungguh perjalanan yang panjang dan tak pernah surut dalam memberikan inovasi terbarunya. Teman-teman saya di komunitas blogger lain, kerap membagikan pengalamannya bersama ASUS.

Lomba Blog Sebagai dukungan Komunitas dari ASUS
Gambar 8. Lomba Blog Sebagai dukungan Komunitas dari ASUS

ASUS Vivobook 14 (M1405)

Bagi saya, laptop ASUS terkenal dengan ringan dan anti ribet. Laptop ini tampaknya sangat bertenaga untuk keperluan editing. Kadang suka mikir gini sih, kapan ya bisa ugal-ugalan menggunakan laptop tersebut? Biasanya, selama ini saya meminjamnya dari yang lainnya. Apalagi untuk aplikasi excel, meskipun bagi laptop saya beratnya minta ampun dan dibutuhkan kesabaran yang sangat ekstra. Justu bisa beroperasi di laptop ASUS dengan sangat mudahnya.  

Laptop ASUS Vivobook 14 (M1405)  bertenaga yang  Powerfull
Gambar 9. Laptop ASUS Vivobook 14 (M1405)  bertenaga yang  Powerfull

SPESIFIKASI SINGKAT ASUS VIVOBOOK 14 (M1405)

JenisSpesifikasi
ProcessorAMD Ryzen™ 7 7730U Mobile Processor
RAMDDR4 16GB
Storage512GB M.2 NVMe™ PCIe® 3.0 SSD
Aspect RatioWUXGA (1920 x 1200) 16:10
Sistem OperationWindows 11 Home

untuk spesifikasi full-nya bisa ditelusuri di website resminya ya.

Februari Layaknya Musim Semi

Bagi saya, Februari layaknya musim semi yang memberikan kebahagiaan pada jiwa-jiwa kesabaran. Setelah perjalanan panjang. Februari menjadi sebuah cerita yang memiliki keunikannya sendiri. Kemarin tanggal 25-02-2025 saya pikir itu adalah tanggal cantik. Seseorang berguman di dekat saya ketika saya menunggu mengambil vitamin di tempat pengambilan obat ya. “Tanggalnya cantik ya, semoga ketemu jodohnya.”

Saya bahagia, sebab di hari itu saya dinyatakan selesai minum obat TB oleh sang dokter, setelah penantian panjang selama sepuluh bulan.

Kalau orang lahiran setelah mengandung Sembilan bulan sepuluh hari. Saya malah sepuluh bulan menempuh pengobatan TB kelenjar.

Selain itu, Gandje Rel dan Forum Lingkar Pena juga milad pada bulan ini. Sebuah kebahagiaan yang sangat berarti bagi saya. Sebab Februari sendiri juga Milad diri saya dan juga blog Diary Harumpuspita.

Harapan Kepada Gandje Rel, Forum Lingkar Pena dan ASUS

Semoga Gandje Rel dan Forum Lingkar Pena bisa terus menjadi wadah berbagi tulisan kebaikan yang mencerahkan. Semakin bertumbuh dan harmonis dalam ukhuwahnya. Semakin menyala dengan konsistensi yang tak pernah menyerah dan menjadi inspiratif bagi banyak orang yang ingin menemukan jalan kebaikan.

Perwakilan Blogger Sumut
Gambar 10. Perwakilan ucapan Blogger Sumut untuk Gandje Rel

Happy Anniversary untuk Gandje Rel yang ke-10 tahun. Sepuluh tahun memang bukanlah waktu yang sebentar dan juga enggak mudah menjalaninya. Namun bertumbuh untuk terus mempertahankan keberadaan dan keaktifannya itulah yang menantang dari Gadje Rel. Walaupun tantangan silih berganti, semoga Gandje Rel bisa tetap adaptif kapan pun dan di mana pun berada. Serta menjadikan karyanya sebagai sarana jalan kebaikan dan keberkahan dalam hidup.

Happy Milad untuk Forum Lingkar Pena yang ke-28 tahun. Semoga tetap terus menjadi wadah inspiratif bagi banyak orang.

Semoga Asus bisa terus berinovasi dan mempertahan produk kualitas terbaiknya. Sehingga tetap setia menjadi kepercayaan banyak orang hingga mendunia di bidang teknologi.

☕Artikel ini diikutsertakan pada Lomba Blog 2015 ke 2025 Perjalanan Ngeblogku yang diadakan oleh Gandje Rel

Pentingnya Migrasi ke Literasi Digital Masa Kini

Pentingnya Migrasi ke Literasi Digital Masa Kini
Gambar 1. Ilustrasi Pentingnya Migrasi ke Literasi Digital Masa Kini

 Awal tahun adalah sebuah momentum yang sangat baik untuk memulai sesuatu. Ibarat sebuah garis awal, rata-rata kebanyakan orang memulai harapan baru di awal tahun. Baik itu yang muda maupun yang tua. Termasuk Kumpulan Emak Blogger (KEB) memiliki harapan tema #KEBerpihakan dengan mendukung program literasi digital.

Begitu pula dengan tren sosial media mengikuti perkembangan zaman. Namun lagi-lagi untuk membahas suatu kasus, dibutuhkan banyak data. Supaya kita bisa tahu langkah mana yang perlu diambil untuk mengatasi masalah dalam kehidupan dan mengikuti kefleksibelitasan teknologi.

Namun satu yang harus digarisbawahi bahwa sampai kapanpun manusia tidak bisa digantikan dengan teknologi. Teknologi adalah sebuah alat untuk mempercepat pertumbuhan aktivitas belaka.

Menurut RRI (Radio Republik Indonesia) yang dilansir pada databook.katadata.co.id pada tahun 2024, Indonesia memiliki total pengguna sebanyak 191 juta (73,7% dari Populasi). Platform media sosial terpopuler pada peringkat pertama ditempati oleh Youtube sekitar 139 juta pengguna (53,8% dari populasi), disusul oleh Instagram 122 juta pengguna (47,3% dari populasi), Facebook 118 juta pengguna (45,9% dari populasi), WhatsApp sekitar 116 juta pengguna (45,2% dari populasi), dan tiktok 89 juta pengguna (34,7 % dari populasi).

Wuah, ternyata sungguh banyak juga ya pengguna sosial media ya sobi. Data ini bisa menjadi pertimbangan di mana kita inginnya berkarya. Namun yang namanya juga jangkau semua platform sosial media juga boleh dicoba ini. Intinya hanya satunya, sajian kontennya seperti apa.

Perkembangan Instagram Saat Ini

Terkait dengan perkembangan Instagram, justru pengunjung story itu rasanya sedikit banget dan malahan orang lebih banyak main ke reels. Sehingga konten reels menjadi sebuah hal tersendiri dalam menarik perhatian pengguna. Tidak hanya di youtube (reels  versi short, dan facebook). Kelebihan Instagram adalah fitur postingan yang semakin hari semakin berkualitas.

Ada lagi berita yang bikin nyesek para Social Media Spesialist, ketika ia menemukan sebuah berita terkait dengan ukuran postingan. Otomatis postingan yang sudah didesain kian cantiknya bagaimana malah menjadi berantakan tak menentu. Bagi orang yang emang modelannya terima-terima saja enggak apa-apa sih. Namun bagi yang modelannya ingin kesempurnaan auto merapikannya.

Tidak akan kehilangan followers

Terkait dengan followers ini saya jadi teringat deh dengan diskusi asyik bersama DCE (Digital Creative Enterpreneur) kemarin bahwasannya kita itu harus memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi pengikut. Nah, konsepnya adalah postingan kita di Instagram tahun 2025 bakalan ngelempar postingan yang relevan untuk bukan pengikut sehingga tidak menghilangkan pengikut sebelumnya.

Maksudnya kalau kita ngepost kuliner akan dilempar postingannya kepada yang suka dengan kuliner. Meskipun nice kita sebenarnya suka buku. Kalau di saya sih iyes, dibandingkan banyak akun, tapi enggak beres. Mendingan satu akun doang, tapi beres dan orang percaya pada kita.

Untungnya teman-teman saya merupakan konten kreator yang hijrah dari tulisan di caption hingga membuat slide informatif di Instagram. Padahal kalau dibilang mereka itu lebih suka menulis caption dibandingkan dengan menyajikan infografis yang tidak bisa dilakukan ketika kedip langsung jadi. Sampai saat ini kalau bilangnya sih, “tidak mudah membalikkan telapak tangan.”

Mengapa harus pindah ke Literasi Digital?

Saya percaya bahwa literasi tidak hanya dengan buku. Sayangnya enggak semua orang suka baca buku, tapi kalau baca chat mau nggak mau ya kan. Apalagi kepoin status orang bikin apa ya hari ini? Semangatannya apa ya untuk hari ini? Literasi itu pada dasarnya ingin memberikan sebuah penekanan bahwa ini loh sebenarnya maksud yang disampaikan itu.

Menurut UNESCO yang dilangsir oleh jurnal basic Edu (dalam Purwati, 2017) Literasi adalah wujud dari keterampilan yang secara nyata, secara fisiknya dalah keterampilan kognitif dari membaca serta menulis. Terlepas dari membaca serta menulis, yang terlepas dari konteksnya di mana keterampilan itu diperoleh dari siapa serta siapapun cara memperolehnya.  

Gimana, radar ribet ya konsepnya? Intinya Literasi itu ketika pesannya sampai di kita begini loh. Terkait mengerti atau tidaknya. Era digital inilah yang membuat tadinya secara manual menuliskan dalam buku dengan tangan menjadi digital.

Personal Branding itu Penting

Kalau kita suka masak, maka postinglah hal-hal yang berkaitan dengan kuliner. Begitulah kalau kita sukanya baca, postingan tentang buku dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Pada dasarnya kita ini terhubung satu sama lain. Enggak mungkin juga terus-terusan baca buku doang kan, pastilah ada kegiatan yang menghubungkan dengan produk lain.

Bagi saya personal branding itu bukan hanya sekedar mau gaya-gayaan atau flexing tentang pencapaian. Melainkan sebagai media untuk menemukan teman lain yang sefrekuensi. Mungkin memang belum sekarang kita menemukan teman yang sefrekuensi itu. Barangkali nanti dan ketika sudah berkumpul yang selingkaran. Motivasi untuk mempertahankan dan memperbaruhi diri menjadi lebih baik lagi akan terjaga.

Quotesnya gini sih, “Kalau mau jalan cepat jalan aja sendirian. Kalau mau perjalananya lama, maka carilah teman seperjalanan.” Meskipun melalui media sosial sekalipun.

Literasi Digital Masa Kini
Gambar 2. Quotes relevan di Perjalanan Hidup

Komunitas Emak Blogger #KEBerpihakan pada Literasi Digital

Kalau sudah berhubungan dengan Blogger, maka mau tak mau sudah pasti mereka melek literasi. Sebab menulis artikel itu dibutuhkan banyak data dan lebih kompleks dibandingkan hanya sekedar menulis cerita pendek. Paling tidak menguasai cara menulis dan desain tipi-tipis sudah menjadi nilai lebih untuk blogger itu sendiri.

Saya jadi teringat waktu pertama kali belajar menulis di blog. Semangat belajarnya sungguh jor-joran. Walaupun belum banyak temannya. Sampai akhirnya ketemu orang-orang yang sefrekuensi itu senangnya bukan min. Kebetulan pada kesempatan kali ini KEB (Kumpulan Emak Blogger) menuju ke tahun ke-13 nih sobat. 18 Januari 2012-18 Januari 2025. Itu berarti sudah banyak member yang terhubung ke KEB. Sejak awal berdiri KEB telah menjadi ruang hangat bagi Emak-Emak kreatif untuk bertumbuh dan berbagi cerita. Cocok banget deh dengan cita-cita saya saat ini. Kalau dibilang kamu inginnya apa? Saya ingin sekali bisa menjadi Ibu Rumah Tangga yang banyak karya. Yah, walaupun sampai saat ini belum menikah juga enggak apa-apa ya. Kepribadian keibuan itu perlu dipupuk dari sekarang. Supaya sewaktu praktiknya enggak kelimpungan.

Ruang digital bukan hanya sekedar tempat berbicara atau menyampaikan gagasan, tetapi tentang #KEBerpihakan bagian mana yang harus diperjuangkan. Misalnya memperjuangkan Al-Aqsa melalui tulisan yang menggugah semangat perjuangan.

Kompetitor AI bagi Blogger

Lagi-lagi kita mampirnya ke AI. Saat ini AI sudah semakin banyak berkembang. Walaupun begitu, bagi saya AI hanyalah sebagai bocoran untuk ide yang mudah buntu di tengah jalan. Sampai pada titiknya, blogger yang sesungguhnya itu tidak bisa digantikan oleh AI. Sebab ada human interest atau pengalaman pengguna di sana. Sehingga lebih meyakinkan kita untuk menelisik dan mencoba hal yang baru.

Teman-teman yang lain sempat cerita bagaimana AI ini membantu dalam proses pengerjaan tulisan, tapi ya tetap saja butuh revisi berkali-kali untuk mencapai tulisan utuh sesuai dengan isi hati. Sementara bagi saya, kreativitas manusia sebenarnya lebih kece lagi ketika diasah terus-menerus. Bukan hanya mengejar kuantitas belaka, tapi juga kualitas. Sehingga mikirnya begini, “saya tuh enggak suka dimanjai orangnya. Suka banget bisa mempertanggung jawabkan apa yang sudah dibuat.”

Kesimpulan

Judulnya ada kata migrasi, tapi justru isinya tidak mencerminkan migrasi. Namun lebih mengarah kepada mengajak, “yuks kita maksimalkan literasi digital” untuk menyampaikan aspirasi kita kepada orang lain. Setidaknya menjadi teladan bahwa media sosial bukan hanya untuk kepentingan hiburan semata, tapi juga belajar banyak hal.

Kelilingilah pula diri dengan apa yang ingin kita mau jadi seperti apa. Sebab algoritma media sosial akan selalu mempelajari kita itu interest (tertariknya) di mana. Sehingga postingan yang relevan dengan kemauan kita pasti akan disajikan kepada kita.

Lima Cara Untuk Meningkatkan Kualitas Literasi Baca di Kalangan Umum

Cara meningkatkan kualitas literasi baca

Sebagai orang yang sudah tidak lagi menjadi seorang siswa ataupun mahasiswa. Buku tidak lagi ada dalam genggaman.

Saat masa sekolah pun juga begitu. Jangankan membacanya secara keseluruhan. Keseringan malam hanya membawanya doang ke mana-mana, tapi enggak dibaca atau malah dijadikan bantal untuk tidur.

Emang ada yang salah dengan baca ya?

Anehnya ada juga yang mengaku seorang guru malahan enggak suka baca dan enggak hobi. Begitulah hal yang saya tangkap beberapa kali bertemu dengan para guru yang mengajar di sekolah. Kebetulan teman saya sendiri.

Rumit ya. Kita para guru menyuruh anak-anak membaca, tapi kitanya yang enggak baca. Jlep.

Persoalan membaca atau tidak bukan perkara hobi. Walaupun ada juga sih, hobi seseorang adalah membaca. Tak heran bila julukannya adalah si kutu buku.

Sayang banget ya, orang berbuat baik membaca buku malah dapat label yang begituan. Padahal itu hanya karena memang belum bertemu saja para pecinta buku.

Bagi saya, membaca ini adalah sebuah kebutuhan. Saya ingin maju dan melakukan perubahan yang baik dalam hidup, ya maka harus baca. Enggak ada alasan untuk tidak membaca perkara hobi atau enggaknya.

Proses membaca pun tidak pula dilakukan secara instan. Berapa banyak waktu saya ketiduran ketika membaca buku menuju dua halaman atau malah pening sendiri karena bahan bacaannya terlalu berat.

Hingga pada sebuah fase saya tidak lagi ketiduran ketika membaca dan bahwa tanpa sadar telah menghabiskan buku dalam waktu satu harian.

Saya pernah mengikuti pembelajaran membaca bersama kak Evyta. Belum lagi membaca, saya malah ketiduran saat ia menyampaikan materi. Siapa sangka dulunya yang terlihat mageran, kini malah menjadi orang yang suka mengkampanyekan buku bacaan.

Enggak mudah untuk bisa berada di titik seperti ini. Saya yang dulu hanyalah balita yang belajar merangkak untuk bisa menyatukan hati dalam membaca. Pada akhirnya bisa berjalan untuk membiasakan rutinitas membaca dalam kehidupan.

Ragam membaca pun macam-macam. Ada pula saya memahami apa yang sedang dibaca, tapi ada pula ketika membaca pikiran melayang entah ke mana-mana. Waduh, enggak bahaya ta?

Sebagai masyarakat umum, saya perlu membuat diri semangat membaca. Walaupun dalam lingkungan terdekat, pada tidak suka membaca. Awalnya saya sangat suka menulis dalam rangka menguraikan isi hati dan juga menantang diri untuk berpengetahuan dengan tema-tema yang ditentukan. Hingga pada suatu ketika, saya mengenal sesuatu yang bisa meningkatkan derajat literasi Indonesia.

Lima Cara Untuk Meningkatkan Kualitas Literasi Baca di Kalangan Umum

1. Mengikuti Challenge Baca

Orang-orang yang mengikutinya merupakan orang-orang berkomitmen untuk melakukan tantang membaca dalam waktu yang ditentukan secara rutin. Salah satu komunitas yang mengadakan Challenge Baca ini adalah Beranibaca.id.

Pengalaman yang menarik selama mengikuti tantangan adalah admin yang akan selalu mengingatkan ketika di malam hari pada saat belum laporan. Yah, mau enggak mau harus baca buku dong beberapa halaman. Soalnya ada yang reminderin, terkadang merasa risih. Bahkan saking seringnya, saya harus laporan sendiri sebelum dijapriin. Apa enggak mandiri nggak tuh?

Bagi peserta yang berhasil mengikutinya akan mendapatkan sertifikat. Bagi yang sudah menyelesaikan buku bacaan wajib menyetorkan reviewnya di grup besar.

Ternyata dampak mengikuti kegiatan ini bisa dapat bonus ketemu jodohnya loh. Terbukti, pengurus yang ada di sana kini telah menikah dan memiliki seorang anak.

2. Mengikuti Tantangan Review Buku

Setelah mengetahui ada sebuah banner yang mengadakan tantangan review buku. Otomatis menantang diri untuk menyelesaikan bacaan dan diberikan penilaian. Formatnya pun beragam ada  yang feed ada pula yang video. Tidak hanya dibutuhkan keahlian dalam membaca saja, tetapi juga menyajikan informasi supaya menarik orang lain untuk membacanya. Ada yang menggunakan keahlian fotografi dan editing.

Rasanya iseng-iseng berhadiah. Bagi peserta yang terbaik akan mendapatkan hadiah dari mereka. Entah itu e-wallet ataupun checkout buku seusai dengan Whislist pemenenang. Padahal, sebenarnya memotivasi diri untuk rajin buat mengulas buku. Gimana ta, tertarik nggak?

Bahkan saya salah satu pemburu tantangan ini. Walaupun keseringan enggak berhasil mengikutinya, setidaknya pernah mencoba dan terus mencobanya di kesempatan dan bulan-bulan berikutnya.

3. Tergabung di Komunitas Bookstagram

Saat jaman kuliah, sempat terdengar sebuah pertanyaan, "Eh, sebulan bisa berapa baca buku? Kalau setahun berapa buku yang sudah dibaca?"

Pada waktu itu memang belum pernah terpikir sama sekali bagaimana rutenya bisa membaca buku sebanyak yang ditargetkan dan hanya bermodal buku pinjaman lewat perpustakaan. Kini, baca buku nggak hanya terpatok pada buku fisik saja. Melainkan bisa membacanya secara digital.

Banyak sekali pengalaman yang bisa saya dapatkan selama tergabung komunitas Bookstagram. Bahkan ada yang lebih rajin membaca buku dalam sebulan. Saya saja bisa menamatkan 3 buku dalam sebulan merupakan sebuah pencapaian yang sangat membahagian. Lagi pula, ada lagi yang ingin digencarkan berupa membaca satu buku dalam waktu satu minggu.

Pernah mengalami membaca buku nggak selesai-selesai? Fix, kamu enggak sendirian kok. Saya pernah mengalaminya sampai geram sendiri. Ini kenapa bukunya enggak kunjung selesai dibaca ya?

4. Membaca Secara Digital

Mau membaca buku, nggak punya uang buat belinya. Enggak sempat pula pergi ke perpustakaan karena waktunya enggak ada yang cocok.

Sekarang sudah enggak ada alasan nih Sobat. Sebab sudah ada aplikasi yang namanya Ipusnas yang sudah menyediakan buku-buku terbitan berbagai genre. Aksesnya gratis dan hanya perlu tergabung dengan akun doang. Palingan kalau buku tersebut banyak peminatnya, seringkali kedapatan tinggal antrian. Yah, namanya juga seluruh Indonesia ya Sobi. Harap dimaklumi saja. Jadi, kitanya yang memang kudu bersabar dan pasang alarm kapan ya buku itu tersedia untuk dipinjam.

Nah, kalau ingin membaca buku terbitan terbaru dan enggak pakai ngantri bisa pakai aplikasi Gamedia Digital. Namun ya begitu, harus berlangganan dulu. Itu artinya ada uang yang harus dikeluarkan secara terjangkau.

5. Membuat Artikel Ramah SEO

Bagi para blogger, pastinya sudah enggak asing lagi nih Sobi terkait dengan SEO untuk menampilkan artikel pada pencarian teratas. 

Para blogger dituntut untuk menyajikan artikel terbaiknya. Mulai dari penentuan judul yang menarik minat pembaca hingga referensi apa yang dibutuhkan untuk keperlukan menyajikan artikel.

Mau enggak mau, para blogger memang harus melek literasi baca dengan membaca artikel lain untuk menambah kualitas tulisannya.

Percayalah, semakin banyak bahan bacaan yang dibaca. Semakin luas pula pengetahuan yang didapat. Awalnya enggak paham, jadi auto paham. Bacaan yang pertama memang sulit dimengerti. Lama kelamaan kan paham dengan sendirinya seiring berjalannya waktu dan pengalaman.

Namun tenang, kali ini ada sebuah aplikasi website yang bisa membantu kita para Blogger untuk mendapatkan tujuan artikelnya bisa nangkring di pencarian teratas loh, yaitu dengan bantuan tools yang terdapat di cmlabs.com sebuah aplikasi yang membantu untuk membuat artikel ramah SEO

Saya yakin sekali derajat literasi di Indonesia bisa meningkat seiring berjalannya waktu. Tugas kitalah pejuang literasi untuk gemar mengkampanyekan membaca buku. 

Air Mata Penulis oleh Harumpuspita

Air Mata Penulis By Harumpuspita

Ada yang lebih gemilang dari sekadar kata-kata membangun. Ialah perkara perjuangannya menghadapi kehidupan atau mencapai cita-citanya. Jika kebanyakan orang melihat puncak yang tinggi untuk mengukur kesuksesan seseorang. Maka izinkanlah seseorang itu menyaksikan perjuangan yang berbeda dari teman-teman yang lain.

“Bu, saya izin pakai tempatnya dulu ya,” ucapku pada ibu penjaga sekolah. Kucolokkan kabel penghubung listrik ke stop kontak. Kuatur sedemikian rupa meja guru supaya nyaman digunakan dan kubuka  aplikasi berselancar internet setelah memastikan terhubung dengan wifi. Begitu yang kulakukan setiap kali pulang sekolah atau di saat libur telah tiba. Aku memutuskan untuk mencari penghasilan tambahan sebagai blogger dibandingkan hanya mengandalkan gaji honorer. Lagi pula, pekerjaan yang tidak membutuhkan banyak waktu itu bisa menyediakan waktu menulis untuk orang lain.

Bila orang lain mencari pemasukan dengan bisnis dan urusan lainnya. Aku menggunakan proses berpikir kreatif yang kupikir lebih minim pengeluaran. Tak peduli bagaimana mereka melarangku melakukan hal ini. Aku hanya menyukainya dan berani memperjuangkannya walau hingga kini hasilnya belum kelihatan di mata mereka.

“Iya Ni, pakai saja. Nanti kalau sudah selesai dikunci lagi yang pintunya. Sama ibu aman. Santai,” ucap Ibu Ita menenangkan. Meski kami baru mengenal setahun, tapi begitu dekat. Apalagi dengan temanku Dwi juga sesama honorer. Sikap saling melindungi membuat kami bertahan walaupun gaji terkadang belum bisa dianggap aman untuk kehidupan sendirian.

*

“Apa yang kau cari Ni? Ngajar di situ hanya buat kau terpuruk. Mending pindah tempat lain sajalah. Orang lain saja hijrah kalau enggak ada penghasilan. Lah, kau tetap bertahan di situ aja. Cemanalah hidupmu kalau enggak ada peningkatan,” ucap abangku saat aku baru saja pulang.

Aku meletakkan sepatu ke rak dan memasukkan kunci ke dalam tas goni. Sejujurnya aku menyukai hal ini. Alasanku dulu menerima menjadi guru honorer sekolah dasar adalah supaya tidak disangka pengangguran saja. Padahal setiap harinya, aku mencari rezeki dengan cara menulis, membaca, dan mengkreasikan sesuatu yang kubisa. Proses supaya bisa masuk ke sana hanya modal datang saja dan menyerahkan lamaran. Rupanya aku diterima walaupun posisinya belum memiliki ijazah sarjana.

Tak ingin aku mendebat apa yang diucapkan abangku bahkan keluargaku. Diam adalah solusi supaya tidak terjadi perang dunia.

Aku tahu, punya perjalanan hidup bukan keinginan orang tua adalah hal tersulit dalam kehidupan. Bahkan dalam hal rezeki pun banyak yang mempraktikkan radar sulit. Aku dulu juga begitu, pernah menangis di saat orang mencapai impiannya. Sedangkan aku tidak. Boro-boro menghasilkan uang. Punya pembaca saja sudah sangat bersyukur. Kini perjuangan menulis lebih berat lagi. Dilarang dan dikucilkan sudah menjadi makanan sehari-hari.

“Ah, ntah apa yang kau kerjakan Ni. Jangan kau menghayal saja. Enggak ada gunanya itu. Kalau terpuruk terus hidupmu, terserah kau ajalah.”

Ia menyerah dan aku akhirnya ada perasaan lega yang menyelinap. Lalu pada bulan kemudian ayahku bertanya padaku setelah aku diam tanpa suara selama dua minggu lamanya. Kasusnya serupa, masih kudengar kata paling pahit dalam hidupku saat kuberikan panggilan telepon kepada Mama.

“Hallo Di. Ah, iya nih. Adikmu sudah kami cegah. Kami kasih obat sebelum malam. Jam enam sore kami kasih dia obat supaya tidak bisa menulis lagi.”

Lututku begitu lemas, menyadari kenyataan yang terjadi. Walaupun memang sebelumnya aku menyadari hal seperti itu. Hanya saja selama ini prasangkaku berusaha positif. Mungkin bukan itu maksud mereka. Aku semakin diam, menangis dalam kebisuan dan tak berani melawan. Sebab melawan hanya disangkanya aku sebagai orang gila. Bagiku, orang gila sesungguhnya adalah orang yang mengatakan orang waras sebagai orang gila.

Inilah rahasiaku, tetap patuh. Meski larangan itu terus menghampiri. Berusaha tuli dengan semua omongan yang menjatuhkan. Lagi pula, apa salahnya menulis? Aku tak menghina siapa pun bahkan tak menggunjing siapapun. Sesuatu yang kutulis adalah peleraian kata, mencari solusi, dan beragam hal lainnya. Kalau aku mau, aku ingin keluar dari rumah ini dan dinikahi oleh lelaki baik yang mendukung impianku. Namu aku menyadari, jangankan menginginkan hal seperti itu, didekati oleh lelaki yang seperti itu pun belum ada. Maka, bersabar dan tahan. Barangkali ada sesuatu lain yang bisa kulakukan untuk membuat hati tenang dan ikhlas atas segalanya.

“Jadi, kamu mau apa sekarang?” tanya Ayah menatapku di waktu duha dan menyadari aku telah mendiami seluruh keluarga seminggu lebih.

“Ni mau jadi penulis seperti Buya Hamka, Ayah … Ni, mau jadi penulis aja, enggak mau yang lain,” ucapku di pangkuannya seraya mengalirkan air mata yang sudah menggenang. Padahal di sebalik keinginanku menjadi penulis, juga menjadi dosen suatu hari nanti. Aku tahu mereka pun juga akan melarang dengan alasan tidak ada biaya. Sulit, inilah cinta yang kuperjuangkan. Bagiku indah, meski entah berapa kali air mata yang keluar. Kadang duka, kadang haru. Aku tak mau mengulangi kesalahan seperti dulu, mengikuti keinginan orang tua yang tidak kusuka. Pada akhirnya sakit-sakitan hampir tujuh tahun dan hati meringis. Gelap, itulah duniaku kala itu. Mengikuti perintah untuk tidak bermimpi tinggi-tinggi.

Ketidakinginan memiliki mimpi hanya membuatku buta tentang arah yang dituju. Namun semenjak aku bertemu dengan lelaki fajar tahun 2019, sejak saat itu aku punya mimpi kembali. Tak peduli kata mereka, selagi itu baik akan terus kuperjuangkan. Kini lelaki fajar itu memang tak tampak lagi. Namun kalimat perjuangan yang kudengar selalu menjadi amunisi untuk tetap tegar. “Ni, kita harus punya impian yang tinggi. Tidak ada siapa pun yang boleh mencegah impian kita.” Begitulah katanya, merespon pertanyaanku tentang impianku yang tak didukung.

*

“Ni, makasih ya sudah menggantikan Ibu selama dua hari. Nanti kalau ibu minta tolong lagi, bantuin ya.” Ibu Nia menyalamiku selembar kertas berwarna biru. Sebagai tanda usai kalau aku sudah menggantikan kelasnya. Tak banyak bicara, aku segera menghampiri Dwi di kelas sebelah.

Aku melakukannya dan kebanyakan kuterima mengingat mencari uang seribu rupiah dengan cara halal itu susah. Namun karena memang tidak digaji sampai tiga bulan. Hal yang paling rendah sekalipun aku bersedia. Hatiku tak cukup kuat untuk menyesuaikan keadaan dengan apa yang kuazamkan waktu dulu.

 Menulis? Hampir setengah tahun aku tidak bisa melakukan rutinitas itu lagi. Sejujurnya aku rindu. Berusaha memaksa di sekolah membawa laptop pun percuma. Siswaku tidak bisa diam, disuruh jangan menyentuh barangku. Malah semakin didekati dan entah apa-apa yang dipegang. Alhasil, salah satu tombol keyboard nyaris tak bisa digunakan.

Ibu Arini ternyata sedang bersama Dwi. Ia menyuruhku untuk menandatangani nominal uang yang akan diterima. Setelah diterima ternyata hasilnya berkurang dari apa yang tertulis. Sejujurnya aku bingung saja, Ibu tak menjelaskan sama sekali. Ah, barangkali nominal yang tertulis itu hasil dari talangan dari bulan lalu. “Jadi Ni, selama ini penghasilanmu dari mana aja?”

“Enggak ada Bu. Semenjak saya enggak menulis lagi. Saya enggak punya pemasukan apa-apa. Padahal dulu duduk-duduk lumayan bisa dapat dua ratus ribu sekali nulis.” Aku tersenyum sekali lagi. Tak lupa mengucapkan rasa terima kasih. Perencanaanku adalah mengambil jadwal ngajar di tempat lain. Supaya enggak disuruh gantiin lagi. Sayang waktunya kalau hanya digaji seikhlas hati oleh mereka. Sementara menulis di sekolah lagi pun tidak bisa karena sudah ada siswa sekolah. Aku juga ingin bisa makan enak. Kalau enggak pun, apa aku harus kabur saja dari rumah? Aku lelah dilarang mulu. Rumah bukanlah tempat ternyaman untuk bertumbuh. “Kak Dwi, kalau Ni keluar dari sekolah enggak apa kan? Kayaknya aku mau kaburlah dari tempat ini?”

“Loh, kok gitu Kak? Kau jangan dulu keluar. Pastikan dulu kalau kau itu sudah diterima di sekolah lain. Baru keluar dari sekolah. Kalau ada masalah bilang Kak.”

Aku tak bisa cerita, tak ingin kulibatkan lagi orang dalam masalahku ini. Takut akan terjadi yang tidak-tidak dan Dwi yang akan disalahkan oleh keluargaku. Aku enggak mau terjadi, biarlah rasa sakitnya kupendam sendiri.

Kulihat lowongan pekerjaan guru yang jaraknya tak begitu jauh dari rumah di media sosial. Dua tempat yang kukirim, tapi tak kunjung juga dipanggil setelah informasi penerimaan guru Fisika. Aku tahu, pengalamanku menjadi guru sekolah dasar berat menjadi bahan pertimbangan mereka ditambah lagi sudah lama aku tidak belajar ilmu tentang Fisika. Hingga suatu hari sebuah informasi dari sahabatku datang.

Ni, ada temanmu yang baru lulus. Sekolah kami lagi membutuhkan posisi sebagai guru MM, sains, dan wirausaha di SMA?

Kalau ada tolong nanti kirimkan lamarannya ke aku via WA-Ricky

Kepalaku mendadak pusing membaca pesan dari Ricky. Si ketua yang sangat optimis. Dia temanku semasa kuliah dulu. Kebanyakan aku tidak berkomunikasi lagi dengan teman satu almameter. Tapi Ricky berbeda, entah kenapa ia masih bersedia menghubungiku. Kuingat-ingat, temanku kebanyakan sudah bekerja, menikah, dan bahkan ada yang lanjut S2. Rasanya tipis kemungkinan kalau mereka membutuhkan informasi ini. Untungnya aku rajin berselancar di media sosial. Salah satu temanku yang dari jurusan Matematika alhamdulillah akhirnya lulus juga. Paling tidak dia memiliki kawan saat wisuda atau adik binaannya dulu.

Assalamualaikum Sudaryani … mau tanya nih. Ada nggak yang mau ngelamar sebagai guru MM, sains, dan wirausaha di SMA. Kalau ada yang mau kabarin ya. Kriterianya seperti kita gini, orang-orang yang berusaha takwa. ~Nini

Sebentar ya kutanyakan dulu sama yang lainnya. Memang model seperti kita nih dicari banyak orang Ni. Sudar setelah wisuda aja langsung ditarik di sekolah tempat Sudar lakukan penelitian.  

Aku menunggu jawaban, sembari menghubungkan gawaiku ke wifi dan mencoba mengunduh rekaman belajar menulis dari komunitas. Ya, aku ingin menulis lagi. Ini waktunya sudah tepat. Hatiku mantap untuk berselancar dalam dunia tulis menulis. Paket data terbatas dan wifi sekolah yang menyelamatkan hingga bisa menghemat di akhir bulan. Rasanya ingin sekali punya wifi di rumah, tapi kata Mamaku masuknya mahal. Belum lagi biaya bulanannya juga.

Tak butuh waktu lama. Sudar memberikan nama-nama orang yang berminat dan akhirnya ada juga yang menghubungi. Tersisa satu orang bertahan dan langsung kuberikan dokumennya kepada Ricky secara daring.

Ini yang MM ya? Sains ada nggak? Kalau ada segera kirim ya.~Ricky

Eh, tunggu. Kenapa enggak aku saja yang melamar di tempat dia? Walaupun jauh, tapi kan dia yang memang menginginkanku sejak dulu sebelum tamat kuliah. Sejujurnya hatiku berat. Namun di sisi lain aku begitu yakin untuk keluar dari lingkaran. Kalau di SMA kan pengetahuannya lebih luas dan enggak ada tuh istilah digantiin sama guru lain seenaknya karena beda mata pelajaran. Ah, kucoba dulu buat lamarannya dan kukirim jawaban disertai emotikon.

Ricky menyadari ada yang berbeda dari pesanku. Kupikir saat ini ia sudah memahami pembicaraan melalui kata yang terkirim. Ia sudah banyak berubah setelah menjadi Kepala Sekolah di SMA. Tidak lagi asal-asalan dalam menyampaikan pesan tertulis.

Setelah hari Sabtu kukirim lamarannya. Seninnya aku dipanggil ke sekolah Ricky. Ia mengatakan bahwa perkenalan sebagai teman dan lamaran pekerjaan itu berbeda. Alhasil aku menerima kuliah panjang hingga tengah hari. Aku bersyukur ia langsung menerimaku di sekolahnya dan segera kukabari pada Dwi.

Dua tahun bukanlah waktu yang sebentar. Meski bukanlah ilmu pengetahuan yang berkembang. Namun cara mengolah kelas yang bertambah. Ibu Kepala Sekolah tempatku mengajar pun mengizinkanku mengundurkan diri setelah menimbang alasanku keluar begitu kuat. Selain jurusanku yang tak selinear dan status sebagai guru honorer yang tidak punya NUPTK. Ia mengatakan bahwa aku memilih keputusan yang baik dengan naik tingkat ke jenjang yang lebih tinggi. Hatiku girang, walau rasa berat. Ada sebuah bisikan bahwa ini menjadi batu loncatan supaya bisa menjadi dosen sekaligus suatu hari nanti.

Aku tak tahu berapa gaji yang akan kudapat nantinya. Setidaknya, kehidupan SMA sudah lebih fleksibel dibandingkan sekolah dasar yang harus ekstra pengawasan. Mana tahu, di sana aku bisa bertemu jodoh kan siapa tahu. Setidaknya, aku bisa menulis lagi yang sesuai dengan jurusanku.

“Loh, Kakak kok datang?” tanya Mira sang operator sekolah dan langsung kuserahkan surat pengunduran diri. “Oh, iya surat ini. Semoga Kakak sukses di sana ya dan jangan lupakan kami.” Matanya berkaca-kaca.

“Iya, nanti kalau sabtu libur Kakak mainlah ke mari. Oh, iya mau tanyalah. Ini wifi kita pakai wifi apa ya?” Kuperhatikan lagi benda bersegi putih berantena berkedip-kedip hijau yang nempel di dinding dekat pintu masuk kantor. “IndiHome bukan?” Kudengar dulunya sih begitu.

“Iya Kak.”

“Itu cara masuknya bayar berapa?”

“Kalau pakai IndiHome nggak bayar kak masuknya. Langsung bayar bulanannya aja.”

Aku mengangguk paham jadi semakin yakin kalau suatu hari nanti setelah finansial ada pakai wifi. “Bulananya berapa tuh?”

“Sekitar dua ratusan lebih Kak. Bentar ya kutunjukkan dulu ya pembayaran bulan lalu,” ucapnya sembari menunjukkan nota pembayaran. “Ngapain Kakak pasang wifi kan sayang kalau di rumah.”

“Kami di rumah banyak orang. Kalau sampai empat orang per bulanannya seratus ribu. Apa enggak mahal juga kalau ditotalin.” Kalau pakai wifi rasanya IndiHome, aktivitas tanpa batas saja tanpa harus memikirkan tinggal berapa Gigabyte lagi ya di akhir bulan.

Aku memang tak tahu nasibku di kemudian hari, tapi satu hal yang dapat kusyukuri dalam hidup. Ranah penulisan mampu kuperjuangkan lagi seiring berjalan meningkatkanya keberanianku. Apalagi semakin banyaknya event menulis, termasuk #IndiHomenulis.