Sebuah Penguraian Hari yang Telah yang Berlalu

Entah berapa lama saya mencoba menutup diri dari khalayak publik.
Saya yang dulunya memiliki ambisi kuat kini terlihat lemah tak berdaya.
Hanya karena sebuah skripsi.

Padahal hanya sebuah skripsi bukan?
"Tidak, mungkin saja salah memprioritaskan orang lain," ungkap sahabat saya.

Awalnya saya mengira apa yang telah berlaku pada diri saya pasti ada sebuah alasan. Saya akui memang, waktu yang telah berlalu tidak saya gunakan untuk rebahan dan rebahan. Hanya semata-mata mencari jati diri. Hingga saya menyadari bahwa seharusnya tidak seperti ini. Berpusat dan muter-muter di situ saja. Tidak ada perkembangan berupa pencapaian yang bisa dibanggakan. Bahkan orang tua saya malah kesal.

Saya yang dulunya sempat ceria ketika menemukan fakta bahwa menulis adalah bagian dalam diri saya dan merupakan terapi psikologis terbaik saat kondisi murung. Kini terpaksa saya cekal atas dalih sebuah skripsi. Kenyatannya membuat saya jungkir balik dan berujung pada sesak napas. Belum lagi merasa depresi tak terjabarkan hingga saya lebih suka tidur dan tidur lagi. Saya merasakan otak tidak bisa bekerja dan bawaannya selalu sedih. Seringkali ketahuan sedang tidur dan berdalih sedang mengerjakan skripsi.

Setiap hari terlewati, seminggu, bahkan sebulan terasa sia-sia. Ah, ini sungguh merugi.
"Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran." Q.S Al-Ashr ayat 1-3. Jika saya melirik lagi kandungan surah tersebut. Rasanya saya sungguh menyesal telah lari dari kenyataan. Bahkan parahnya saya telah gagal. Kondisi di mana berhenti dan menyerah. Malahan saya berharap keesokan paginya tidak menemukan pagi lagi. Ironinya saya masih ada sampai saat ini. Kehidupan masih tetap berlangsung. Suka atau tidaknya. Waktu terus terlewati begitu saja tanpa peduli saya berada di posisi yang mana.

Terlebih lagi saya menemukan sebuah pernyataan dalam surah Al-Hijr ayat 56 bahwa tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat. Kalau begitu, keputus-asaan yang telah saya lalui merupakan kesesatan.

Pada bulan ini saya mulai berpikir kembali. Pasti ada sesuatu yang harus saya jalani. Masih ada misi yang belum diselesaikan dan saya tidak boleh pergi sebelum menyelesaikan skenario-Nya. Begitu bukan?

Saya akui memang, ilmu yang saya pelajari ketika kuliah tidak melekat dalam hati. Bahkan lima tahun telah saya lalui masih belum cukup membuat saya jatuh cinta pada jurusan sendiri. Entah bagaimana caranya saya bisa dekat. Berulang kali saya mencobanya malah berujung kesia-siaan. Sulit sekali membuka hati. Apalagi ke semua itu didorong dengan hal-hal yang tidak penting.

Ada sebuah pernyataan yang sedang booming bahwa lulusan sarjana itu tidak menjamin kesuksesan atau kesesuaian seseorang dalam jurusan dan pekerjaan. Ya misalnya seseorang yang lulusan di bidang ekonomi seharusnya bekerja sebagai pengusaha tapi malah bekerja sebagai buruh. Saya mengira itu adalah sebuah kesalahan. Sebab persepsi seperti itulah yang membuat orang akan berpikiran sama pada setiap lulusan sarjana. Tapi kenyataannya. Memang ada yang seperti itu dan tidak pula menutup kemungkinan.

Sebenarnya menurut saya bukan instansi atau universitasnya yang salah. Tetapi balik lagi kepada orang yang menjalaninya. Pada akhirnya itu tidak terlepas pada pilihan. Setiap orang berhak menentukan pilihan dalam hidupnya. Apakah tetap bertahan dengan kondisinya atau melarikan diri demi sebuah kebahagiaan? Kehidupan ini terlalu disayangkan jika dihabiskan untuk kesedihan.

"Sebaik-baiknya manusia adalah bermanfaat bagi orang lain." (HR. Ahmad, no 3289) Kini saya pun tidak menuntut seperti itu. Jika saya tak mampu dalam kondisi itu. Setidaknya saya akan memulainya dengan memanfaatkan diri saya sebagaimana mestinya. Seperti hari-hari sebagaimana mestinya. Bangun di pagi hari dan tidur di malam hari. Tidak seperti kehidupan saya sebelumnya. Tidak peduli siang maupun malam saya akan tetap tidur.

Kebiasaan baik itu perlu diulang dan diasah kembali. Bahkan semangat yang saya miliki dimulai dari nol kembali. Saya berharap ke depannya bisa menjadi pribadi yang tangguh di setiap keadaan.

Me In The Future

  • cepat tanggap
  • rajin
  • tidak baperan
  • sabar
  • tidak egois
  • idealis
  • fokus pada tujuan
  • planner